SEOUL, JMI - Baru-baru ini, Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol memberlakukan darurat militer, mengirim pasukan dan helikopter ke parlemen.
Hal itu dilakukan pada Selasa (3/12/2024) malam. Namun hanya selang enam jam atau Rabu (4/12/2024) pagi, status darurat militer dicabut.
Terkait
hal itu, Partai Demokrat, oposisi yang memenangkan mayoritas dalam pemilihan
parlemen kemudian mengajukan mosi pemakzulan Presiden Yoon.
Sejak saat itu, Yoon mulai bungkam, bahkan kelangsungan hidupnya di dunia
politik berada di ujung tanduk.
Kenapa
bisa demikian?
Dikutip dari AFP pada Kamis (5/12/2024), banyak masalah yang sedang dihadapi
oleh Presiden Yoon.
Sejak menjabat sebagai presiden pertengahan 2022, dia kemudian menghadapi insiden besar dengan banyaknya korban jiwa selama perayaan Halloween yang menewaskan lebih dari 150 orang pada akhir Oktober 2022.
Masyarakat juga menyalahkan pemerintahan Yoon atas inflasi pangan, ekonomi yang lesu, dan meningkatnya pembatasan kebebasan berbicara.
Selain
itu, ia dituduh menyalahgunakan hak veto presiden, khususnya untuk membatalkan
RUU yang membuka jalan bagi penyelidikan khusus atas dugaan manipulasi saham
oleh istrinya, Kim Keon Hee.
Yoon mengalami kerusakan reputasi lebih lanjut tahun lalu ketika istrinya
diam-diam menerima tas tangan desainer senilai 2.000 dolar AS (Rp 31,7 juta)
sebagai hadiah.
Ibu mertuanya, Choi Eun-soon, dijatuhi hukuman satu tahun penjara karena memalsukan dokumen keuangan dalam transaksi real estat. Namun ia dibebaskan pada Mei 2024.
Presiden Yoon sendiri menjadi subjek petisi yang menyerukan pemakzulannya awal tahun ini, yang terbukti sangat populer hingga situs web parlemen yang menjadi tuan rumahnya mengalami penundaan dan crash.
Di dunia politik, Yoon telah menjadi presiden yang lumpuh sejak Partai Demokrat oposisi memenangkan mayoritas dalam pemilihan parlemen tahun ini. Mereka baru-baru ini memangkas anggaran Yoon.
Dalam pidatonya yang disiarkan televisi kepada rakyat pada Selasa malam, Yoon mencela elemen anti-negara yang merampok kebebasan dan kebahagiaan rakyat dan kantornya kemudian menyatakan pemberlakuan darurat militer sebagai upaya untuk menerobos kebuntuan legislatif.
"Namun, menggunakan kesulitan politiknya sebagai pembenaran untuk memberlakukan darurat militer pertama kalinya di Korea Selatan sejak 1980 adalah tidak masuk akal," kata seorang analis.
"Ini
biasanya diperuntukkan untuk situasi seperti perang, keadaan darurat, atau
masalah serupa lainnya terkait ancaman terhadap keamanan nasional," kata
Gi-Wook Shin, seorang profesor di Universitas Stanford.
Situasi ini akan menguji kekuatan lembaga demokrasi liberal Korea dan kemampuan
mereka untuk melawan tindakan tersebut.
"Ini juga mengirimkan pesan yang lebih luas kepada politisi Korea dan negara-negara demokrasi di seluruh dunia bahwa tujuan politik tidak dapat dicapai melalui cara-cara yang tidak demokratis seperti itu.
sumber: kompas
0 komentar :
Posting Komentar