Jakarta JMI, Kasus dugaan penipuan investasi robot trading kembali terjadi. Kali ini dugaan penipuan itu dialami oleh investor anggota robot trading Net89.
Salah seorang member robot trading Net89, Bambang Lukman Hadi bercerita soal dugaan penipuan tersebut. Awalnya ia merasa yakin menjadi member robot trading Net89 yang diselenggarakan oleh PT Simbiotik Multitalenta Indonesia (SMI) pada Juni 2019 silam. Keyakinan ia dapat setelah kurang lebih enam bulan mengamati aktivitas para member yang terlebih dahulu ikut pada sebuah grup Whatsapp.
"Januari-Juni saya ada di grup tersebut, saya amati percakapan, masalah, profit, wajar sekali. Background saya profesional (di dunia trading), enam bulan di grup tersebut, bagi saya sudah cukup pengamatan; ini (Net89) sebuah bisnis yang wajar," ujarnya, Senin (19/9).
Bambang karena itu kemudian memutuskan bergabung. Kebetulan, saat itu Hadi baru saja menjual rumah miliknya. Akhirnya ia pun menginvestasi dana sebesar Rp1 miliar, sebagian hasil jual rumah, untuk trading.
Pria yang juga seorang pengusaha itu menjelaskan saat itu ia tidak menaruh curiga. Sebab, semua yang ditawarkan masih masuk akal. Contohnya profit yang ditawarkan 1 persen per hari. Ia menuturkan untuk menjadi nasabah Net89, seseorang terlebih dahulu membeli paket ebook Net89 dengan jumlah tertentu, serta mendaftar ke broker yang dirujuk PT SMI. Setelah itu, calon member akan mendapat link yang secara otomatis untuk diikutsertakan ke dalam robot trading forex.
Trading forex robotik Net89 sendiri merupakan kegiatan trading forex euro-dolar AS dengan broker luar negeri, yakni Maxglobal, Zentrade, Global Premier, dan Blafx. Hasil trading member Net89 dikenakan profit sharing sesuai paketnya.
Dugaan Hadi pun tidak meleset, selama proses trading hingga berakhir pada 27 Januari 2022, sama sekali tidak ada masalah. Semuanya berjalan lancar.
Bahkan menurutnya, semuanya berjalan sesuai kondisi pasar dan tidak ada skema ponzi. Namun belakangan aktivitas Net89 dihentikan. Penghentian proses trading Net89 sendiri terjadi saat Bareskrim Polri memerintahkan para penyelenggara trading forex robotik menghentikan aktivitasnya dengan alasan marak skema ponzi.
Tak lama setelah perintah itu, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan (Kemendag) memblokir Net89 pada Februari 2022 silam.
PT SMI pun merespons pemblokiran dan larangan itu dengan mengarahkan seluruh member Net89 untuk segera mengikuti program Withdraw All (penarikan semua dana) dari broker masing-masing.
Hadi mengatakan di sini lah masalah mulai terjadi. Ia menyebut untuk tahap awal Withdraw All dibatasi jumlahnya maksimal US$500 per orang.
Meski demikian, nyatanya hanya 7 persen dari total sekitar 200 ribu member yang bisa melakukan Withdraw All. Itu pun tidak semua bisa mengambil US$500 atau setara Rp7,49 juta (asumsi kurs Rp14.994 per dolar AS).
Beberapa hanya bisa mengambil uang di bawah angka tersebut. Hadi sendiri mengaku baru bisa mengambil dana sebesar US$350 atau setara Rp5,24 juta. Padahal total dananya lebih dari Rp1 miliar.
Ia mengatakan sudah lebih dari enam bulan PT SMI belum memberikan kejelasan. Hadi merasa aneh mengapa Withdraw All pun dibatasi hanya US$500.
"Aneh sekali, kalau memang betul niatan dari siapapun pihak broker atau PT SMI, ingin bantu kenapa tidak dibuka secara langsung, itu kan dana kami," kata Hadi.
