Jakarta, JMI - Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI buka suara terkait pernyataan kontroversial mantan Perdana Menteri (PM) Malaysia Mahathir Mohamad. Sebelumnya, PM terlama Negeri Jiran itu mengklaim Kepulauan Riau milik Indonesia seharusnya menjadi wilayah negaranya.
Juru Bicara Kemlu RI, Teuku Faizasyah mengatakan wilayah NKRI ditentukan
berdasarkan prinsip dan ketentuan hukum internasional yang berlaku. Sehingga
pemerintah tidak melihat dasar hukum atas pernyataan Mahathir.
"Indonesia tidak melihat dasar hukum dan alasan pernyataan Tun
Mahathir," ujarnya, Rabu (22/6/2022).
"Di tengah situasi dunia yang sedang menghadapi banyak tantangan,
seorang politisi senior seharusnya tidak menyampaikan statement yang tidak
berdasar (baseless) yang dapat menggerus persahabatan," tambahnya.
Ia juga menekankan bahwa kepulauan Riau adalah wilayah NKRI. "Dan
sampai kapanpun akan menjadi wilayah NKRI," tegasnya lagi.
Pernyataan kontroversial Mahathir terjadi kala dia berpidato Minggu
(19/6/2022). Saat itu ia membuka acara yang diselenggarakan organisasi
non-pemerintah.
Awalnya ia membahas Singapura yang seharusnya dimiliki Johor. Ia berujar
seharusnya negara bagian Malaysia itu menuntut Singapura dikembalikan ke
Malaysia.
"Namun, tidak ada tuntutan apapun dari Singapura. Sebaliknya, kami
menunjukkan apresiasi kami kepada kepemimpinan negara baru bernama Singapura
ini," katanya dari Straits Times.
Ia kemudian menyinggung Sipadan dan Ligitan di Kalimantan yang dimenangkan
oleh Malaysia dari Indonesia di Mahkamah Internasional (ICJ). Ia juga
menyinggung bagaimana Malaysia menuntut Pulau Batu Puteh (Pedra Branca) dari
Singapura.
"Seharusnya kita tidak hanya menuntut agar Pedra Branca atau Pulau Batu
Puteh, dikembalikan kepada kita, kita juga harus menuntut Singapura dan
Kepulauan Riau, karena mereka adalah Tanah Melayu," tambahnya lagi
disambut tepuk tangan penontonnya.
Menurutnya Tanah Melayu dulu sangat luas, membentang dari Tanah Genting Kra
di Thailand selatan sampai ke Kepulauan Riau, dan Singapura. Tetapi sekarang
terbatas di Semenanjung Malaya.
Perlu diketahui, pada tahun 2002, ICJ memutuskan bahwa Sipadan dan Ligitan
milik Malaysia dan bukan milik Indonesia. Pada 2008, ICJ memutuskan bahwa Pedra
Branca milik Singapura, sementara kedaulatan atas Middle Rocks di dekatnya
diberikan kepada Malaysia.
Pada 2017, Malaysia mengajukan permohonan kepada ICJ untuk merevisi putusan
ini. Tetapi pada Mei 2018, setelah Mahathir menjadi perdana menteri lagi,
Malaysia mengumumkan bahwa mereka menghentikan proses tersebut.
CNBC/JMI/Red.
0 komentar :
Posting Komentar