Petugas melayani warga mengisi bensin Pertalite di Jakarta, Ahad (14/8/2022). Kementerian Keuangan meminta PT Pertamina (Persero) untuk mengendalikan BBM subsidi jenis Pertalite agar tidak semakin membebani APBN. Tercatat hingga Juli 2022 bahan bakar minyak (BBM) subsidi jenis Pertalite sudah disalurkan 16,8 juta kiloliter dari kuota 23 juta kiloliter.(tempo.co)
JAKARTA, JMI -- Antrean
kendaraan untuk mengisi bensin Pertalite kini sudah menjadi potret sehari-hari.
Pengendara harus menyisihkan waktu 10-20 menit untuk mengisi, tergantung
panjangnya antrean. Karena itu, bagi mereka yang tak sabar, memilih untuk
menggunakan Pertamax meskipun dari sisi harga jauh lebih mahal.
Antrean tersebut bagaimana pun
tak terlepas dari kenaikan harga minyak mentah dunia yang melambung tinggi.
Kondisi itu menyebabkan harga bensin meroket.
Sementara Pertalite sebagai produk bahan bakar penugasan yang
mendapat subsidi pemerintah perlahan dibatasi agar alokasi anggarannya tidak
jebol.
Berdasarkan catatan Pertamina, realisasi Pertalite per Juni 14,2
juta kilo liter, padahal kuotanya 23 juta kiloliter. Menteri Keuangan Sri
Mulyani Indrawati telah mewanti-wanti Pertamina agar bisa mengatur distribusi
supaya tidak over kuota.
Karena jika kuota berlebih otomatis jatah subsidi energi yang
keseluruhan mencapai lebih dari Rp 500 triliun dapat membengkak. APBN pun
semakin terbebani.
Perlukah Pertalite naik?
Pertanyaan ini memang dilematis. Ada beberapa opsi.
Pilihan pertama yang paling pragmatis adalah dengan menaikkan Pertalite, namun
dalam range yang tidak terlalu mahal. Ini pun tetap mesti mempertimbangkan
faktor inflasi.
Bagaimana pun kenaikan Pertalite akan memberikan faktor rambatan
ke berbagai sektor. Dari mulai transportasi publik yang berdampak terhadap
kenaikan tarif angkutan kota atau mungkin jasa ojek online.
Kemudian, kenaikan Pertalite juga berdampak pada kenaikan harga
barang kebutuhan seiring dengan ongkos transportasi yang meningkat. Misal bila
dari petani ke pasar yang sebelumnya habis bensin Rp 100 ribu meningkat
jadi Rp 150-120 ribu. Pun hal nya jasa pengiriman.
Lonjakan inflasi tentu akan menjadi pil pahit bagi masyarakat
yang baru mulai pulih setelah dihantam Covid-19. Jumlah penghasilan tetap atau
berkurang, sementara biaya kebutuhan bertambah.
Nah, karena itu jika Pertalite dinaikan, maka pemerintah mesti
menyiapkan bantalan jaring pengaman sosial dan memastikan harga kebutuhan pokok
lain dapat terjangkau. Distribusi bantuan langsung tunai sebagai kompensasi
dari kenaikan itu, mesti diberikan secara tepat sasaran.
Namun pemerintah bisa saja tidak menaikkan Pertalite yakni
melalui skema pembatasan pembelian yang lebih ketat. Lewat opsi kedua ini,
misal setiap kendaraan yang berhak mendapat subsidi hanya diperbolehkan
maksimal lima liter per hari. Sisanya harus beli nonsubsidi. Hanya saja,
kekurangan dari model ini adalah dari sisi pengawasan. Karena rentan terjadi
kebocoran.
Pilihan ketiga yakni dengan tetap menambah kuota bensin subsidi.
Plafon subsidi diperbesar mengambil kompensasi dari kenaikan pendapatan dari
sektor tambang seperti batu bara dan atau komoditas sawit. Inflasi memang bisa
ditekan. Namun ruang fiskal pemerintah menjadi sangat terbatas.
Anggaran untuk sektor-sektor lain menjadi sangat terpangkas
karena semua tersedot ke subsidi energi. Padahal, pemerintah sudah mulai
bersiap-siap untuk bangun infrastruktur ibu kota baru yang pastinya membutuhkan
biaya tak sedikit.
Dari tiga pilihan itu, pemerintah sepertinya akan tetap
mengambil opsi yang pertama dengan menaikkan secara terbatas.
Sinyal-sinyal kenaikan itu pun sudah secara jelas terlihat dari
komentar-komentar yang disampaikan oleh sejumlah pejabat, baik Kemenko Perekonomoian
maupun Kementerian ESDM.
Menteri Investasi Bahlil Lahadalia bahkan telah meminta ke
wartawan agar menyampaikan ke masyarakat agar bersiap-siap menaikkan harga
Pertalite. Kebijakan ini, nantinya akan dikombinasikan dengan aneka pembatasan
lain untuk menekan beban subsidi di APBN.
Boleh dibilang, kenaikan pertalite adalah sebuah pil pahit untuk
meredakan nyeri bagi keuangan negara. Namun jika tidak barengi dengan
resep-resep lain, bisa saja dia memicu alergi atau efek sampingan
lain.
RPBLK/JMI/RED
0 komentar :
Posting Komentar