SUKABUMI, JMI - Keberhasilan dan majunya suatu Negara atau daerah bertumpu pada Desa sebagai barometer, dengan adanya anggaran desa untuk pendampingan hukum yang belum jelas fungsi keefisienan atau manfaatnya pada masyarakat secara langsung, bahkan dengan adanya setoran pada salah satu lawfirm turut mengurangi anggaran untuk pembangunan desa. Selain itu secara regulasi turut menuai pandangan monohok.Ucap Ketua Umum LSM GAPURA RI, Hakim Adonara; Senin.24/7)23
Menanggapi fenomena setoran desa ke salasatu Law Firm, saat dimintai keterangan, Hakim Adonara aktivis pergerakan yang namanya tidak asing lagi di Kabupaten Sukabumi turut memaparkan pandangannya secara detail dan tegas.
"Saya berharap tidak ada lagi upaya pembodohan publik khususnya dalam Pendampingan Hukum untuk Desa oleh pihak manapun", Hakim mencontohkan program Jaksa Bina Desa (Jabinsa), "kalau mau jujur, saya contohkan dalam program Jabinsa atau apapun itu namanya, program itu berdasarkan surat keputusan bersama (SKB) antara Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kejaksaan Agung, dan Kepolisian RI yang mengatur mekanisme penanganan laporan pengaduan masyarakat yang berindikasi tindak pidana korupsi, diantaranya pengembalian kerugian keuangan negara, dengan batas waktu 60 hari untuk mengembalikan kerugian negara, jika dalam jangka waktu 60 hari tidak bisa mengembalikan kerugian negara yang timbul akibat tindak pidana, maka dilakuan upaya terakhir yaitu pemidanaan.
Faktanya hari ini di Kabupaten Sukabumi program Jabinsa itu dibiayai oleh desa, ini kan pembodohan,"Programnya siapa dibiayai oleh siapa". menurut saya tidak ada instrumen yang jelas pada program ini, apalagi dengan kegiatan Pendampingan Hukum Desa". Tegas Hakim
"Walaupun banyak nomenklatur regulasi yang mengarah pada adanya kegiatan tersebut, tetapi hal itu masih menyimpan banyak kontroversi seperti diantaranya bertentangan dengan Peraturan Menteri Desa dan Pembangunan dan Transmigrasi (Permendes PDTT) No.22 Tahun 2021 tentang pelayanan advokasi hukum, karena Permendes PDTT itu merupakan maivestasi dari hak rakyat untuk mendapatkan perlindungan atau bantuan hukum dari Pemerintah bagi masyarakat miskin yang SEDANG berperkara, baik perkara Pidana maupun Perdata sebagaimana diatur dalam pasal 121 ayat (4) HIR atau Pasal 145 ayat (4) R.bg" ungkap Hakim.
Program pendampingan hukum yang mematok anggaran dari Rp 6 juta - Rp 10 juta yang harus disetorkan pada lawfirm setiap tahunnya pada kenyataannya setoran tersebut masih menimbulkan banyak kontroversi, bahkan diduga tidak melalui musdus dan kesepakatan.
Artinya, masih menurut Hakim, jika Pendampingan Hukum Desa ini secara non litigasi, apa instrumennya? "Contoh hal, jika menyoal keuangan desa maka ada instrumennya seperti Siskuides yang terlahir dari rangkaian sejumlah regulasi yang ada terkait keuangan desa" pungkasnya.
Mengulik lebih jauh pelanggaran hukum seperti Pungli dalam Pendampingan Hukum oleh lawfirm tertentu, Hakim Adonara menyebutkan tidak bisa diinterpretasikan sebagai tindakan pidana Pungli, "sebab ada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pendampinan hukum ini, tapi yang jelas ketika ada pelanggaran hukum yang terjadi pada ruang lingkup desa maka itu tugas Polisi dan Jaksa, soal pemantauan dan pengawasan secara administratif ada Inspektorat dan OPD terkait yang menindaklanjuti hal itu" kata Hakim
Jika pemerintah desa mengeluhkan soal minimnya pembelaan pemerintah daerah terhadap desa, maka solusinya menurut Hakim Adonara "bahwa pendampingan hukum desa secara non litigasi harus ada nota kesepahaman yang dilakukan oleh OPD terkait dalam hal ini DPMD, Inspektorat dan APH bersama dengan Lembaga Bantuan Hukum yang teregistrasi, "begitu juga untuk penganggaran melalui iuran organisasi kepala desa dilakukan secara sukarela setelah ada suatu Instrumen yang jelas sudah ditetapkan ".
"Hal yang lucu dari Marpaung Law Firm & Fatner dalam debat RDP, menurut Marpaung pihaknya adalah perusahaan yang harus bayar pajak, yang kemudian partner di samping Marpaung turut menimpali kalau anggaran sebesar itu dari desa-desa sebenarnya masih rugi. Mirisnya yang terjadi dengan adanya setoran dari desa tersebut tidak membuka pandangan solusi terbaik di hadapan para Anggota DPRD Kabupaten Sukabumi saat menggelar RDP beberapa waktu lalu, sebaliknya Wakil Ketua DPRD Kab.Sukabumi malah terkesan menutupi hasil pertemuan di ruangannya dengan mengumpulkan para pihak usai RDP".tutup Hakim Adonara.
JMI(RED)
0 komentar :
Posting Komentar