wakil ketua DPR Sufmi Ahmad Dasco membuka ruang terbuka bahasan RKUHP/net
JAKARTA, JMI – Sufmi Dasco Ahmad selaku Wakil Ketua DPR mengatakan ada semangat dari komisi III DPR agar Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dapat disahkan menjadi Undang-Undang pada tahun ini.
"Kita lihat nanti
perkembangannya di hari-hari ke hari, kawan-kawan bekerja keras melalukan
komunikasi. Bila memang perlu kemudian dikerjakan pada saat reses, tentunya ada
mekanisme tersendiri yang akan dilakukan agar pembahasan tersebut juga bisa
berjalan dengan bagus" ujar Dasco.
Komisi III DPR selalu melakukan
harmonisasi untuk terciptanya payung hukum pidana nasional yang baik, perlu
diketahui bahwa DPR akan memasuki masa Reses di tanggal 16 Desember nanti.
"Saya pikir nanti kalau
beberapa hal yang tadinya belum sepakat, sudah disepakatin tentunya ya tidak
perlu lama-lama untuk melakukan sosialisasi kepada presiden. Agar apa yang
ditunggu-tunggu ini bisa segera terealisasi" ujar Dasco.
Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) menunda rapat
pembahasan rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) pada 21 dan 22
November 2022. Wakil Ketua Komisi III DPR Adies Kadir mengatakan, rapat digeser
menjadi pada 24 November mendatang.
Rencana hari kamis (24/11) pukul 10.00 WIB acara mendengarkan
masukan atau usulan DIM dari Fraksi terkait draft usulan pemerintah yang sudah
di sosialisasikan.
Rapat bersama Kemenkumham pada tanggal 3 dan 9 november 2022
kemarin masih ada beberapa isu krusial yang harus di kaji oleh pemerintah dan
komisi III DPR diantaranya living law yang berpotensi melanggar asas legalitas
dasar hukum pidana atau nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenalli.
Pasal-pasal terkait demokratis atau kebebasan berpendapat
yang harus di batasi pengertianya seperti Makar, penyerangan harkat dan
martabat Presiden dan wakilnya, penghinaan lembaga negara dan penghinaan
kekuasaan umum.
Selanjutnya adalah contempt of court terkait publikasi
persidangan dan rekayasa kasus sebagai usulan baru yang belum ada di draf
RKUHP. Lalu, pidana terkait narkotika yang harus disesuaikan dengan rencana
kebijakan narkotika baru dalam RUU Narkotika.
Kemudian, pidana lingkungan hidup yang harus menyesuaikan
administrasi dalam hukum lingkungan dan pemenuhan asas non-diskriminasi bagi
penyandang disabilitas dan penyesuaian nomenklatur. Terakhir, kohabitasi yang
menjadi over kriminalisasi karena bukan menjadi ranah negara untui
menjadikannya sebagai pidana.
FAR/JMI/RED
0 komentar :
Posting Komentar