Bali JMI-Meski telah ditetapkan sebagai tersangka Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), anak sulung eks Sekda Buleleng Dewa Ketut Puspaka berinisial DRG tidak segera ditahan oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Provinsi Bali.
Menanggapi hal itu, Kepala Kejaksaan Tinggi Provinsi
(Kajati) Bali Ade T. Sutiawarman melalui Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi
Penkum) Kejati Bali A. Luga Harlianto saat dikonfirmasi oleh JMI menjelaskan bahwa penyidik belum melihat
terpenuhinya syarat penahanan sesuai pasal 21 Kitab Undang Undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP).
"Penahanan
itu merupakan kewenangan penyidik, namun kewenangan penyidik dibatasi oleh
pasal 21 KUHAP yakni syarat subjektif dan objectif," Terang Luga kepada
JMI dikantornya, Jln. Tantular No. 5, Renon, Denpasar Selatan, Kota Denpasar,
Bali, Senin (11/04/22).
Luga
menjelaskan, penyidik belum melihat bahwa syarat objektif dan subjektif itu
belum dipenuhi oleh DRG, oleh karena itu pihaknya belum melakukan penahanan,
sebagai contoh tersangka melarikan diri, menghilangkan barang bukti atau
mengulangi perbuatan.
Sementara
ini penyidik telah mendapatkan barang bukti dari tersangka DRG yang tidak
mungkin dihilangkan, DRG juga dinilai tidak mungkin mengulangi perbuatannya,
sementara itu dari unsur melarikan diri pihaknya belum melakukan pemanggilan.
Diketahui
DRG ditetapkan sebagai tersangka karena diduga membantu ayahnya melakukan
korupsi dan TPPU.
"Penetapan
DRG sebagai tersangka merupakan pengembangan dari perkara dari tindak pidana
korupsi dan TPPU dari terdakwa Dewa Ketut Puspaka yang pada hari Jumat, 8 April
2022 memasuki tahap pembacaan tuntutan oleh Penuntut Umum," sambung Luga.
Penyidikan
terhadap DRG telah dilaksanakan sejak Januari 2022 berdasarkan Surat Perintah
Penyidikan Kajati Bali Print Nomor: Print-97/B.1/Fd 2/01/2022 tertanggal 25
Januari 2022, sambung Luga
Tersangka
diduga melakukan tindak pidana pencucian uang yakni turut serta bersama
terdakwa Dewa Ketut Puspaka untuk menyalahgunakan kekuasaannya sebagai Sekda
Kabupaten Buleleng dengan maksud menguntungkan diri sendiri secara melawan
hukum dengan memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar atau menerima
pembayaran dengan potongan atau untuk mengerjakan
sesuatu bagi dirinya sendiri.
Hal
ini berkaitan dengan proses perijinan pembangunan terminal
penerima dan distribusi LNG dan penyewaan lahan Desa Adat Yeh Sanih sebagaimana
diatur dalam Pasal 12 huruf e UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang
Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
jo Pasal 55 KUHPidana atau Pasal 56 KUHP.
Selain itu
penyidik menemukan perbuatan tersangka DRG yang diduga menerima atau menguasai
penempatan, pengiriman via transfer, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan,
penukaran, atau menggunakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut
diduganya merupakan hasil tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal
5 ayat (1) UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 KUHPidana atau Pasal 56 KUHP.
Adapun
temuan bukti-bukti yang mendukung dugaan DGR menerima baik secara langsung
maupun melalui transfer ke rekening milik DGR terkait pengurusan perizinan
pembangunan terminal penerima dan distribusi LNG, dan penyewaan lahan Desa Adat
Yeh Sanih sejumlah kurang lebih Rp7 miliar rupiah dimana sekitar Rp4,7 miliar
dinikmati DGR. "Salah satu asetnya berupa lahan sekitar 3 ha yang semuanya berlokasi di
Buleleng," ujarnya.
Luga
menegaskan, atas dasar temuan bukti tersebut, DGR ditetapkan sebagai tersangka.
Hingga saat
ini penyidik telah meminta keterangan dari 14 orang saksi yang sebagian besar
merupakan saksi dalam berkas perkara terdakwa Dewa Ketut Puspaka.
Selanjutnya tersangka DGR akan dijadwalkan oleh Penyidik Kejati Bali untuk dimintai keterangannya sebagai tersangka. Sangat disayangkan, saat Bali sangat terdampak pendemi, para koruptor malah merajalela. Semoga Bali seger bangkit kembali.
Kangyana/Tian/JMI/Red.
0 komentar :
Posting Komentar