JAKARTA JMI, Kejaksaan Agung (Kejakgung) menetapkan dua orang sebagai tersangka dugaan korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) di PT Asuransi Jiwa Taspen atau Taspen Life, Selasa (29/3).
Dua yang ditingkatkan status hukumnya adalah Maryoso Sumaryono selaku mantan Direktur Utama (Dirut) PT Taspen Life, dan Hasti Sriwahyuni yang ditetapkan tersangka selaku Direktur PT Sekar Wijaya Group.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Supardi mengatakan, kedua tersangka langsung dijebloskan ke penjara.
“Langsung ditahan. Satu tersangka dari Taspen, MS, satu tersangka pihak swasta, HS,” kata Supardi lewat pesan singkatnya, Selasa (29/3).
Kedua tersangka ditahan di Rutan Salemba, cabang Kejaksaan Agung, di Jakarta Selatan selama 20 hari pertama sejak penetapan tersangka.
“Penahanan terhadap dua tersangka, MS dan HS, untuk memudahkan proses penyidikan,” begitu kata Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung, Ketut Sumedana saat konfrensi pers via zoom dari Kalimantan Barat, Selasa (29/3).
Terkait kasus tersebut, tersangka MS dijerat dengan sangkaan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) 20/2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana. Khusus terhadap tersangka HS, penyidik menebalkan sangkaan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor, dan Pasal 3 UU TPPU 8/2010.
Dari hasil penyidikan sementara, kronoligis tindak pidana korupsi yang dialami PT Taspen terjadi pada 2017-2020. Berawal dari 17 Oktober 2017 ketika PT Taspen melakukan penempatan investasi senilai Rp 150 miliar dalam bentuk kontrak pengelolaan dana (KPD) di PT Emco Asset Management (EAM).
Perusahaan tersebut selaku manager investasi dengan underlying berupa Medium Term Note (MTN) PT Prioritas Raditya Multifinance (PT PRM).
“Dari penyidikan sementara ini diketahui, MTN PT PRM tidak mendapat peringkat atau investment grade,” begitu kata Ketut.
Ketut melanjutkan, dana pencairan MTN oleh PT PRM tidak digunakan sesuai dengan tujuan MTN. “Melainkan langsung mengalir dan didistribusikan ke Grup Perusahaan PT Sekar Wijaya dan beberapa pihak yang terlibat dalam penerbitan MTN PT PRM yang mengakibatkan gagal bayar,” ucap Ketut.
Selanjutnya, adanya aset jaminan berupa tanah dan jaminan tambahan MTN PT PRM pun dijual ke PT Nusantara Alamanda Wirabhakti (NAW) dan PT Bumi Mahkota Jaya (BMJ).
Penjualan aset jaminan dan jaminan tambahan ini pun dijual lewat skema
investasi. “Dengan cara PT Taspen Life berinvestasi pada beberapa reksa dana
dan kemudian dikendalikan untuk membeli saham-saham tertentu yang dananya
mengalir ke kedua perusahaan (NAW dan BMJ),” terang Ketut.
RPB/JMI/Red.
“Atas perbuatan tersebut, diduga telah merugikan negara Rp 161,629 miliar,”
sambungnya.
Pengacara tersangka MS, Handika Honggowongso, mempertanyakan tuduhan
kejaksaan terhadap kliennya yang melakukan tindak pidana korupsi. Taspen Life
adalah anak perusahaan Badan Usaha Milik Negera (BUMN).
Sebagai anak usaha milik pemerintah, kata dia, perusahaan asuransi ini
tak mendapatkan permodalan atau investasi yang bersumber dari anggaran pendapat
belanja negara (APBN). Melainkan mendapatkan permodalan dari penjualan produk
asuransi dari peserta selaku investor.
Karena tak bersumber dari APBN ataupun uang BUMN, menurutnya, tak tepat
jika kasus kerugian yang dialami Taspen di masa pengelolaan kliennya, dianggap
sebagai kerugian negara.
“Apakah itu disebut sebagai korupsi?” kata Handika saat ditemui di Gedung
Pidana Khusus (Pidsus) Kejakgung, Jakarta, Selasa (29/3).
Namun begitu, kliennya akan tetap menghormati proses hukum yang saat ini
dijalani. “Ke depan, kita hanya fokus melakukan pendampingan untuk mendapatkan
hak-hak dari klien kami,” ujar dia.
Thanks for sharing this great article.
BalasHapuswordpress
blogspot
youtube
កាស៊ីណូអនឡាញ