Jakarta, JMI - Polda Metro Jaya resmi menetapkan Ketua KPK Firli Bahuri sebagai tersangka
dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Pihak Firli merasa keberatan dengan penetapan tersangka itu.
"Yang pertama kami keberatan ya. Sebagai kuasa hukumnya, kami keberatan
atas penetapan tersangka Pak Firli," kata kuasa hukum Firli, Ian Iskandar,
saat dihubungi, Kamis (23/11/2023).
Ian mengatakan penetapan tersangka Firli Bahuri terkesan dipaksakan. Dia juga
mengatakan alat bukti yang disita penyidik dalam kasus tersebut tidak pernah
diperlihatkan.
"Alasannya, satu, itu dipaksakan. Kedua, alat bukti yang menurut mereka
sudah disita itu, itu tidak pernah diperlihatkan," ujarnya.
Ian menambahkan sudah berkomunikasi dengan Firli Bahuri sejak penetapan
tersangka malam tadi. Hasilnya, Firli Bahuri akan melakukan perlawanan terkait
status tersangka yang ada.
"Intinya, kita akan melakukan perlawanan," imbuhnya.
Dijerat Pasal Pemerasan
Dirkrimsus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak mengatakan Firli
dijerat pasal dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin
Limpo (SYL). Firli diduga melakukan pemerasan, penerimaan gratifikasi, dan
penerimaan suap. Dugaan tindak pidana itu terkait dengan penanganan
permasalahan hukum di Kementerian Pertanian.
"Berupa pemerasan atau penerimaan gratifikasi atau penerimaan hadiah atau
janji oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara yang berhubungan dengan
jabatannya terkait penanganan permasalahan hukum di Kementerian Pertanian
Republik Indonesia pada kurun waktu tahun 2020 sampai 2023," kata Ade
Safri Simanjuntak, Rabu (22/11).
"Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12e, 12B atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 KUHP yang
terjadi di wilayah hukum Polda Metro Jaya pada sekitar tahun 2020-2023,"
kata Dirkrimsus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak di Polda Metro
Jaya, Jakarta, Rabu (22/11/2023).
Berikut isi pasal yang menjerat Firli:
Pasal 12e
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri
sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan
kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima
pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya
sendiri;
Pasal 12B
Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap
pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan
dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. yang nilainya Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian
bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima
gratifikasi;
b. yang nilainya kurang dari Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), pembuktian
bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum
(2) Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling
singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda
paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
Pasal 65 KUHP
Dalam hal perbarengan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan
yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, yang diancam dengan
pidana pokok yang sejenis, maka dijatuhkan hanya satu pidana.
(2) Maksimum pidana yang dijatuhkan ialah jumlah maksimum pidana yang diancam
terhadap perbuatan itu, tetapi boleh lebih dari maksimum pidana yang terberat
ditambah sepertiga.
Sumber : Detik.com
0 komentar :
Posting Komentar