Sukabumi JMI, Sekitar tahun 2003 sebuah konflik muncul seiring rencana pembangunan Vihara Nam Hai Kwan Se Im Pu Sa atau lebih dikenal dengan nama Vihara Dewi Kwan Im di Desa Sangrawayang, Kecamatan Simpenan, Kabupaten Sukabumi. Sejumlah orang menolak rencana pembangunan tersebut.
Saat itu, sekelompok orang membakar sejumlah bangunan di vihara yang masih dalam proses pembangunan. Kisah itu terpatri dalam ingatan Kusumajaya.
Pria paruh baya itu sudah bekerja sebagai pengurus Vihara selama 23 tahun. Sehingga ia tahu benar setiap sudut di vihara tersebut.
Kusumajaya lalu bercerita soal konflik yang pernah terjadi. Ia juga bercerita soal perkembangan di sekitar saat ini.
"Namanya mungkin saat itu komunikasi kurang, saung-warung yang terbakar belum seperti saat ini hanya saung sementara, bangunan bambu," tutur Kusumajaya kepada detikJabar belum lama ini.
Soal isu pemahaman yang memantik aksi pembakaran tersebut, ia membantah. Menurutnya itu hanya kekhawatiran segelintir orang terhadap penyebaran pemahaman tersebut.
"Kemungkinan itu soal pemahaman. Padahal kalau dibicarakan, selama ini ada nggak perubahan untuk perekrutan (penyebaran pemahaman) atau minimal minimal kalau ada rekrut saya sendiri. Kedua mungkin (penyebaran kepada) karyawan. Tapi semua dihargai dan dihormati, tugas karyawan masing-masing punya tempat area yang dibersihkan, kemudian merawat pendopo membersihkan," ujar Kusumajaya.
Kusumajaya mengatakan, mayoritas karyawan atau pekerja vihara beragama Islam dan merupakan warga di sekitar Vihara. Dari 21 orang, hanya orang yang non muslim dan pemeluk agama Budha.
"Pengurus dan karyawan 21 (orang) jumlahnya, ada pemeluk Budha 1 orang di Altar Kwan Im, anak menantu Budha. Karyawan semuanya muslim. Tidak ada merekrut atau apa, yang datang sesuai kepercayaan mereka. Lokasi ini menjunjung tinggi keberagaman," ucap Kusumajaya.
Kusumajaya hapal setiap area di vihara. Bahkan setiap patung yang berada di dalamnya dengan fasih ia bisa menyebutnya.
"Kalau penjelasannya (arti simbol) saya kurang paham, bukan spek (kapasitas) saya. Namun yang jelas di lokasi ini kearifan lokal diangkat jangan sampai hilang, menjunjung tinggi kebudayaan, makanya ada pendopo-pendopo sesuai kearifan lokal," imbuhnya.
Tugas karyawan di vihara setiap hari adalah membersihkan patung-patung dan area altar. Meskipun dilakukan setiap hari, namun hal itu tidak mengoyak keimanan para pekerja di lokasi itu.
Sofyan Hadi, pekerja Vihara mengatakan Vihara Dewi Kwan Im dibangun Mama Airin perempuan berdarah Thailand bernama asli Anothai Kamonwathin. Semasa hidup, Mama Airin dikenal tegas soal keyakinan, termasuk keyakinan pegawai dan pengurus vihara.
"Tidak pernah ada ajakan gabung ke kepercayaan lain. Malah kalau mama masih ada, lebih menganjurkan beribadah, salat, ngaji. Bahkan lebih ketat di saat ada beliau, bahkan fasilitas berbadah juga disediakan," tutur Sofyan.
"Setiap hari semua pekerja membersihkan area altar, patung-patung yang ada di area Vihara. Soal kepercayaan yang dianut sangat dijunjung tinggi di tempat ini. Tahu dan paham bukan berarti harus menggoyahkan keimanan masing-masing orang. Mereka yang datang dengan kepercayaan dan keimanan masing-masing, kami sambut dan kami layani," pungkas Sofyan.
sumber detikcom
0 komentar :
Posting Komentar