JAKARTA, JMI - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD menjelaskan soal rekening milik Gubernur Papua Lukas Enembe, yang kini sudah diblokir oleh Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK). Nominal duit yang disimpan di rekening mencapai Rp71 miliar.
Mahfud mengatakan, rekening milik Enembe akhirnya diblokir karena ditemukan transaksi mencurigakan.
"Itu sebenarnya adalah uang kontan yang bertumpuk-tumpuk berada di kamar. Lalu, pemerintah atau KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) tahu kalau uang itu kemudian diangkut ke bank. Dimasukan sekian (ke bank) diblokir, terus berulang polanya. Yang bersangkutan baru merasa (rekeningnya) diblokir setelah nominalnya mencapai Rp71 miliar," ujar Mahfud ketika diwawancarai oleh stasiun Metro TV dan tayang di YouTube pada 21 September 2022 lalu.
Proses pemindahan uang tunai itu, kata Mahfud, baru berhenti dilakukan oleh pihak Enembe setelah sadar rekeningnya diblokir.
Ia memastikan, pemerintah memiliki bukti telah terjadi pemindahan uang tunai dari kamar ke bank. Rekening yang diblokir itu, bakal dijadikan salah satu bukti untuk menjerat Enembe dengan dugaan melakukan korupsi. Ia juga membantah bahwa penetapan status tersangka terhadap Enembe adalah bagian dari politisasi kasus pidana dan kriminalisasi. Mahfud justru menyebut, sudah lama ingin memproses hukum Lukas Enembe, namun selalu diancam bahwa Papua akan dibuat merdeka.
"Sehingga (proses hukum) tertunda terus untuk menjaga situasi politik," tutur dia.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu juga menyebut, upaya penegakan hukum terhadap Lukas Enembe adalah bagian untuk membuat Papua lebih sejahtera dan maju. Apalagi menurut Mahfud, tindak rasuah yang diduga melibatkan Enembe masuk ke dalam 10 kasus korupsi besar di Papua.
"Justru kalau kami tidak bertindak (menyelesaikan perkara dugaan korupsi), itu namanya mempolitisasi karena membiarkan perkara ini menggantung," ujarnya lagi.
Lalu, kapan Lukas Enembe bakal diperiksa oleh penyidik KPK terkait dugaan penerimaan gratifikasi?
1. KPK tetapkan Lukas Enembe jadi tersangka bukan karena dia kader Partai Demokrat
Lebih lanjut, Mahfud menyebut, sikap pemerintah yang terlihat gamang dalam menyikapi kasus Lukas Enembe justru diprotes oleh publik di Papua. Mereka mengaku heran mengapa pemerintah justru takut untuk memproses dugaan rasuah yang melibatkan Enembe karena diancam bakal terjadi kerusuhan di Papua.
Di sisi lain, Mahfud turut menegaskan, Enembe ditetapkan jadi tersangka bukan karena ia adalah kepala daerah dari partai oposisi yakni Demokrat. "Tiga hari sebelumnya, Bupati Mimika, itu kan dari Partai Golkar, juga sudah ditahan oleh KPK. Jadi, politisasi di mananya? Kan katanya hukum dan keadilan harus ditegakan meskipun langit akan runtuh," kata Mahfud.
Dalam forum itu, Mahfud turut menegaskan penyampaian kasus Enembe ke publik bukan berarti Kemenko Polhukam yang menetapkannya sebagai tersangka. Hanya KPK yang memiliki kewenangan tersebut. "Saya hanya menunjukkan kepada rakyat, agar transaksi mencurigakan ratusan miliar itu dijelaskan lah kepada penyidik. Agar Papua bisa dibangun dengan baik," tutur dia.
2. Lukas Enembe diduga korupsi duit rakyat lalu dicuci seolah-olah menang judi
Lebih lanjut, Mahfud turut menjelaskan bahwa PPATK turut menemukan adanya transaksi mencurigakan yang berkaitan dengan Enembe dan kasino judi di dua negara yakni Singapura dan Malaysia.
Total uang yang terkait dengan transaksi judi tersebut mencapai 55 juta dolar Amerika Serikat atau Rp560 miliar. Enembe, kata Mahfud, memiliki manajer pencucian uang yang menyulap penggunaan uang negara yang diduga dikorupsi, seolah-olah milik Enembe usai menang berjudi di kasino.
"Jadi, peran dari manajer pencucian uang itu bertugas untuk menyamarkan uang dari negara dikorupsi lalu dicuci. Sehingga, seakan-akan halal. Misalnya, Anda korupsi Rp20 miliar. Lalu, datanglah dia ke rumah judi di Singapura. Pulang dari sana, ditunjukkan bahwa Anda baru menang judi Rp20 miliar.
Padahal, itu uang yang Anda bawa sendiri (ke Singapura). Sehingga, seolah-olah terbentuk persepsi itu bukan lagi uang korupsi. Sudah dicuci karena menang judi," kata Mahfud menjelaskan detail. "Padahal, dia (Enembe) berjudi pun tidak. Dia hanya datang saja. Itu temuan-temuan (PPATK)," tutur dia lagi.
Mahfud menambahkan, PPATK sudah lama memantau transaksi keuangan yang dilakukan oleh Lukas Enembe. Sehingga, ia dapat memastikan tak ada rekayasa politik di balik kasus dugaan korupsi Enembe.
3. Pengacara klaim Lukas Enembe berjudi dengan uang pribadi
Sementara, kuasa hukum Lukas Enembe, Aloysius Renwarin, tak menampik kliennya memang pernah berjudi di meja kasino di Singapura. Tetapi, transaksi di meja kasino adalah urusan pribadi kliennya.
Lagipula, kata Aloysius, kliennya berjudi dengan menggunakan uang pribadi dan bukan duit hasil korupsi seperti yang disampaikan oleh Menko Mahfud. "Pak Mahfud MD bilang kalau Beliau (Enembe) ada dana judi di sana. Itu kan (hal) privat. Tidak ada UU yang mengatur tentang pembuktian terbalik terkait rekeningnya. Beliau (Enembe) punya usaha emas di kampungnya di Tolikara," ungkap Aloysius ketika dihubungi pada 20 September 2022 lalu.
Ia turut menyentil sikap PPATK yang mengungkap transaksi keuangan milik kliennya. Menurut Aloysius, PPATK tak berhak menyampaikan hal tersebut ke publik.
"Itu kan uang pribadi. Tidak bisa PPATK mengungkapkan itu. Apalagi membuka rekening orang. Tidak ada UU diatur di Republik ini yang mengatur soal pembuktian terbalik rekening orang," katanya lagi.
Sementara, anggota tim kuasa hukum Enembe lainnya, Stephanus Roy Hening menyebut, telah berkoordinasi dengan Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur. Ia menyebut Enembe bersedia untuk diperiksa usai hasil pemeriksaan kesehatan yang dilakukan dokter pribadinya telah keluar. Saat ini dokter pribadinya masih berkonsultasi dengan dokter ahli di Singapura.
"Saya sudah koordinasi dengan Direktur Penyidkan KPK Asep Guntur, bahwa kalau Gubernur sudah sehat saya akan koordinasi kapan mau diperiksa. Ini pembicaraan saya di Mako Brimob dengan beliau," kata Roy pada 19 September 2022 lalu di Papua kepada media.
idnt/jmi/red
0 komentar :
Posting Komentar