WWW.JURNAL MEDIA INDONESIA.COM

Pimpinan Kajari dan Kasi Pidsus Kejaksaan Negeri Subang yang Baru, Tetapkan Kades dan Bendahara Patimban Jadi Tersangka

Subang JMI - Setelah perjalanan yang begitu panjang, bertele- tele hingga isu jangkrik menyeruak yang dilontarkan oleh para bekingnya saat melakukan aksi mendukung mafia tanah dan berupaya menghambat proses hukum yang dilakukan tim seksi pidana khusus Kejaksaan Negeri Subang, akhirnya pimpinan baru Kejari Subang langsung mengambil langkah nyata, yakni berani menetapkan Kades dan Bendahara Desa Patimban sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi sewa lahan bengkok, pada Rabu (22/2/2023).

Hal tersebut di sampaikan langsung oleh Kepala Kejari Subang, DR. Akmal Kodrat, S.H., M.Hum didampingi Kepala Seksi Intelijen Kejari Subang, Akhmad Adi Sugiarto, SH, MH, dan Kepala seksi tindak pidana khusus William Jakson Sigalingging, S.H saat audiensi dengan Komunitas Anak Muda Peduli Anti Korupsi, Jum’at (24/2/2023).

“Pada hari Rabu tanggal 22 Februari 2023 kami telah menetapkan 2 tersangka kasus sewa lahan bengkok Desa Patimban, yaitu Kades Patimban dan bendaharanya," terang Akmal Kodrat kepada perwakilan KAMPAK di ruang Media Centre Kejari Subang.

Menanggapi hal tersebut, Kordinator KAMPAK yang juga Ketua Umum Forum Masyarakat Peduli Jawa Barat Asep Sumarna Toha alias Abah Betmen mengapresiasi setinggi- tingginya langkah nyata Kajari dan Kasie Pidsus baru yang langsung menunjukan taringnya tanpa basa-basi gerak cepat menetapkan tersangka sewa lahan bengkok Desa Patimban, tidak seperti pejabat sebelumnya yang terus mengulur- ulur hingga akhirnya keburu dimutasi.

Sebelumnya seperti diketahui bersama sejak naik tahap penyidikan pada bulan oktober 2022 lalu, KAMPAK telah berkali- kali melakukan aksi untuk mendesak Kejari Subang segera menetapkan tersangka, namun hal itu tak membuat I Wayan Sumertayasa, S.H.,M.H dan Aep Saepulloh, SH Kajari dan Kasie Pidsus lama bergeming, malah membuat berbagai alasan hingga menyebut harus ekposes diKejati Jabar dan dipimpin langsung oleh Kajati Jabar, namun hal itu lagsung dibantah oleh Kasi Penyidik Tipidsus Kejati Jabar, Dodi Emil Gazali, S.H.,M.H dan Kasie Penerangan Hukum Sutan SP Harahap, bahwa sama sekali tidak ada arahan dari pimpinan dan ekposes merupakan kewenangan Kejari Subang karena nilai kerugiannya dibawah 1 miliar.

Abah Betmen menginformasikan bahwa kasus tersebut awalnya adalah kasus Mafia tanah namun berubah menjadi kasus dugaan korupsi sewa lahan bengkok, padahal pihak- pihak yang diatasnamakan di Surat Keterangan Desa (SKD) tanah timbul yang saat ini sudah bersertipikat Hak Milik (SHM) telah dimintai keterangan. Namun sempat terlontar dari kasie Pidsus Kejari Subang kasus ini adalah pintu masuk untuk pengungkapan kasus mafia tanah Patimban. 

Seperti diberitakan sebelumnya, bahwa berdasarkan informasi melalui aplikasi SENTUH TANAHKU- SURVEI TANAHKU dan data yang kami terima diduga ada sekitar 500 bidang tanah di Desa Patimban Kecamatan Pusakanagara Kab. Subang proses sertifikasinya menggunakan program Presiden RI, yakni melalui Redistribusi Tanah Obyek Landreform Tahun 2021 dan ada sekitar 69 bidang seluas lebih kurang  1.029.346 m2 objeknya adalah laut/ teluk bernama Cirewang. Perlu diketahui bahwa identifikasi dan inventarisasi subyek dan obyek, pengukuran, penelitian lapang dilakukan oleh anggota sidang PPL (Panitia Pertimbangan Landreform), sidang PPL (sesuai SK Bupati), penetapan SK dan sampai penerbitan sertifikat. Laut Cirewang sudah bersertipikat diakui dan dibenarkan oleh ketua Tim dari Kantor ATR/BPN Subang yakni Hengky Sipayung.

Bahwa proses sertipikasi dasarnya adalah Surat Keterangan Desa (SKD) atas tanah Timbul/ Negara yang diterbitkan Pemerintah Desa Patimban yang diduga fiktif. Lebih mirisnya pemilik nama yang tercatat dalam SKD diduga hanya dipinjam KTPnya saja dengan iming- iming uang sebesar Rp3 – 5 jutaan dan diduga pemilik aslinya adalah oknum pejabat, APH, Ketua LSM/Ormas dan Pengusaha.

Jika saja 500 bidang itu setara dengan 500 hektar lebih tanah negara yang dihibahkan oleh Negara kepada masyarakat Adat di Desa Patimban dan harga tanah semisal 100.000 permeter, maka dugaan kerugian negaranya mencapai Rp.500 Miliar.

AGUS HAMDAN/JMI/RED
Share on Google Plus

0 komentar :

Posting Komentar

BERITA TERKINI

Moeldoko Center DPD DAN DPC Provinsi Bali Berbagi Kebahagiaan Akhir Tahun

BALI, JMI - Dalam semangat Natal dan akhir tahun, Moeldoko Center DPD dan DPC Di 3 Kabupaten Provinsi Bali hadir untuk menyebarkan cinta dan...