WWW.JURNAL MEDIA INDONESIA.COM

Kemen PPPA Harapkan Pengawasan Siswa-Santri di Pesantren Ditingkatkan

JAKARTA, JMI - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) memastikan terus memantau penanganan hukum kasus kekerasan siswa santri yang berujung pada meninggalnya salah satu siswa dari Pesantren di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Kemen PPPA bersama Pemerintah Provinsi Sumatera Utara terus mengkoordinasikan penanganan dan telah menurunkan tim untuk menindaklanjuti kejadian ini, serta memastikan anak pelaku,  anak korban dan anak saksi mendapatkan asesmen dan proses pemulihan sesuai kebutuhannya. 

Semua anak-anak wajib dipenuhi haknya dan mendapatkan perlindungan khusus sesuai  UU No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

"Apresiasi kami sampaikan kepada Pemprov Sumut dan Pemkab Deli Serdang melalui Dinas P3A-nya masing-masing, yang telah responsif menangani dan mendampingi kasus ini. Terima kasih juga kepada Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Deliserdang dan pihak Pondok yang dengan cepat melaporkan  dan mendampingi anak-anak menghadapi masalah dan pemulihannnya. Kemen PPPA juga meminta agar pihak kepolisian dapat terus menyelidiki kejadian ini agar kesaksian dan bukti-bukti yang ditemukan dapat dijadikan bahan perbaikan dalam sistem pendidikan dan perlindungan anak," ucap  Deputi Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA Nahar, Selasa (9/6/2021).

Nahar mengatakan, pelaku yang masih berusia 17 tahun harus menghadapi proses hukum, namun tetap perlu dipastikan pelaku mendapatkan pendampingan selama proses hukum yang dijalaninya, baik dari orangtua, Balai Pemasyarakatan (BAPAS) maupun Pekerja Sosial (Peksos), serta dipenuhi hak-hak lainnya sesuai peraturan yang berlaku.

Sebagai informasi, kasus penganiayaan di pesantren tersebut terjadi oleh santri senior terhadap santri junior yang berusia 14 tahun. 

Nahar mengatakan, kasus kekerasan yang terjadi di Pesantren menjadi alarm bagi semua bahwa kekerasan dapat dialami oleh anak-anak  dimana saja, bahkan di institusi pendidikan. Relasi kuasa senior dan junior membuka peluang terjadinya kekerasan di lembaga "pendidikan".

"Peristiwa ini juga tentunya menjadi bahan evaluasi bagi kita semua, baik Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat, khususnya orang tua, agar tidak lengah melakukan pengawasan meskipun sudah mempercayakan pendidikan dan kehidupan anaknya selama 24 jam di Pesantren.  Jangan sampai harapan orang tua yang tinggi agar anak-anaknya menjadi sholeh/sholehah, berakhlak mulia, menambah ilmu dan memimpin kegiatan di masyarakat kelak, justru membuat orang tua abai dan terlena, dan akhirnya harus membayar mahal dengan mengalami kejadian serupa," ujar Nahar.

Nahar mengatakan, lembaga penyelenggaran pendidikan, dalam hal ini Pondok Pesantren, juga penting untuk melakukan pengawasan. Dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren, diamanatkan bahwa Pesantren  memiliki fungsi pendidikan. Karena itu, penting bagi Pesantren untuk memastikan bahwa setiap proses pembelajaran harus ramah anak, serta memastikan terciptanya Pesantren dan lingkungan sekitarnya agar dapat membuat anak nyaman, bersih, betah, khusyu beribadah, senang belajar, bermain dan berinteraksi. Hal ini juga dilakukan sebagai upaya pencegahan kekerasan terhadap anak.

Gufron/Red/JMI
Share on Google Plus

0 komentar :

Posting Komentar

Berita Terkini

PJ.Bupati Subang Membuka Job Fair dan Panen Melon Hasil Tanam SMK Negeri 2 Subang, Tegaskan Rekrutmen Tenaga Kerja Bersih dari KKN

Subang, JMI - Pj. Bupati Subang, Dr. Drs. Imran, membuka acara Job Fair dan Panen Melon hasil tanam SMKN 2 Subang yang berlangsung di Aula S...