Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto (jawapos.com)
JAKARTA, JMI -- Rencana Pemerintah untuk menghapus
listrik berkapasitas 450 VA sebagai upaya menyerap listrik milik PT PLN
(Persero) yang saat ini sedang mengalami oversupply dipandang sebagai sebuah
kebijakan yang tidak pro rakyat. Dengan kata lain, pemerintah lebih memilih
mengorbankan rakyatnya untuk membeli listrik lebih mahal ketimbang melakukan
rencana lain.
Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto menegaskan, kebijakan
pemerintah menghapus daya pelanggan listrik 450 VA tidak berperasaan dan
terburu-buru. Mulyanto meminta Pemerintah cermat dan komprehensif
mengatasi surplus listrik (oversupply) PLN.
"Jangan sampai rakyat dikorbankan dengan
menghapus daya pelanggan 450 VA. Jangan sampai kesalahan Pemerintah merencanaan
kebutuhan listrik ditimpakan kepada rakyat kecil. Ini tidak adil.," kata
Mulyanto kepada wartawan, Rabu (14/9).
Apalagi, lanjut Mulyanto, saat ini masyarakat
sedang sulit. Karena harus menghadapi pandemi Covid-19 yang belum usai,
kenaikan harga BBM, serta kenaikan harga bahan makanan.
“Apa pemerintah sudah tidak mampu lagi renegosiasi
dengan pihak pembangkit listrik swasta (IPP) untuk mengerem tambahan pembangkit
baru dalam upaya menekan surplus listrik ini?” tanyanya.
Terkait introduksi listrik dari sumber EB-ET
(energi baru-dan energi terbarukan), Mulyanto menyarankan pmerintah jangan
terpengaruh dengan intervensi asing mengenai energi terbarukan ini.
“Jangan tergopoh-gopoh dan manut saja didikte oleh
pihak internasional. Lalu ujung-ujungnya yang dikorbankan adalah rakyat dengan
meningkatnya tarif listrik,” paparnya.
Dengan adanya energi terbarukan dan pemerintah
menghapus layanan daya 450VA, justru akan makin membebani rakyat kecil.
Seharusnya pemerintah tetap memberikan subsidi bagi masyarakat yang kurang
mampu, terlebih kondisi ekonomi saat ini sedang sulit akibat pandemi.
"Jangan subsidinya ikut dihapus. Ini akan
memberatkan rakyat. Kemudian perpindahan daya listrik PLN dari 450 VA ke 900 VA
tersebut diberikan secara gratis tanpa dipungut biaya apapun,” tegasnya.
Mulyanto juga meminta Pemerintah berkonsultasi
dahulu dengan Komisi VII DPR RI, yang menangani masalah energi ini, sebelum
mengambil kebijakan terkait listrik, yang berdampak luas bagi masyarakat. Kalau
caranya seperti ini, sudah melanggar pakem ketatanegaraan, kata Mulyanto.
"Komisi VII DPR RI dalam waktu dekat akan
memanggil pihak terkait meminta keterangan soal ini,” demikian Mulyanto.
PLN tengah mengalami oversupply listrik sebanyak 6
Giga Watt (GW). Padahal tahun depan ada pembangkit listrik baru yang akan
beroperasi dan menambah oversupply listrik sebesar 1,4 GW menjadi total 7,4 GW.
Di sisi lain, pemerintah sedang menggemborkan produksi
listrik dari Energi Baru dan Energi Terbarukan. Listrik EBET akan masuk di
tahun 2030. Bila ini terjadi, maka diperkirakan oversupply listrik yang
dihadapi oleh PLN akan semakin membengkak, menjadi 41 GW.
RMOL/JMI/RED
0 komentar :
Posting Komentar