JAKARTA, JMI – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menekankan pentingnya pencatatan dan pelaporan data kekerasan melalui Simfoni PPA.
Kepala Biro Data dan Informasi Kemen PPPA Lies Rosdianty dalam keterangannya mengatakan data yang valid sangat bermanfaat untuk mengidentifimasi masalah dan menentukan opsi terbaik dalam penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Jakarta, Senin (21/6/2021),
“Data juga bermanfaat sebagai dasar dalam penyusunan kebijakan, program, dan kegiatan penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak,” ucap Lies.
Di sisi lain, keberadaan data yang valid dan terintegrasi juga bermanfaat sebagai bahan evaluasi terhadap intervensi dalam penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak yang telah dilakukan.
Lies mengatakan, saat ini sudah dilakukan pencatatan data kekerasan (korban/pelaku kekerasan terhadap perempuan dan anak) pada unit-unit layanan. Namun mekanisme dan format pencatatan data kekerasan masih bervariasi sesuai kebutuhan unit layanan. Dan belum dilakukan standardisasi pencatatan, sehingga data yang dihasilkan sangat beragam.
“Kami mulai membangun aplikasi Simfoni PPA pada 2016 sebagai sistem pencatatan dan pelaporan kekerasan,” ujar Lies. Berlanjut pada 2020 sampai saat ini terus dilakukan pengembangan Simfoni PPA.
Pada 2020, aplikasi Simfoni PPA V.2.0 (Standar Modul TPPO) formulir online dan by name by address dan pada 2021 merupakan generasi ke-3 yakni aplikasi Simfoni PPA V.3.0 yang berbasis manajemen kasus terintegrasi. “Sejak 2018 sampai saat ini Simfoni PPA setiap tahunnya dilakukan audit sertifikasi ISO 27001:2013 terkait Sistem Manajemen Keamanan Informasi,” tuturnya.
Lies mengungkapkan, tidak mudah untuk mendapatkan data kekerasan dan ada semacam fenomena gunung es, sementara data juga tersebar dan tersedia di berbagai unit layanan penanganan kekerasan dan belum ada standar data. “Perlu integrasi data,” imbuh Lies.
Lies menambahkan, saat ini user pengguna aplikasi Simfoni terdiri dari admin (pusat, provinsi, kabupaten/kota) dan operator dari berbagai unit layanan kekerasan perempuan dan anak di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota. Aplikasi dapat diakses oleh operator dan publik secara riil time serta akses aplikasi melalui www.kekerasan.kemenpppa.go.id.
Lies menuturkan, tantangan yang dihadapi juga beragam di antaranya pelaporan dari masyarakat yang tertunda (tidak langsung melaporkan setelah kejadian), pencatatan kasus oleh operator tertunda (tidak langsung mencatatkan dalam aplikasi ketika terjadi kasus), dan kompetensi pengelola aplikasi Simfoni PPA baik secara kualitas maupun kuantitas. Selain itu mekanisme verifikasi dan validasi data perlu standar baku, perlu ada manajemen layanan terpadu penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta perlu koordinasi unit layanan lintas K/L.
Kemen PPPA ujar Lies, menekankan pentingnya solusi yang masif dan terus-menerus untuk meningkatkan pemahaman tentang kekerasan terhadap perempuan dan anak serta ketersediaan lembaga layanan. Di samping itu perlu peningkatan kapasitas SDM operator Simfoni PPA tentang pentingnya data, pelaksanaan manajemen layanan terpadu kekerasan terhadap perempuan dan anak sesuai standar, dan pelaksanaan mekanisme baku mulai dari input, verifikasi, dan validasi data.
Selain itu pentingnya peningkatan koordinasi kepada semua lembaga penyedia layanan dan penetapan standar data kekerasan.
“Siapa yang harus melakukan? Kita semua bertanggung jawab untuk mewujudkan Simfoni PPA menjadi satu data kekerasan Indonesia,” ucapnya.
Lies pun mengajak semua pihak untuk bersama mewujudkan Simfoni PPA sebagai satu data kekerasan Indonesia.
Berdasarkan data Sistem Informasi Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) pada periode 1 Januari - 9 Juni 2021 terjadi 2.319 kasus kekerasan terhadap perempuan dewasa dengan 2.347 korban dan 3.314 kasus kekerasan terhadap anak dengan 3.683 korban.
Gufron/Red/JMI
0 komentar :
Posting Komentar