JAKARTA, JMI -- Teori Bumi datar sudah hidup sejak manusia penasaran dengan alam semestanya
namun masih memiliki keterbatasan teknologi
pengamatan. Masalahnya, gagasan itu tetap hidup saat ragam misi antariksa hilir mudik ke luar angkasa. Kenapa?
Para "flat earther" alias penganut teori Bumi
datar itu kini bahkan hidup di negara yang menjunjung tinggi penjelajahan ruang
angkasa, Amerika Serikat. Salah satu yang mendorongnya adalah penyebaran di
media sosial, terutama YouTube, dan menguatnya politik kanan yang
anti-sains.
Mantan Presiden AS Barack Obama pernah
menyatakan kekesalannya atas penolakan sebagian pihak soal perubahan
iklim sambil mengatakan, "Kami tidak punya waktu untuk
pertemuan komunitas Bumi datar."
Gagasan
itu sebenarnya sudah lama berkembang di berbagai kebudayaan kuno, seperti
Yunani, India, Mesir, Mesopotamia, dan China.
Dikutip
dari The Conversation,
penyair Homer dan Hesiod menggambarkan Bumi yang datar yang dipertahankan oleh
Thales. Banyak filsuf Yunani kuno juga mempercayainya,
termasuk Lucretius dan Democritus, pendiri teori atom.
Konsepsi
Yunani kuno soal Bumi memiliki beberapa kesamaan dengan pemikiran Mesir dan
Mesopotamia awal. Kedua pihak menganggap Bumi adalah piringan besar yang
dikelilingi oleh badan air raksasa.
Orang
China kuno juga hampir sepakat dalam pandangan mereka tentang ratanya
Bumi, yakni berupa persegi, meskipun menganggap langit berbentuk bulat.
Sejumlah
konsep India kuno, yakni dalam Hinduisme kuno, Jainisme, dan Buddha,
mengikat kosmografi mereka dengan gambar botani. Menurut mereka, bumi terdiri
dari empat benua yang mengelilingi gunung, mirip dengan cara kelopak mengelilingi
kuncup dari sebuah bunga.
Sementara,
Norwegia kuno menyebut Bumi berbentuk datar dan dikelilingi laut yang
dihuni oleh ular raksasa yang melingkar.
Pendapat
lainnya, seperti orang Gunung Arapesh di Papua Nugini, membayangkan dunia
yang berujung di cakrawala, tempat awan raksasa berkumpul.
Sejak
abad 6 Sebelum Masehi (SM), teori Bumi datar perlahan mulai ditinggalkan.
Zaman Aristoteles pada abad 4 SM, gagasan tentang Bumi yang bulat adalah
hal yang lazim, setidaknya di kalangan terpelajar.
Dan
pada abad 1 SM, teori Bumi datar dianggap sebagai kebenaran yang tidak
kontroversial. Karena itu, teori Bumi datar terus berlanjut sebagai tradisi
kecil dalam pemikiran, seperti beberapa teori dalam sains.
Era Modern
Lompat ke abad
20 M, komunitas Bumi datar mulai dibentuk pada 1956 oleh Samuel Shenton.
Pensiunan mekanik pesawat, Charles K. Johnson, saat menjabat presiden untuk The
International Flat Earth Society pada 1972, mulai membuat serangkaian klaim
yang menyebar ke luar komunitas.
Misalnya,
menyatakan pendaratan pesawat antariksa Apollo di bulan adalah
palsu, menyebut pandangan yang benar tentang dunia adalah pandangan
Kristen tradisional tentang bumi yang datar.
Padahal,
para pemikir Kristen Ortodoks mendukung gagasan Bumi bulat sejak abad ke-5 SM.
Komunitas ini tak sendirian. Jajak pendapat
yang dibuat YouGov America pada 2018 dan FDU pada 2022 menemukan bahwa 11
persen orang Amerika percaya bahwa Bumi mungkin datar.
Carlos
Daiz Ruiz, Assistant Professor di Hanken School of Economics, Finlandia, dalam
tulisannya di Space, menyebut ide lama ini menyebar terutama lewat YouTube.
Penelitiannya
bersama Tomas Nilsson dari Universitas Linnaeus itu dilakukan dengan
menganalisis ratusan video YouTube bertema teori Bumi datar.
Peneliti
mengamati bahwa kaum Bumi datar memanfaatkan perang budaya yang sedang
berlangsung dengan memasukkan argumen mereka sendiri ke dalam logika.
Perdebatan ini sudah berlangsung lama dan bisa sangat pribadi bagi peserta di
kedua sisi.
Ruiz
mengungkap sejumlah modus 'cocokologi' kaum ini hingga seolah-olah argumennya
masuk di akal.
Pertama,
berdebat soal keberadaan Tuhan tapi kembali ke cara zaman kuno, yakni memakai
akal tanpa pengamatan.
Orang-orang
sudah lama memperdebatkan ateisme vs keimanan, evolusi vs kreasionisme, dan
Ledakan Besar (Big Bang) vs rancangan cerdas. Sementara, apa yang dilakukan
kaum Bumi datar adalah menyusun argumen bahwa ateis menggunakan pseudosains,
evolusi, Ledakan Besar, dan Bumi bulat, untuk membuat orang menjauh dari Tuhan.
"Mereka
(ateis) menciptakan [teori] Big Bang untuk menyangkal bahwa Tuhan menciptakan
segalanya, dan mereka menciptakan [teori] evolusi untuk meyakinkan Anda bahwa
Dia lebih peduli pada monyet daripada tentang Anda, kata seseorang yang
mempercayai Bumi datar seperti dilansir Space.
"Mereka
menciptakan Bumi yang bulat karena Tuhan tidak bisa berada di atas Anda jika
Dia juga di bawah Anda, dan mereka menciptakan alam semesta yang tak terbatas, untuk
membuat Anda percaya bahwa Tuhan jauh dari Anda," lanjutnya.
Kedua,
menggaungkan teori konspirasi bahwa elite penguasa yang terdiri dari politikus
dan selebritas korup bersekongkol untuk menyimpan pengetahuan untuk diri mereka
sendiri dengan mendistorsi sifat dasar realitas.
Pesannya,
kata Ruiz, adalah bahwa orang mudah dikendalikan jika percaya apa yang
diceritakan daripada yang apa yang mereka lihat sendiri. Memang, Bumi tampak
datar dengan mata telanjang.
Ketiga,
memakai dalih untuk percaya pada apa yang dilihat. Modus ini didasarkan pada
argumen pemikiran bebas yang berawal dari perdebatan sengit tentang ada atau
tidaknya Tuhan, misalnya dalam teks konstitusi AS.
Pandangan
sekularis ini berargumen bahwa orang-orang rasional seharusnya tidak mempercayai
otoritas atau dogma dan sebaliknya, mereka seharusnya hanya mempercayai alasan
dan pengalaman mereka sendiri.
Pemikir
bebas tidak mempercayai ahli yang menggunakan "pengetahuan buku" atau
"matematika omong kosong" yang tidak dapat ditiru oleh orang awam.
Ruiz
mengatakan kaum Bumi datar sering menggunakan pengamatan pribadi untuk menguji
apakah Bumi itu bulat, terutama melalui eksperimen buatan sendiri. Mereka
melihat diri mereka sebagai visioner dan ilmuwan masa lalu, seperti Galileo
modern.
Padahal,
sesungguhnya mereka tertinggal beberapa puluh abad dari teknologi pengamatan
saat ini.
Sumber : CNN Indonesia
0 komentar :
Posting Komentar