GROBOGAN, JMI – Seperti halnya keberadaan ratusan Hektare Lahan hutan di Desa Genengsari Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan saat ini kondisinya kini semakin memprihatinkan bahkan hal tersebut juga terlihat di beberapa daerah kawasan hutan yang ada di Grobogan yang di jadikan program keberlangsungan kehutanan. Dimana hutan yang seharusnya terdapat tanaman keras seperti pohon Jati, Kayu Putih, dan Mahoni, justru hampir 95% dipenuhi tanaman pangan jenis jagung, hal seperti ini menjadi pemandangan saat melewati jalan pinggir dan tengah hutan,kita akan di sajikan pemandangan panorama bentangan hutan jagung, kalau sudah seperti ini siapa yang di salahkan dan siapa yang bertanggung jawab,adakah permainan para oknum .
Bukan hal yang salah jika sebagian lahan hutan juga ditamani jenis tanaman pangan, namun dari beberapa kebijakan pemerintah melalui kementerian KLHK dengan program perhutanan sosialnya hanya memberikan 20% dari keluasan lahan hutan untuk dapat ditanami tanaman pangan. Sisanya untuk tanaman keras 50% dan 30% untuk tanaman panen berkala seperti buah – buahan.
Di tahun pertama yakni 2018, masyarakat Desa Genengsari melalui kelompok tani hutan mengajukan Izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial ( IPHPS ) langsung ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Dari pengajuan tersebut kemudian oleh KLHK diterbitkan izin dengan NOMOR SK. 5215/MENLHK-PSKL/PKPS/PSL.0/8/2018 untuk pemanfaatan lahan hutan.
Dengan diterbitkan ijin pemanfaatan hutan tersebut, diharapkan lahan hutan yang sebelumnya hanya kedapatan tanaman keras berkisar kurang dari 10%, para petani hutan dapat meningkatkan menjadi 50%, dengan pengelolaan yang sesuai dalam program IPHPS .
Setelah hampir lebih dari 5 tahun berjalannya program IPHPS di Desa Genengsari, tidak terlihat peningkatan jumlah tanaman keras di lahan hutan tersebut. Tanaman keras seperti pohon minyak kayu putih yang sebelumnya menjadi salah satu icon di kawasan pangkuan hutan Gundih wilayah Toroh, kini semakin berkurang jumlahnya. Dengan kondisi semakin berkurangnya jumlah tanaman keras maka program IPHPS di Desa Genengsari masuk dalam catatan gagal.
Meski terhitung gagal, namun dugaan praktik berbagai pungutan masih diberlakukan oleh oknum Ketua Gapoktan di desa setempat. Adanya berbagai pungutan seperti Pendapatan Negara Bukan Pajak ( PNBP ) dan pungutan lain dibenarkan oleh salah satu petani yang menggarap lahan hutan di Desa Genengsari.
” Setiap habis panen semua petani tetap setor pak, belum nanti bayar yang lain – lain. Di awal itu setiap satu petak garapan petani harus bayar 3 juta Rupiah, ” beber salah satu petani yang enggan disebutkan namanya. Kamis, ( 13/03/2025 ).
Adalah program Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus ( KHDPK ), yang digunakan alternatif untuk meneruskan program IPHPS yang terhitung gagal. KHDPK merupakan kebijakan yang dibuat untuk mengatasi masalah masyarakat di kawasan hutan Jawa.
Tujuan KHDPK
– Mengatasi masalah masyarakat di kawasan hutan Jawa
– Mengurangi wilayah Perhutani
– Memfokuskan Perhutani pada bisnisnya sebagai perusahaan publik yang memberikan dividen kepada negara.
Dasar hukum KHDPK Mandat UU Cipta Kerja, PP 23 tahun 2021 tentang penyelenggaraan kehutanan.
Manfaat KHDPK
– Melakukan rehabilitasi hutan
– Melakukan penataan kawasan hutan
– Melakukan perlindungan hutan
– Melakukan pemanfaatan hutan
– Melakukan perhutanan sosial.
Perbedaan KHDPK dan KHDTK
KHDPK hanya diterapkan di hutan Jawa, sedangkan KHDTK untuk seluruh kawasan hutan di Indonesia
Di dalam KHDPK bisa ada KHDTK.
Hingga berita ini diterbitkan masih banyak pihak yang harus dikonfirmasi untuk keberimbangan berita ini.
Pewarta: JMI/Red
0 komentar :
Posting Komentar