Hadi pun menceritakan bahwa Komisaris Utama PT SMI Andreas Andreyanto menyebut pihaknya telah berkoordinasi dengan broker. Namun, broker tidak memberikan respons.
Hadi menuturkan bahwa Andreas seolah-olah perlahan 'cuci tangan' dan mengkambinghitamkan broker. Bahkan, manajemen pun sudah mewacanakan munculnya risiko gagal bayar oleh broker.
"Menurut saya ini tidak beralasan. Siapa yang menunjuk broker? Anda (Andreas), siapa yang inisiatif Withdraw All? Andreas, yang bilang dana aman? Andreas, semua kembali pada bapak Andreas," ujarnya.
Menurut Hadi, program Withdraw All Net89 adalah rekayasa PT SMI. Program ini hanya upaya mengulur waktu dari PT SMI untuk menyelamatkan diri sendiri dari penyalahgunaan deposit member Net89 di broker.
Tidak hanya itu, Hadi menilai program tersebut juga merupakan 'exit plan' PT SMI dari dugaan penyalahgunaan deposit member Net89 di broker.
Hadi mengklaim dana lebih dari 200 ribu member Net89 masih tersandera. Jika diasumsikan setiap orang mewakili keluarga berisikan empat hingga lima anggota, lebih dari 1 juta orang terdampak oleh kerugian ini.
Adapun potensi kerugian total mencapai Rp10 triliun.
"Besaran dana juga kami konservatif, kami ambil rata-ratanya saja, yang paling kecil itu kan US$500. Ada yang US$500 ribu, US$5.000, US$10 ribu, US$20 ribu, US$50 ribu, US$100 ribu, itu lumayan banyak juga. Kami cukup US$500 saja itu kalau di rata-ratakan (kerugian) bisa Rp10 triliun lebih," jelas Hadi.
Oleh karena itu ia menuntut Andreas dana pihak PT SMI untuk serius terhadap program Withdraw All tersebut. Menurutnya, kalau memang di awal perusahaan berani menjamin dana member aman, maka ini adalah saat yang tepat untuk membuktikannya.
Ayah dari tiga orang anak ini mengatakan tindakan yang dilakukan PT SMI merupakan kejahatan intelektual tingkat tinggi. Dampak dari tertahannya dana member ini pun berimbas pada rasa frustasi, hingga deperesi para member.
Menurutnya, sudah banyak member Net89 yang kesulitan hingga menjual harta-benda untuk bertahan hidup. Selain itu, masa depan keluarga para member ikut terancam karena penurunan kualitas hidup, kesehatan, dan pendidikan.
"Kami dikasih harapan yang luar biasa besar di depan. (kemudian di ujung) dibanting, ini sakitnya luar biasa. Ini kejahatan tingkat berat," ungkap Hadi.
Sebagai upaya menggalang solidaritas dan perlawanan, Hadi pun menginisiasi pembentukan Gerakan Maju Perjuangkan Uang Rakyat Member Net89 (Gempur Net89). Gempur Net89 terdiri dari para member yang dirugikan.
Organisasi tersebut bekerja secara sukarela. Terdapat lima tim kerja dalam gerakan itu. Pertama, tim investigasi forensik digital yang bekerja kumpulkan bukti-bukti aliran dana dari dan ke broker, MaxGlobal, Global Premier, Zentrade & BLAfx, dan legalitas PT SMI dan perusahaan lain yang terkait.
Kedua, tim lembaga yudikatif. Ketiga, tim media massa. Keempat, tim hukum. Terakhir, tim konsolidasi member dan leader Net89.
Hadi menyebut seluruh tim dibantu sejumlah pakar atau praktisi di bidangnya agar dapat menambah kekuatan keahlian dalam melaksanakan tugas masing-masing.
"Ini gerakan yang menurut saya belum ada di Indonesia, yang satu nasib 'korban' dipersatukan, tapi cara melawannya beda. Jadi kami melawan secara terorganisir, strategis, kami ada tahapan," jelasnya.
dtk/JMI/Red.
0 komentar :
Posting Komentar