Mataram, JMI - Sudah banyak praktik baik yang dilakukan oleh Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) terkait pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Selain menerbitkan Peraturan Daerah tentang Pencegahan Perkawinan Anak, peran Aparat Penegak Hukum (APH) dalam melakukan pendekatan yang ramah anak untuk mengungkap kasus pun patut diapresiasi. Salah satunya kasus kekerasan seksual disertai pembunuhan di Kota Bima, Prov. NTB dengan saksi kunci seorang anak.
"Apresiasi saya sampaikan kepada Pemerintah Daerah Prov. NTB atas tim yang solid dan secara responsif telah mengesahkan Peraturan Daerah tentang Pencegahan Perkawinan Anak pada 2020, sebagai alat bagi pemerintah untuk mengurangi tingginya angka perkawinan anak di Prov. NTB. Tentunya peraturan daerah ini harus dijadikan sebagai acuan langkah bagi seluruh bupati dan wali kota di Prov. NTB yang mempunyai komitmen tinggi untuk melakukan perlindungan anak dari praktek perkawinan anak,” ujar Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga saat memberikan penghargaan kepada Gubenur NTB, Zulkieflimansyah atas keberhasilan progresif dalam regulasi Peraturan Daerah tentang Pencegahan Perkawinan Anak.
Selain memberikan apresiasi dan penghargaan kepada Gubernur NTB, Menteri Bintang juga mengapresiasi dan memberikan penghargaan kepada seorang anak yang atas aksi heroiknya telah menjadi saksi kunci kasus kekerasan seksual disertai pembunuhan yang terjadi di Kota Bima.
Menteri Bintang memberikan penghargaan dan apresiasi atas upaya yang dilakukan oleh Kapolres Bima dan jajaran penyidik, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kota Bima, Jaksa Penuntut Umum, Perwakilan Lembaga Perlindungan Anak Bima, Relawan Sahabat Anak, serta Ketua Pengadilan Negeri (PN) Raba Bima selaku Ketua Majelis Hakim yang telah membuktikan bahwa hukum positif Indonesia, khususnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak telah mampu memberikan keadilan pada korban, khususnya anak.
"Tindakan dan upaya yang sudah dilakukan oleh APH di Prov. NTB menjadi contoh bagi kita semua bahwa perlindungan anak adalah tugas kita bersama, kasus ini tidak terlepas dari tindakan cepat dan tepat yang sudah dilakukan. Penanganan kasus ini tentu tidak akan berhenti sampai disini, untuk setiap anak yang menjadi korban, harus kita kawal bersama pada proses peradilan, sehingga pelaku mendapat hukuman yang setimpal, demikian juga aspek keadilan bagi korban,” jelas Menteri Bintang.
"Isu terkait pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak adalah isu multisektoral. Kami sangat mengapresiasi banyaknya praktik baik yang ada Prov. NTB. Semoga dengan kerja dan aksi nyata di semua lintas sektoral dapat membuat NTB menjadi lebih ramah perempuan dan peduli anak," tutup Menteri Bintang.
"Isu terkait pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak adalah isu multisektoral. Kami sangat mengapresiasi banyaknya praktik baik yang ada Prov. NTB. Semoga dengan kerja dan aksi nyata di semua lintas sektoral dapat membuat NTB menjadi lebih ramah perempuan dan peduli anak," pungkas Menteri Bintang.
Gubernur NTB, Zulkieflimansyah mengatakan, penghargaan ini juga dipersembahkan kepada peran Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Berkat kerja keras dan kerja sama tim yang solid pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak di NTB dapat terwujud.
Selain memberikan penghargaan dan apresiasi, Menteri Bintang juga melakukan dialog praktik baik terkait upaya pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak yang telah dilakukan di wilayah NTB.
Sekretaris Daerah Kabupaten Lombok Timur, Muhammad Juani Taufik yang hadir pada sesi tersebut bercerita selain berkomitmen dalam membuat regulasi yang berpihak pada perempuan dan anak, Kab. Lombok Timur juga berkolaborasi dengan stakeholder terkait dalam mengimplementasikan kebijakan yang dibuat.
"Kami telah membentuk Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA). Kami menyadari dengan adanya UPTD PPA tidak hanya mampu memberikan pendampingan terhadap kasus, tapi juga dapat mengedukasi masyarakat bahwa ternyata kasus kekerasan, utamanya kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan kekerasan terhadap anak relatif tinggi. Selain itu, dalam merespon Peraturan Daerah tentang Pencegahan Perkawinan Anak, sebanyak 257 desa dari 499 desa di Kab. Lombok Timur sudah memiliki Peraturan Desa tentang Penundaan Perkawinan Usia Anak," jelas Juaini.
Juaini menambahkan program unggulan Kab. Lombok Timur yang langsung menyentuh perempuan dan anak lainnya adalah mengonversi Posyandu konvensional menjadi Posyandu Keluarga. Rencananya pada Mei 2021 sebanyak 1938 Posyandu konvensional di Kab. Lombok Timur 100 persen bertransformasi menjadi Posyandu Keluarga.
Gufron/Red/JMI
0 komentar :
Posting Komentar