SUBANG, JMI -- Pengadilan Negeri (PN) Kelas 1B hendak mengeksekusi sepetak lahan di Kampung Segrang Desa Padaasih Kecamatan Cibogo, Subang pada Jumat (28/02/2020) lusa.
Surat Pemberitahuan Eksekusi dari PN Subang Tanggal 25 Februari 2020 dengan nomor
W11.u17/467/ht.04.10/II/2020. Pihak penggugat atas nama Wahyu Supandi dengan Sertifikat Hak Milik Nomor 1105 tertera tanggal 31 Mei 2013.
Namun, sebelum dieksekusi, pihak Tanoto, pemilik lahan yang digugat, menilai banyak hal dalam putusan PN Subang yang janggal. Penerima Kuasa Tanoto, Asari membeberkan bahwa seharusnya Surat Pemberitahuan Eksekusi harus disampaikan dua kali, dan dipublikasikan di media massa wilayah Jawa Barat juga dua kali.
Asari mengatakan, awalnya, lahan di Desa Padaasih itu bersertifikat Hak Milik No 686 tanggal 16 Juni 1992, dengan luas 12.970 m2, atas nama Tanoto. Kemudian tiba tiba digugat oleh pihak Wahyu Supandi. Gugatan Wahyu diterima, dan PN Subang dalam Putusan No 40/pdt.G/2016/PN.Sng tanggal 22 Februari 2017 memenangkan Wahyu.
"Perbedaan utama putusan PN Subang yang diperkuat Pengadilan Tinggi, luas lahan SHM Tanoto, seluas 12.970 M2 sementara luas SHM Wahyu Supandi hanya 12.762 M2. Selisih 208 M2. Kemungkinan tanah yang dieksekusi bukan SHM Tanoto," ungkap Asari.
Belum lagi persoalan batas batas lahan, kami punya pernyataan resmi dari tetangga batas lahan kami, yang membantah batas wilayah lahan yang diklaim oleh penggugat. Di batas sebelah utara, atas nama Ijut, namun ahli waris Ijut tidak pernah merasa memiliki tanah tersebut. Sebelah timur, berbatasan dengan makam dan Juariah. Sebelah selatan, berbatasan dengan Tardem.
Asari lantas menyebutkan lagi apa saja kejanggalan-kejanggalan dalam amar putusan PN tersebut.
Pertama, bukti kepemilikan atas tanah dari penggugat, hanya menyertakan kopian surat pernyataan dari bank bjb Syariah tanggal 7 September 2016. "Seharusnya ini diserahkan lembar yang asli. Apakah boleh bukti ke pengadilan hanya fotokopian? Sementara kami tergugat menyerahkan sertifikat yang asli. Apa bedanya tergugat dan penggugat?" kata Asari, di kantornya Rabu (26/02/2020).
Kejanggalan kedua, bahwa bukti yang diserahkan oleh pihaknya yang tergugat tertera copy sertifikat hak milik nomor 696 Desa Padaasih, padahal sesungguhnya diserahkan oleh tergugat adalah sertifikat hak milik No 686.
Lalu yang ketiga, ada uraian Dalam Pokok Perkara, halaman 34, dalam amar putusan PN Subang tadi, tertulis bahwa, 'Kemudian pada tahun 2013, Wahyu Supandi (penggugat) mengajukan permohonan Hak Atas Tanah ke BPN Subang lalu pada tanggal 03 Mei 2013, BPN Subang menerbitkan SHM atas nama Wahyu Supandi dengan nomor 1105 terletak di Desa Padaasih Kec Cibogo, Kab Subang. Surat ukur no 189/padaasih/2013, Dengan luas 12.762 m2.
Kemudian dalam konvensi dan rekonvensi, dalam pokok perkara poin 3 di situ tertera "Menyatakan penggugat adalah pemilik sah berdasarkan bukti kepemilikan SHM no 1105 tgl 31 mei 2013 terletak di Desa Padaasih dengan luas tanah 12.762 m2 dan surat ukur no 189/padaasih/2013.
"Kami heran, apa benar SHM dengan nomor dan lokasi yang sama, 1105 Desa Padaasih, kok bisa terbit dengan dua tanggal berbeda? Satu tanggal 03 Mei 2013, yang satu tanggal 31 Mei 2013. Ukuran luas tanah juga berbeda," tanya Asari kebingungan.
Keempat, dalam putusan PN Subang tertera Surat Ukur SHM milik Tanoto itu tertanggal 16 Mei 1992. Sementara dalam SHM sebenarnya tanggal 22 Mei 1992.
Sementara saat banding, Asari menambahkan, bahwa menurut hakim tingkat banding di Pengadilan Tinggi, menyebut bahwa PN tidak punya kewenangan menyatakan SHM No 686 tidak sah. SHM sebagai produk Tata Usaha Negara (TUN) maka produk putusan hukumnya pun harus dilakukan oleh pengadilan TUN, bukan oleh PN," tandasnya.
"Jadi kami sebagai pihak tergugat merasa aneh dengan kejanggalan-kejanggalan tersebut tadi. Makanya kami akan berupaya mempertahankan lahan yang menjadi hak kami," tutup Asari.
AGUS HAMDAN/JMI/RED
0 komentar :
Posting Komentar