JAKARTA, JMI -- Inflasi Indonesia pada Juli tahun ini diperkirakan melonjak dan semakin mendekati level 5%. Konsensus pasar yang dihimpun Media Mainstream dari 12 institusi memperkirakan inflasi secara tahunan (year on year/yoy) akan menembus 4,83% pada bulan ini.
Jika sesuai perkiraan maka inflasi akan mencapai level
tertingginya sejak November 2015 atau sekitar 6,5 tahun terakhir. Pada saat
itu, inflasi menyentuh 4,89%. Pada Juni 2022, inflasi tahunan mencapai 4,35%.
Namun, dibandingkan Juni (month
to month/mtm), inflasi Juli akan melandai menjadi 0,53%, dari 0,61% pada Juni. Badan
Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan data inflasi Agustus pada Senin
(1/8/2022).
Proyeksi inflasi dari konsensus pasar sejalan dengan proyeksi Bank
Indonesia (BI). Berdasarkan Survei
Pemantauan Harga BI pada minggu IV Juli 2022, inflasi Juli diperkirakan
mencapai 0,50% (mtm).
Menurut BI, komoditas yang
menyumbang inflasi di antaranya cabai
merah, bawang merah, angkutan udara, bahan bakar rumah tangga, cabai rawit,
tomat dan rokok kretek filter, daging ayam ras, mie kering, nasi dengan lauk,
air kemasan, dan tarif air minum PAM.
Ekonom BNI Sekuritas
Damhuri Nasution mengatakan inflasi Juli, terutama masih didorong oleh naiknya
harga pangan. Hari Raya Idul Adha pada 10 Juli lalu juga melambungkan sejumlah
komoditas pangan seperti telur, bawang merah, dan daging sapi.
"Pasokan bahan pangan
yang berkurang dan permintaan yang meningkat membuat harga sejumlah pangan
naik. Namun, sebagian harga pangan juga turun seperti minyak goreng dan
gula," tutur Damhuri,
Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional
(PIHPSN), harga telur ayam terus merangkak naik. Harga cabai dan bawang merah
memang sudah melandai tetapi masih tetap tinggi dibandingkan normalnya.
Harga telur ayam ras
dibanderol Rp 29.450 per kg, kemarin. Sepanjang bulan ini, harga telur ayam ras
sudah naik 1,2%.
Sebaliknya, harga cabai
rawit merah sudah melandai 4,6% sepanjang bulan ini menjadi Rp 73.200 per kg.
Harga bawang merah sempat melonjak di atas Rp 64.000 per kg pada awal Juli
sebelum turun menjadi Rp 55.950 per kg, kemarin.
Selain kelompok volatile,
inflasi akan disumbang oleh kelompok administered price yakni
BBM non-subsidi dan tariff dasar listrik.
Seperti diketahui, PT Pertamina (Persero) sejak 10 Juli menaikkan
harga tiga jenis BBM. Pertamax
Turbo (RON 98) naik dari semula Rp 14.500 per liter menjadi Rp 16.200 per
liter, sedangkan Dexlite naik dari semula Rp 12.950 per liter menjadi Rp 15.000
per liter.
Sementara itu, Pertamina
Dex naik dari Rp 13.700 per liter menjadi Rp 16.500 untuk wilayah DKI Jakarta,
Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara
Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
Pada awal Juli, PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) juga
menaikkan tarif listrik untuk pelanggan PLN golongan 3.500 Volt Ampere (VA) ke
atas (R2 dan R3) dan golongan pemerintah (P1, P2, dan P3).
"Sebagai
dampaknya ada tekanan yang meningkat karena kenaikan harga pada komponen
transportasi, perumahan, dan listrik," imbuh Damhuri.
Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman mengatakan inflasi Juli juga disebabkan oleh
faktor musiman yakni tahun ajaran baru.
Survei yang dilakukan CNBC Indonesia juga memperkirakan
inflasi inti Juli akan menembus 2,87% (yoy), tertinggi sejak Maret 2020
(2,87%). Faisal mengatakan inflasi inti kecenderungannya memang
akan terus merangkak naik. Pemulihan ekonomi membuat permintaan akan
meningkat pada semester II-2022.
Inflasi inti naik tajam
sepanjang tahun ini menyusul dilonggarkannya mobilitas masyarakat. Pada
Desember 2021 lalu, inflasi inti masih ada di angka 1,5% tetapi pada Juni tahun
ini sudah mencapai 2,63%.
Inflasi inti menjadi salah satu pertimbangan Bank Indonesia dalam
menentukan kebijakan moneter. BI
menargetkan inflasi inti di kisaran 2-4%.
Ekonom BCA David Sumual mengingatkan ada jeda waktu dalam laju
inflasi inti Indonesia dengan kondisi sesungguhnya sehingga kecepatan inflasi
inti baru terlihat dalam beberapa bulan.
"Di Indonesia itu ada buffer lewat fiscal
policy sehingga dampak (pergerakan harga) nya ada lagging ke
inflasi inti," tutur David
Senada, ekonom M. Ikbal Iskandar juga mengingatkan bahwa inflasi
inti akan merangkak naik ke depan menyusul keputusan pemerintah menaikkan harga
BBM non-subsidi.
"Inflasi inti sekarang mungkin masih di bawah 3% tetapi
dampak kenaikan harga BBM secara perlahan akan menaikkan inflasi
inti," tutur Ikbal dalam laporannya Economic Report June 2022: High
Inflation Continues.
CNBCI/JMI/RED
0 komentar :
Posting Komentar