JAKARTA, JMI – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mendorong pemerintah daerah untuk melakukan sinergi dan kerja bersama dengan organisasi masyarakat dan Non Governmental Organization (NGO) terutama yang bergerak di tataran akar rumput untuk memastikan setiap anak Indonesia memiliki akta kelahiran. Dari data Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pada Desember 2020, terdapat sekitar 5 (lima) juta anak Indonesia belum memiliki akta kelahiran.
Dalam Rapat Koordinasi Percepatan Kepemilikan Akta Kelahiran di Daerah Wilayah I secara virtual Senin (24/5) di Jakarta, Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Kemen PPPA, Agustina Erni menegaskan akta kelahiran adalah salah satu hak dasar anak yang harus dipenuhi agar anak memiliki identitas yang jelas. Di sinilah sinergi sangat dibutuhkan serta didukung oleh pembagian peran yang jelas antara pemerintah pusat dan daerah.
“Pertemuan ini diharapkan dapat menghasilkan pemetaan yang jelas tentang masalah dan tantangan yang dihadapi setiap daerah serta adanya kepastian peran pusat, provinsi, kota/kabupaten, kecamatan sampai tingkat desa. Kita berbagi peran sesuai dengan kewenangan dan kompetensi yang dimiliki. Masalah yang dihadapi setiap daerah dapat coba dicari jalan keluarnya diantaranya dengan sinergi dengan organisasi masyarakat ataupun NGO yang memiliki gerak luas turun hingga masyarakat. Perlu pemahaman dan komitmen kita semua bahwa keberadaan anak sebagai penduduk perlu dicatatkan dalam akta kelahiran karena tanpa akta mereka berisiko tidak mendapatkan atau terlanggar hak-haknya di kemudian hari,” ujar Erni.
Sementara itu, Asisten Deputi Pemenuhan Hak Sipil, Informasi, dan Partisipasi Anak, Endah Sri Rejeki menjelaskan risiko yang dapat terjadi apabila anak tidak memiliki akta kelahiran.
“Kita sebagai pemerintah baik di pusat maupun di daerah harus menjamin bahwa hak dasar anak untuk memiliki akta kelahiran terpenuhi, tidak terkecuali untuk anak-anak yang mungkin kelahirannya tidak diinginkan oleh orangtuanya, anak-anak yang ada di panti asuhan, anak-anak jalanan, atau anak-anak yang orangtuanya mendapatkan stigma dari masyarakat, seperti terlibat dalam kegiatan terorisme. Beberapa risiko tidak memiliki akta adalah anak akan kesulitan mendapatkan akses pendidikan formal, memicu terjadinya perkawinan anak, meningkatnya angka pekerja anak, hingga adopsi ilegal karena anak tidak memiliki identitas yang jelas,” ungkap Endah.
Endah menambahkan, sebagai upaya percepatan kepemilikan akta kelahiran di tingkat nasional, pemerintah akan melanjutkan penandatanganan nota kesepahaman antara 8 kementerian, yaitu Kemen PPPA, Kemendagri, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Kementerian Sosial, dan Kementerian Agama.
“Tahun 2021 ini nota kesepahaman tersebut dipersiapkan untuk diperpanjang dan ditandatangani dengan beberapa penajaman target pencapaian kepemilikan akta kelahiran karena pada tahun 2024 diharapkan jumlah kepemilikan akta kelahiran pada anak bisa mencapai 100 persen,” lanjut Endah
Selain itu, Forum Anak yang ada di setiap daerah, menurut Endah dapat diikutsertakan melalui perannya sebagai 2P (pelopor dan pelapor) apabila mendapati teman sebaya mereka yang masih belum memiliki akta kelahiran.
“Kalau belum bisa berperan sebagai pelopor atau agent of change, bisa dimulai dari perannya sebagai pelapor. Misalnya dengan melihat dari yang ada di sekelilingnya. Siapa teman-temannya, atau mungkin di sekelilingnya masih ada anak jalanan, mengalami stigma karena orangtuanya melakukan kegiatan yang menjadi sorotan masyarakat, dikucilkan atau minoritas, apakah mereka punya akta kelahiran? Mereka bisa melaporkan ke dinas terkait atau ke ayah/bunda pendamping di Dinas PPPA di mana mereka merasa nyaman untuk melaporkan. Forum Anak bisa sangat membantu bapak ibu di dinas untuk mengidentifikasi keberadaan anak yang belum memiliki akta kelahiran,” tutup Endah.
Di satu sisi, beberapa pemerintah daerah juga telah melakukan berbagai inovasi untuk menjamin kepemilikan akta kelahiran. Salah satunya adalah Kota Cilegon yang memiliki capaian kepemilikan akta kelahiran sebesar 95,54 persen. Selain melakukan inovasi delivery service, Kota Cilegon memiliki program Senandungku (Selamat Datang Anandaku Tersayang, Akta Kelahiran dan KIA Untukmu) sejak tahun 2016. Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana Kota Cilegon, Heni Anita Susila menjelaskan melalui inovasi tersebut, Pemerintah Kota Cilegon melakukan kerja sama dengan 14 fasilitas kesehatan, baik itu rumah sakit maupun klinik bersalin.
“Inovasi ini mendongkrak jumlah pemohon kepemilikan akta kelahiran di Kota Cilegon. Pada saat ibu melahirkan di fasilitas kesehatan, klinik, rumah sakit, dan bidan yang sudah bekerja sama dengan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kota Cilegon, maka anak yang dilahirkan dapat segera mendapatkan akta kelahirannya,” ujar Heni.
Lain halnya dengan Pemerintah Kota Serang yang telah melakukan strategi pemberkasan akta kelahiran massal pada tahun 2017. “Dari database yang ada, kami bisa mengetahui anak-anak yang belum memiliki akta kelahiran. Dari situ kami melakukan sosialisasi dan pemberkasan akta kelahiran massal, sehingga capaian kami di tahun 2018 sudah mencapai 95 persen,” lanjut Kepala Seksi Kelahiran Disdukcapil Kota Serang, Yesi.
Rapat Koordinasi Percepatan Kepemilikan Akta Kelahiran di Daerah Wilayah I diikuti oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak tingkat provinsi dan kabupaten/kota, Dinas Pendudukan dan Catatan Sipil, serta Forum Anak dari 17 provinsi antara lain Jawa Barat, Kalimantan Selatan, Gorontalo, Sulawesi Tenggara, dan DI Yogyakarta. Rapat Koordinasi Percepatan Kepemilikan Akta Kelahiran untuk 17 provinsi lainnya akan dilakukan pada tanggal 8 Juni 2021 mendatang.
Gufron/Red/JMI
0 komentar :
Posting Komentar