|
sumber foto (liputan6) |
JAKARTA, JMI -- CEO SpaceX Elon Musk kerap berkicau soal kekhawatirannya atas
penurunan penduduk Bumi. Ia pun menjadikan kondisi itu sebagai pembenaran
bahwa dirinya banyak anak.
Dalam sebuah kicauannya, Musk mengatakan telah terjadi
bencana demografis dalam dua tahun terakhir karena penurunan tingkat
kelahiran di Amerika Serikat (AS).
"Tingkat kelahiran di AS berada di
bawah level yang berkelanjutan dalam 50 tahun terakhir,"
kicau dia.
Dalam
tangkapan layar yang diunggah Musk, terlihat angka kelahiran di AS berada di
level 2,0 pada tahun 2020. Padahal, menurutnya, generasi yang menggantikan
dirinya perlu angka hingga 2,1.
Musk
kemudian menimpali cuitannya itu dengan nada bercanda. Miliarder berusia 50
tahun itu mengaku telah melakukan bagian tugasnya.
"Ini
benar-benar sangat tak biasa. Secara statistik, semakin kaya seseorang, semakin
sedikit anak yang dia miliki," lanjut Musk.
Elon
Musk diketahui memiliki total sepuluh anak, dengan salah satunya sudah
meninggal, dari hubungannya dengan beberapa perempuan.
Melalui
pernikahannya dengan Pengarang Justine Wilson, Musk memiliki enam anak; Nevada
Alexander Musk (meninggal saat usia 10 minggu), Griffin dan Xavier Musk
(kini bernama Vivian Jenna Wilson), serta Kai, Saxon, dan Damian.
Pacaran
dengan penyanyi Grimes sejak Mei 2018, Musk dianugerahi dua anak; X AE
A-XII dan Exa Dark Sideræl Musk alias 'Y'. Putus dari Grimes, Musk belakangan
dikabarkan punya anak kembar dari CEO Neuralink, Shivon Zilis.
"Melakukan yang terbaik untuk membantu
krisis populasi," kicau Musk, "Anjloknya angka kelahiran adalah
bahaya terbesar bagi peradaban".
Namun,
benarkah dunia tengah krisis populasi alias kekurangan penduduk?
Mengutip Live Science, saat ini ada sekitar
8 miliar penduduk di Bumi. Jumlah tersebut meningkat drastis sejak pertama kali
Homo Sapiens muncul, yakni 300 ribu tahun lalu.
Ketika
itu, populasi manusia hanya 10 ribu. Butuh 35 ribu tahun bagi manusia untuk
berlipat ganda. Demikian menurut Joel E. Cohen selaku kepala Laboratorium
Populasi di Rockefeler University dan Columbia University di New York.
Populasi
manusia kemudian meningkat menjadi 1 juta hingga 10 juta ketika penemuan
pertanian yakni 15 ribu hingga 10 ribu tahun lalu. Pasca-penemuan itu, manusia
hanya butuh waktu 1.500 tahun melipatgandakan populasinya.
Jangka
waktu yang dibutuhkan populasi manusia untuk berlipat ganda kian singkat. Pada
abad ke-16, manusia hanya butuh waktu 300 tahun sebelum menyusut menjadi 130
tahun pada abad ke-19.
Menurut
Divisi Populasi PBB, jumlah penduduk dunia akan mencapai 10,4
miliar pada 2080-an dan akan stabil di angka tersebut hingga 2100.
Cohen
mengatakan populasi manusia akan stabil jika angka kelahiran dan kematian
sebanding. Namun, perubahan lingkungan seperti polusi dan penyakit, bisa
meningkatkan atau menurunkan kapasitas tampung sebuah habitat.
Max
Roser, direktur Program Oxford Martin untuk Pembangunan Global di Inggris,
seolah membenarkan pandangan Musk.
Dalam
jurnal di Our World in Data, ia menyebut negara-negara berpenghasilan tinggi,
dengan kaum perempuan memiliki akses yang lebih tinggi ke pendidikan dan
keluarga berencana, cenderung memiliki tingkat kelahiran yang lebih rendah dan
ukuran keluarga yang lebih kecil daripada di negara-negara berpenghasilan
menengah dan rendah.
Patrick
Gerland dari Divisi Populasi PBB mengungkapkan sudah ada tanda peningkatan
populasi manusia. Hal itu terlihat dari tingginya angka kelahiran di negara
berpendapatan rendah, kendati di sana angka kematian tinggi dan rentang hidup
yang pendek.
"Jika
Anda punya rasio dua anak per pasangan, maka Anda bisa beranjak ke angka
populasi yang lebih atau kurang stabil. Ketika Anda mendapatkan yang lebih
sedikit dari dua, sejak satu generasi ke berikutnya, populasi Anda akan
menyusut atau hilang. Jika sebaliknya, maka populasi Anda akan tumbuh,"
jelas dia.
Soal
daya dukung Bumi terhadap manusia yang terus berkembang, Gerland menyatakan,
"ini masalah mode produksi, mode konsumsi, siapa yang memiliki akses ke
apa dan bagaimana."
"Masa
depan populasi dunia dikendalikan oleh campuran perjuangan hidup dan
reproduksi".
Sebuah studi
yang diterbitkan dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences
mengungkapkan pengaruh pola makan pada daya dukung Bumi.
Jika
penduduk Amerika Serikat beralih ke pola makan vegetarian, wilayah
tersebut bisa digunakan untuk menanam tanaman ketimbang ternak. Ini
disebut bisa memberi tambahan makanan bagi 350 juta orang Amerika.
Alhasil,
tak ada angka pasti jumlah manusia yang dapat ditampung Bumi atau
jumlah populasi maksimalnya. Itu tergantung cara manusia memproduksi dan
mengkonsumsi sumber daya alam.
Dengan
kata lain, mungkin ada batas atas berapa banyak manusia yang dapat didukung
Bumi, tetapi kita mesti mengendalikan keserakahan.
Dalam
bahasa Cohen, jika kita ingin Bumi tetap punya daya dukung, kita mesti
memutuskan "berapa banyak orang yang menginginkan Jaguar beroda empat dan
berapa banyak yang menginginkan jaguar berkaki empat."
CNNI/JMI/RED
0 komentar :
Posting Komentar