JAKARTA, JMI -- Di saat penggunaannya
kian populer, terutama kalangan anak-anak, sepeda listrik malah mulai dilarang di Makassar, Sulawesi Selatan. Kenapa?
Kepala Satuan Lalu Lintas Polrestabes
Makassar AKBP Zulanda mengatakan ada perbedaan aturan antara sepeda motor
listrik dan sepeda listrik.
"Kita berharap masyarakat tidak salah
persepsi meski ada dua tipe kendaraan listrik. Saya bilang ada perbedaan
penggunaan sepeda motor listrik dan sepeda listrik," ujar dia, dikutip dari
situs NTMC Polri.
"Selain
larangan menggunakan di jalan raya, kami juga telah mengimbau kepada
distributor untuk tidak lagi memperjualbelikan sepeda listrik bertenaga baterai
listrik itu," ucapnya saat dikonfirmasi terpisah, Selasa (12/7).
Menurutnya, penggunaan sepeda
listrik kerap disalahartikan dengan sepeda motor listrik yang tertuang dalam
Peraturan Menteri Perhubungan nomor PM 45 tahun 2020
tentang Kendaraan Tertentu dengan Menggunakan Penggerak Motor Listrik.
Permenhub
itu menyebutkan sepeda motor listrik telah memiliki Sertifikasi Uji Tipe
(SUT) dan Sertifikasi Uji Tipe Kendaraan (SRUT) serta terdaftar resmi di
Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (Samsat), memiliki STNK, serta
teregistrasi dan sesuai spesifikasi keselamatan, sebab di uji tipe lebih dulu.
Zulanda mengatakan
sepeda listrik tidak termasuk dalam golongan kendaraan bermotor karena tidak
ada SUT dan SRUT dengan kecepatan maksimal 25 kilometer per jam.
Selama
pelaksanaannya dalam dua tahun, evaluasi pihaknya menunjukkan bahwa masyarakat
menganggap sepeda listrik sama dengan sepeda motor listrik.
"[Sepeda listrik] itu yang
saya larang penggunaannya di jalan raya karena tidak ada uji tipe. Namun,
banyak pelanggar memiliki sepeda listrik ke jalan raya. Rata-rata digunakan
anak-anak sekolah, tidak menggunakan helm, dan kecepatannya lebih dari 25
kilometer per jam," tutur Zulanda.
Aturan
soal uji tipe pada Permenhub itu menginduk pada Undang-undang Nomor
22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
"Dalam pasal 48 sampai pasal 56, dimana sudah diatur kendaraan
yang menggunakan motor yang harus memiliki persyaratan teknis dan layak jalan
dengan serangkaian uji tipe yang dilakukan pemerintah," ujar Zulanda.
"Apabila
lulus akan diterbitkan surat lulus uji tipe, setelah itu baru diregistrasi di
Samsat," sambungnya.
Jika melanggar, jerat pidana berupa sanksi dan denda menanti
seperti yang tercantum pada Pasal 277 UU LLAJ.
"Setiap orang yang memasukkan Kendaraan
Bermotor, kereta gandengan, dan kereta tempelan ke dalam wilayah Republik
Indonesia, membuat, merakit, atau memodifikasi Kendaraan Bermotor yang
menyebabkan perubahan tipe, kereta gandengan, kereta tempelan, dan kendaraan
khusus yang dioperasikan di dalam negeri yang tidak memenuhi kewajiban uji tipe
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh
empat juta rupiah)," demikian bunyi pasal itu.
"Ancaman pidana ada pada pasal 277, karena merakit dan
memodifikasi kendaraan yang menggunakan motor yang tidak memenuhi uji tipe
dengan hukuman pidana penjara 1 tahun atau denda Rp 24
juta," imbuh Zulanda.
Tak cuma itu, Zulanda mengatakan penjual
sepeda listrik juga bisa dikenakan pidana terkait tindak pidana turut
serta yang diatur dalam pasal 55 dan atau pasal 56 KHUP.
Sejauh ini, kata dia, kepolisian masih dalam tahap mengimbau kepada para
penjual maupun pengguna sepeda listrik bertenaga baterai. Jika tak dipindahkan, pihaknya akan menindak.
"Apabila dalam imbauan dan sosialisasi ini tidak
diindahkan, maka akan dilakukan tindakan tegas terhadap pelanggar dan pelaku
pidana tersebut," tandasnya.
Sumber : CNN Indonesia
0 komentar :
Posting Komentar