JAKARTA, JMI - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menyatakan keprihatinan mendalam atas kasus santri korban pedofil seorang guru mengaji yang juga pengelola sebuah rumah hafiz di Sidoarjo, Jawa Timur. Kemen PPPA memastikan santri korban mendapat asesmen dan pendampingan untuk menjalani proses pemulihan psikologis. Hal itu ditegaskan Menteri PPPA, Bintang Puspayoga, Minggu (13/6/2021).
Menteri Bintang mengatakan, peristiwa ini harus menjadi bahan evaluasi bagi semua, baik Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat, khususnya orang tua, agar tidak lengah melakukan pengawasan meskipun sudah mempercayakan pendidikan dan kehidupan anaknya selama 24 jam di rumah Tahfiz Al-Qur'an.
“Kemen PPPA mengapresiasi Pemerintah Kabupaten Sidoarjo melalui Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Keluarga Berencana (PMD P3A KB) dan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) yang sudah mengambil langkah tepat untuk mengamankan korban sebanyak 25 santri dengan menempatkan mereka di penampungan sementara yang aman bagi anak-anak,” ucap Menteri Bintang.
Secara bertahap petugas layanan bersama psikolog klinis melakukan asesmen dan pendampingan kepada anak-anak korban. Prioritas healing serta rehabilitasi psikologis dan kesehatan akan diberikan kepada anak-anak korban dengan kondisi paling berat.
“Namun demikian, dapat dipastikan anak-anak korban lainnya juga akan mendapatkan pendampingan. Adapun untuk anak-anak yang belum tersentuh pelaku sudah dijemput orangtua/walinya,” ujar Menteri Bintang.
Menteri Bintang menegaskan, perlu langkah mitigasi untuk mencegah kasus serupa terulang dan terjadinya hal-hal yang merugikan hak anak yang sedang belajar Al-Quran. Dikemukakan, berdasarkan Keputusan Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Nomor 91 Tahun 2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Pendidikan Al-Qur'an, Kementerian Agama (Kemenag) di daerah memiliki kewenangan untuk memberikan izin pendirian lembaga pendidikan Al-Qur'an.
"Karena itu, Kemen PPPA mendorong Kemenag dapat melibatkan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) setempat sebagai anggota tim verifikator guna memastikan kebijakan perlindungan anak diterapkan oleh lembaga yang mengajukan izin. Selanjutnya bersama Gugus Tugas Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) setempat, Kemenag turut melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan kebijakan dan standar perlindungan khusus anak," tutur Menteri Bintang.
Selain itu, dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan ditegaskan bahwa pemerintah kota/kabupaten juga turut serta dalam pemantauan dan penindakan terkait rumah hafiz dengan pertimbangan dari Kantor Wilayah (Kanwil) Kemenag.
“Kami juga menyampaikan penghargaan kepada pihak kepolisian dalam menangani kasus ini secara tegas dan tetap memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak,” imbuh Menteri Bintang.
Tersangka diduga melanggar Pasal 292 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Pasal 76E Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan terancam pidana dalam pasal 82 UU Nomor 17 Tahun 2016 dengan hukuman 5-15 tahun. Karena pelaku merupakan guru/pendidik dari anak tersebut, maka hukumannya dapat ditambah 1/3 dari ancaman pidana.
Selain itu, karena jumlah korban lebih dari satu orang, maka di samping mendapat tambahan 1/3 dari ancaman pidana, pelaku juga dapat dikenakan hukuman tambahan berupa pengumuman identitas pelaku serta diberikan tindakan berupa rehabilitasi dan pemasangan alat pendeteksi elektronik yang diatur pelaksanaannya pada PP Nomor 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak.
Gufron/Red/JMI
0 komentar :
Posting Komentar