Jakarta JMI, Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata membeberkan kronologi dugaan tindak suap dan gratifikasi terkait yang dilakukan oleh mantan Bupati Tanah Bumbu, Mardani Maming pada Kamis (28/7/2022) di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Pusat.
Dalam penjelasannya, Marwata mengatakan Mardani Maming diduga terima uang
sekira Rp 104 Miliar.
Marwata mengungkapkan bahwa Mardani Maming memiliki wewenang sebagai bupati
pada periode 2010-2015 untuk memberikan persetujuan izin usaha pertambangan di
wilayah Kabupaten Tanah Bambu, Kalimantan Selatan
Lalu, ada satu perusahan bernama PT Prolindo Cita Nusantara (PT PCN) ingin
memperoleh izin usaha pertambangan operasi produksi (IUPOP) milik PT Bangun
Karya Pratama Lestari (PT BKPL) di tahun 2010.
"MM yang menjabat Bupati Tanah Bumbu pada periode 2010-2015 hingga
2016-2018 memiliki wewenang yang satu di antaranya memberikan persetujuan izin
usaha pertambangan operasi dan produksi di wilayah pemerintahan Kabupaten Tanah
Bumbu, Kalimantan Selatan."
"Pada tahun 2010, salah satu pihak swasta yaitu Henri Soetio selaku
pengendali PT PCN (Prolindo Cipta Nusantara) bermaksud untuk memperoleh IUP/OP
milik PT BKPL seluas 370 hektar yang berlokasi di Kecamatan Angsana, Kabupaten
Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan," jelas Marwata dalam tayangan Breaking
News Kompas TV.
Kemudian, katanya, demi memperlancar perizinan, Henri Soetio mendekati
Mardani MM.
Henri Soetio pun lalu dipertemukan dengan Kepala Dinas Pertambangan dan
Energi Kabupaten Tanah Bumbu saat itu, Raden Dwijono Putra Hadisutopo oleh Mardani
Maming di tahun 2011.
"Dalam pertemuan tersebut, MM diduga memerintahkan Raden Dwiyono
Putrohadisutopo agar membantu dan memperlancar pengajuan IUP/OP dari Hendri
Setyo. Selanjutnya di bulan Juni 2011, surat keputusan MM selaku bupati tentang
IUP/OP terkait peralihan dari PT BKPL ke PT PCN ditandatangani MM di mana
diduga ada beberapa kelengkapan administrasi dokumen yang sengaja dibuat
tanggal muncul dan tanpa bubuhan paraf dari beberapa pejabat yang
berwenang," jelasnya.
Adapun, kata Marwata, peralihan IUPOP ini diduga telah melanggar ketentuan
pasal 93 ayat 1 UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
(Minerba).
"Pemegang
IUP dan IUPK tidak boleh memindahkan IUP dan IUPK ke pihak lain," katanya.
Setelah memperoleh IUPOP, Mardani Maming pun meminta agar Henri Soetio
mengajukan pengurusan perizinan pelabuhan dengan adanya dugaan dimonopoli oleh
PT Angsana Terminal Utama (PT ATU) yang merupakan milik politisi PDI-P
tersebut.
"Diduga PT ATU dan beberapa perusahaan yang melakukan aktivitas
pertambangan adalah perusahaan fiktif yang sengaja dibentuk MM untuk mengolah
dan melakukan usaha pertambangan hingga membangun pelabuhan di Kabupaten Tanah
Bumbu," imbuhnya.
Adapun PT ATU dan perusahaan fiktif tersebut masih berafiliasi dengan keluarga Mardani
Maming demi mengolah, melakukan usaha pertambangan, hingga membangun pelabuhan
di Kabupaten Tanah Bumbu.
"Perusahaan-perusahaan tersebut susunan direksi dan pemegang sahamnya
masih terafiliasi dan dikelola pihak keluarga MM dengan kendali perusahaan
tetap dilakukan oleh MM," jelasnya.
Setahun berselang, perusahaan ATU melanjutkan pembangunan pelabuhan yang
mana seluruh dananya berasal dari Henri Soetio
Pemberian dana tersebut dilakukan oleh Henri Soetio hingga tahun 2014.
"Pada tahun 2012, PT ATU mulai melaksanakan operasional usaha membangun
pelabuhan dalam kurun waktu 2012-2014 dengan sumber dana seluruhnya dari Henri
Soetio di mana pemberiannya melalui permodalan dan pembiayaan operasional dari
PT ATU," jelasnya.
Kemudian diduga beberapa kali Hendri Setio memberikan uang kepada Mardani
Maming melalui beberapa orang kepercayaan dan perusahaan yang terafiliasi
dengan MM.
Lalu dalam aktivitasnya dibungkus dalam formalisme kerja sama underlying
dalam rangka memayungi adanya dugaan aliran uang dari PT PCN melalui beberapa
perusahaan milik MM.
"Uang
diduga diterima dalam bentuk tunai maupun transfer rekening dengan jumlah
sekitar Rp 104,3 miliar dalam kurun waktu tahun 2014-2020," jelasnya.
Atas perbuatannya, Mardani Maming disangkakan pasal 12 huruf a atau huruf d
atau pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana
telah diubah UU No 20 tahun 2001 tentang perubahan UU No 31 Tahun 1999 juncto
pasal 55 KUHP.
Mulai kemarin, Mardani Maming akan ditahan hingga 16 Agustus 2022 di Rutan
KPK Pomdam Jaya Guntur.
"Untuk proses penyidikan dilakukan upaya paksa penahanan bagi tersangka MM oleh tim penyidik selama 20 hari pertama terhitung hari ini 28 Juli 2022 sampai dengan tanggal 16 Agustus 2022 di Rutan KPK Pomdam Jaya Guntur," ungkapnya
Sumber : tribunnews
0 komentar :
Posting Komentar