Kuningan, JMI - Berhentinya /penolakan pelaksanaan pembangunan tower BTS di didesa kalimanggiskulon kecamatan kalimanggis adalah bukti bahwa masyarakat sudah mengerti dan paham tentang pentingnya peran serta masyarakat dilibatkan dalam komunikasi ( mediasi ), kordinasi dan sosialisasi terkait pengembangan usaha yang melibatkan lingkungan masyarakat sesuai dengan kebutuhan dari kepentingan pihak pihak terkait di lingkungan masyarakat.
Hal tersebut diutarakan Jaelani ( Kang Jay ) Kabiro JMI Kabupaten Kuningan. Minggu 17 November 2024.
Menerangkan Kang Jay panggilan Gaulnya , sesuai yang dia ketahui tentang Bangunan Tower BTS
"BTS adalah singkatan dari Base Transceiver Station atau dalam kamus bahasa Indonesia adalah menyebutnya dengan sebutan Stasiun Pemancar.
Tugas utama BTS adalah mengirimkan dan menerima sinyal radio ke perangkat komunikasi seperti telepon rumah, telepon seluler dan sejenis gadget lainnya.
Tower BTS bentuknya bisa bervariasi, ada yang kaki segi empat, kaki segitiga, bahkan ada yang hanya berupa pipa panjang saja. Jaringan telekomunikasi yang ada di Indonesia semakin hari semakin berkembang. Komunikasi jarak jauh kini terasa lebih nyaman dan dapat menjangkau area yang lebih jauh.
BTS merupakan salah satu komponen dari perangkat BTS.Tower sendiri adalah suatu menara yang dibuat dari besi atau pipa. Dalam pembuatan tower BTS bentuknya bisa bervariasi, ada yang kaki segi empat, kaki segitiga, bahkan ada yang hanya berupa pipa panjang saja. Umumnya tower BTS memiliki panjang antara 40 hingga 75 meter. Tiap daerah memiliki panjang tower BTS yang berbeda-beda disesuaikan dengan kondisi geografis serta luas jangkauan jaringan yang ditargetkan,"paparnya
Menambahkan Kang Jay , terkait pembangunan Tower BTS yang dia ketahui itu harus berdasarkan sesuai dengan dasar hukum yang mengatur perlindungan masyarakat terkait pembangunan menara telekomunikasi adalah Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi dan Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi.
Dalam undang-undang tersebut, masyarakat yang merasa dirugikan oleh perusahaan telekomunikasi dapat menuntut ganti rugi.
Selain itu, ada beberapa undang-undang dan peraturan yang mengatur pembangunan menara telekomunikasi, di antaranya:
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang.
Dalam pembangunan menara telekomunikasi, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, seperti jarak aman dari pemukiman publik dan bahaya yang mungkin terjadi:
Jarak aman menara dari pemukiman publik adalah 20–30 meter untuk ketinggian menara maksimum 45 meter.
Jika menara dibangun di tempat komersial, jarak amannya adalah 10 meter, dan 15 meter di daerah industri.
Menara seluler yang dekat rumah dapat berpotensi roboh, tersengat listrik, terbakar, dan terkena sambaran petir."tandasnya
Pewarta: Kabiro JMI Kuningan
0 komentar :
Posting Komentar