JAKARTA, JMI – Pemerintah sampai saat ini telah berkomitmen dan tidak henti berjuang untuk menghapuskan kekerasan seksual. Berbagai peraturan telah dikeluarkan, seperti Undang-Undang tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, Undang-Undang tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang, serta Undang-Undang tentang Perlindungan Anak.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga menuturkan, meski telah ada beberapa Undang-Undang namun sistem hukum yang berlaku belum cukup sistematis dan menyeluruh untuk mampu mencegah, melindungi, memulihkan, dan memberdayakan penyintas kekerasan seksual.
“Saat ini, ribuan penyintas masih menunggu keadilan yang belum mereka dapatkan karena masih adanya celah dalam peraturan - peraturan yang sudah ada sebelumnya. Tanpa sistem pencegahan yang holistik, kelompok rentan lainnya, terutama perempuan dan anak sedang terancam masa depannya karena sangat rawan menjadi penyintas selanjutnya,” ujar Menteri Bintang dalam Webinar Sosialisasi RUU PKS ‘Mencegah Kekerasan Seksual terhadap Perempuan dan Anak’ yang diselenggarakan Kesatuan Perempuan Partai Golkar (KPPG), Senin (31/5/2021).
Menteri Bintang menambahkan, keberadaan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) sangat dibutuhkan untuk mengisi celah hukum yang masih ada, seperti aspek pidana, dan aspek pemulihan. Di samping itu, pemahaman dan kesadaran masyarakat untuk menghapuskan kekerasan seksual juga perlu ditumbuhkan.
“RUU PKS menjadi penting untuk segera disahkan agar dapat menutup dan menyempurnakan celah-celah ini. Dengan demikian, kita dapat melindungi bangsa kita dengan menciptakan sistem pencegahan, pemulihan, penanganan, rehabilitasi yang benar-benar dapat menghapuskan kekerasan seksual,” jelas Menteri Bintang.
Sebagai leading sector dari pihak pemerintah terkait RUU PKS, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) terus menghimpun dukungan dari berbagai sektor pembangunan dan menyuarakan bahwa pengesahan dari RUU.
Dalam webinar tersebut, Menteri Bintang juga meminta dukungan kepada Pimpinan Pusat KPPG, Pengurus KPPG DPD I dan II, serta seluruh peserta untuk menjadi bagian dari kekuatan dalam mendukung disahkannya RUU PKS. Sebab, dukungan semua pihak sangat berdampak bagi pengesahan RUU PKS.
“Ini sudah tidak dapat ditunda lagi. RUU PKS bukan hanya permasalahan bagi perempuan dan anak saja, tetapi juga menyangkut kepentingan semua pihak. Mari kita bergandeng tangan, menyatukan kekuatan, mengadvokasi, mengedukasi, menarasikan, dan membangun persepsi yang benar di masyarakat mengenai muatan RUU ini, sehingga mendapatkan dukungan dari seluruh masyarakat Indonesia,” ajak Menteri Bintang.
Hal ini disambut baik oleh Ketua KPPG Periode 2019-2024 Airin Rachmi Diany. Menurut Airin, kekerasan seksual pada perempuan dan anak adalah ibarat gunung es. Oleh karena itu, RUU PKS harus terus dikawal agar Undang-undang tersebut nantinya dapat diimplementasikan.
“Memperjuangkan hak-hak perempuan dan anak berarti melindungi negara dari keruntuhan. Isu perlindungan perempuan dan anak dari kekerasan seksual merupakan tugas yang panjang yang harus diperjuangkan, tak terkecuali bagi KPPG. RUU PKS saat ini sedang dibahas di panja, tentu dengan tujuan untuk perlindungan perempuan dan anak. Kita perempuan, bisa memberi masukan dan saran sehingga Undang-Undang tersebut nantinya bisa diimplementasikan,” ujar Airin.
Sepakat dengan pernyataan Menteri Bintang, Anggota Komisi III DPR RI, Adde Rosie Khoerunnisa juga mengajak seluruh perempuan untuk terlibat mengawal dan memberi masukan bagi penyempurnaan draft RUU PKS sebab pentingnya pengesahan RUU PKS sudah tidak dapat ditawar lagi.
Adde menuturkan, RUU PKS menjadi hal yang krusial bagi dirinya pribadi. Di samping karena ia terlibat sebagai Anggota Panitia Kerja (Panja) RUU PKS Badan Legislasi DPR RI, di daerah Adde juga sering memberikan pendampingan hukum terhadap korban kekerasan melalui Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
“Apa yang kita bicarakan hari ini (RUU PKS) memang sudah wajib, kudu, harus disahkan. Masukan-masukan dari seluruh perempuan dan masyarakat yang ingin kita dengar, sehingga RUU PKS ini menjadi RUU yang paripurna, yang memang mengakomodir seluruh masukan masyarakat. Ini adalah kepentingan bagi perempuan, para korban, dan anak cucu kita agar tidak mendapatkan kekerasan seksual dan mendapatkan perlakuan hukum yang adil,” jelas Anggota Komisi III DPR RI, Adde Rosie.
Gufron/Red/JMI
0 komentar :
Posting Komentar