Pengamat Hukum dan juga Mantan Komisioner Komisi Kejaksaan RI Kaspudin Nor |
JAKARTA, JMI -- Ketua KPK Komjen Firli Bahuri telah mengkonfirmasi Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang menyeret Bupati Sidoarjo SaifulIlah dan Komisioner KPU RI Wahyu Setiawan, di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada Jakarta Selatan, pada Rabu siang (8/1/20).
Ketua terpilih, Firli Bahuri, melanjutkan penyelidikan perkara "Kita melakukan penangkapan terhadap para pelaku yang sedang melakukan tindak pidana korupsi berupa suap. Kami masih bekerja," ujar Firli saat dikonfirmasi.
KPK sebelumnya menjaring 11 orang dalam OTT di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur yang dimulai 7 Januari 2020. Enam orang di antaranya, termasuk Saiful Ilah, ditetapkan tersangka diduga menerima suap terkait perkara proyek infrastruktur di Sidoarjo. Keesokan harinya, KPK kembali melakukan OTT terhadap Wahyu Setiawan.
Berdasarkan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN), Wahyu terakhir melaporkan hartanya pada 30 Maret 2019, terkait jabatannya sebagai komisioner KPU RI.
Sebagai pejabat negara, Wahyu tentu wajib melaporkan harta kekayaannya (LHKPN) ke KPK. Wahyu memiliki harta senilai Rp 12.812.000.000, yang terdiri dari harta bergerak dan tidak bergerak. Untuk harta tidak bergerak, aset yang ia miliki berupa sembilan tanah di Banjarnegara dengan total nilai Rp 3,35 miliar.
Adapun harta bergerak, Wahyu memiliki aset senilai Rp 1,025 miliar berupa satu unit Toyota Innova, Honda Jazz, Mitsubishi All New Pajero Sport, serta satu unit sepeda motor Honda Vario, motor Yamaha F 1 ZR, dan motor Vespa Sprint.
Wahyu juga mempunyai harta bergerak lainnya yang ditaksir senilai Rp 715.000.000, surat berharga, kas dan setara kas sebesar Rp 4,98 miliar, harta lainnya senilai Rp 2,74 miliar, dan utang Rp 0.
Merespon penangkapan ini, Ketua KPU, Arief Budiman, mengaku belum mengetahui info tersebut. "Saya masih belum bisa memastikan, masih tunggu konfirmasi juga," kata Arief saat dihubungi.
Saat ini, status Wahyu akan ditentukan usai menjalani pemeriksaan 1 x 24 jam.
Menurut Pengamat Hukum dan juga Mantan Komisioner Komisi Kejaksaan RI Kaspudin Nor, harapan masyarakat yang sangat tinggi terhadap penanganan korupsi yang merusak sendi-sendi kehidupan masyarakat, menuntut ke depan kerja sama antar lembaga Yudikatif dengan Eksekutif, Legislatif harus terus disinergikan. Tanpa kerja sama penegakan hukum korupsi tidak akan efektif.
Kembali kepada persoalan tiga kekuasaan atau kekuatan negara diatas, maka ada satu hal lagi yang mungkin harus dibenahi yaitu campur tangan kepentingan politik partai di pemerintahan. Seperti kita tahu bahwa partai-partai adalah kelompok-kelompok yang juga mempunyai kepentingan di negara ini. Terlepas dari idealisme partai-partai, namun partai-partai juga harus berada pada tempat yang sebenarnya. Pemerintahan yang dikuasai partai, bukanlah pemerintahan yang independen.
"Yang jelas budaya malu sudah tidak ada lagi di negeri ini. Mereka (para pejabat) yang notabene dipilih rakyat sudah tidak menghiraukan nasib rakyat, mereka hanya mementingkan diri sendiri dan golongannya. Cara paling mudah menghilangkan korupsi di negeri ini adalah memberikan hukuman dengan memiskinkan para koruptor, Pelaku koruptor penjaranya digabungkan dengan para maling ayam dan para pembunuh supaya ada efek jera,” himbaunya.
“Penegak Hukum jangan tidur,” Pesan Kaspudin.
FAISAL 6444/JMI/RED
0 komentar :
Posting Komentar