WWW.JURNAL MEDIA INDONESIA.COM

Vaksinasi Harus Tetap Gratis

menteri kesehatan budi gunadi sadikin (tempo.co)

JAKARTA, JMI
-- Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin merancang anggaran sebesar Rp 88,5 triliun untuk transformasi kesehatan tahun 2023. Anggaran tersebut dari alokasi anggaran kesehatan secara keseluruhan Rp 169,8 triliun tahun depan.

Meski begitu anggaran transformasi kesehatan tersebut menurun dari tahun 2022 yang Rp 96,8 triliun karena ada pengurangan pengadaan vaksin sebesar Rp 10 triliun. Praktisi dan peneliti Global Health Security, Dicky Budiman menilai, hal tersebut tidak akan menjadi masalah, asalkan mekanisme akses BPJS dan asuransi lain dipastikan berjalan.

Pemerintah harus memastikan biaya vaksinasi Covid-19 masuk dalam tanggungan BPJS Kesehatan atau asuransi swasta. Setidaknya, pemberian vaksinasi gratis harus tetap dilakukan hingga pemberian dosis empat.

"Covid-19 serius sekali. Kalau vaksinnya tidak diberikan, terutama yang booster (penguat), saya melihat di skenario terburuknya, minimal dosis keempat perlu masuk dalam tanggungan BPJS Kesehatan atau asuransi swasta," kata Dicky kepada Republika, Jumat (19/8).

Menurut Dicky, sangat ada kemungkinan pengalihan anggaran vaksinasi karena adanya mekanisme pasar akibat kondisi keterbatasan anggaran negara. Oleh karena itu, perlu ada kebijakan pemilahan sasaran berdasarkan kemampuan ekonomi peserta.

Oleh karena itu, Dicky yang pernah menjabat sebagai Sekretaris Dewan Pengawas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan pada 2016–2018 itu menekankan agar sebagian besar penduduk Indonesia harus menjadi peserta BPJS Kesehatan program JKN. Sehingga, hak peserta JKN ketika divaksinasi harus dibiayai anggaran JKN.

Dicky juga menegaskan, Covid-19 merupakan penyakit baru. Sehingga pemerintah harus lebih adaptif dalam menghadapinya. "Kita ketahui, vaksin juga tidak menurunkan kekebalan, anak usia sekolah atau usia tiga tahun ini siapa yang bayar. Kalau itu dalam kerangka JKN, dia harus ditanggung melalui mekanisme BPJS," ujar dia.

Ia menambahkan, ketika berbicara anggaran kesehatan dari dulu sampai sekarang, bila anggaran menurun atau terbatas untuk kesehatan harus dilihat keniscayaan bahwa tidak semua masyarakat dapat mengakses fasilitas kesehatan. Bahkan, banyak perilaku masyarakat yang enggan untuk berobat atau datang ke faskes.

"Itu bahkan mendekati 80 persen, bahkan di lansia bisa 96 persen. itu di luar alokasi anggaran pemerintah,” kata dia. Artinya, tak ada jaminan bila alokasi anggaran kesehatan menjamin masyarakat sehat. Sebab, banyak juga masyarakat yang menggunakan uang sendiri untuk mengobati.

Dia meminta, transformasi kesehatan harus betul-betul dibangun. Menurutnya, masalah klasik mengapa angka hunian RS menurun dan kemudian meledak, karena banyak masyarakat yang tidak langsung mendatangi faskes saat sakit.

"Itu karakter masyarakat yang perlu diubah, setidaknya Indonesia punya sistem yang memberi layanan sehingga mereka tidak sibuk mengobati sendiri, itu bisa berbahaya," kata dia menegaskan.

Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan pemerintah saat ini masih berfokus mendorong masyarakat untuk melengkapi dosis vaksin maupun yang belum divaksin. Hal ini disampaikan Wiku merespons informasi adanya rencana vaksin berbayar untuk kelompok non-PBI usai tidak lagi dialokasikannya anggaran khusus Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) pada 2023.

"Pemerintah saat ini berfokus mendorong masyarakat untuk melengkapi vaksinasinya termasuk vaksin booster satu untuk umum dan booster kedua untuk sumber daya manusia kesehatan," ujar Wiku dikutip dari saluran Youtube Sekretariat Presiden, Jumat.

Wiku juga mengingatkan pemerintah daerah yang belum memenuhi target vaksinasi booster 30 persen untuk terus meningkatkan cakupannya. Menurut Wiku, banyak daerah yang belum mencapai cakupan vaksinasi tersebut.

"Khususnya daerah yang masih mengalami peningkatan kasus tinggi seperti Banten, Jawa Timur dan Jawa Tengah, untuk segera meningkatkan cakupan vaksinasi boosternya," kata Wiku.

Memakai masker

Sementara itu, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) meminta tenaga pendidik di lingkungan sekolah agar terus mengingatkan siswanya untuk memakai masker dengan benar saat menjalani pembelajaran tatap muka (PTM). Ketua Satgas Covid-19 IDAI, Yogi Prawira mengatakan pemakaian masker yang baik dan benar jadi salah satu upaya untuk mengurangi risiko terpapar Covid-19.

"Gunakan masker secara tepat, harus sampai menutupi dagu, kita rekomendasikan adalah masker medis yang menutup hidung dan mulut," ujar Yogi.

Ia menambahkan jika dalam PTM terpaksa membuka masker, yakni saat makan, disarankan untuk tidak makan di ruang tertutup. Selain masker, lanjut dia, penyelenggara pendidikan diminta untuk memperhatikan ventilasi agar murid mendapatkan udara yang bersih.

"Disarankan untuk membuka jendela selebar-lebarnya, mungkin juga bisa menggunakan HEPA filter atau pasang exhaust. Pastikan udara dari ruangan itu bisa tersedot keluar dan ada aliran udara segar dari luar masuk ke dalam," ujar dia.

 

Sumber : Antara

Share on Google Plus

0 komentar :

Posting Komentar

BERITA TERKINI

Partisipasi Pemilih Anjlok, BPPNU Jakarta: Segera Evaluasi Tata Laksana Pilkada

Direktur Badan Pemantau Pilkada Nahdlatul Ulama (BPPNU) Jakarta H Abdul Azis Su’aidy Jakarta, JMI - Pemilihan Kepala Daerah (Pil...