Mendikbud Nadiem Makarim. |
JAKARTA, JMI -- Apakah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim akan menghapus ujian nasional (UN) ?
Pertanyaan yang kini makin sering terlontar itu dijawab Nadiem. Dia menegaskan, pihaknya belum memutuskan menghapus UN. Yang sudah pasti ialah melakukan evaluasi dan pengkajian. Sebab, esensi UN sebagai tolok ukur efektivitas sistem pendidikan dinilai sudah melenceng.
Menurut Nadiem, UN sejatinya adalah instrumen untuk mengevaluasi sistem pendidikan. Mulai sekolah, letak geografis, hingga kinerja dinas pendidikan. Tujuan utamanya ialah menunjang prestasi siswa. ”Tapi kenyataan di lapangan justru menjadi tolok ukur prestasi siswa. Ini kesalahan,” ujar Nadiem dalam acara Simposium Internasional Kepala Sekolah dan Pengawas Sekolah di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, kemarin.
Akibatnya, siswa dirugikan. Jika mendapat nilai tidak memadai, siswa merasa gagal. Sulit bagi siswa memahami dan menguasai banyak mata pelajaran (mapel). Begitu pula guru yang kerepotan dengan Kurikulum 2013 yang saat ini diterapkan.
Memang, semangat dari Kurikulum 2013 sebenarnya bagus. Siswa dituntut memaksimalkan seluruh kemampuan untuk mencari dan menyelidiki sesuatu (benda, manusia, atau peristiwa) secara sistematis, kritis, logis, dan analitis. Sehingga dapat merumuskan sendiri penemuannya. Sayang, model pembelajaran tersebut berlaku untuk seluruh mapel. ”Karena banyak dan semuanya harus kejar tayang, jadinya itu menjadi secara otomatis proses hafalan. Kasihan murid kita,” tutur mantan CEO Gojek tersebut.
Meski begitu, Nadiem mengakui, masih dibutuhkan tes skala nasional sebagai bahan evaluasi sistem pendidikan. Tapi harus berlandasan kompetensi dasar, bukan berapa banyak jumlah informasi yang sudah terserap. Dengan begitu tidak akan memberatkan siswa maupun guru. ”Jadi, mohon sabar, tunggu kabarnya. Kami akan segera merumuskan rencana ke depan,” ucapnya.
Meski tengah mempertimbangkan untuk menghapus UN, pemerintah memastikan bahwa UN baru akan diubah atau dihapus paling tidak pada 2021. Anggota Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Kemendikbud Doni Koesoema A. memastikan bahwa siswa tingkat akhir tahun 2020 tetap akan menjalani UN. ”Tahun 2020 UN masih ada. Bahkan, BSNP sudah membuat jadwal-jadwalnya, paling tidak awal April ya,” jelasnya.
Doni menerangkan, kalaupun Mendikbud Nadiem ingin mengubah atau menghapus UN, hal tersebut baru bisa dilakukan setidaknya pada 2021. Menurut Doni, UN memang seharusnya dievaluasi sebagai pemenuhan dari janji Presiden Joko Widodo saat masa kampanye pilpres lalu. Tapi, sampai saat ini, bukannya dievaluasi, menurut Doni, malah ditambah dengan ujian akhir sekolah berstandar nasional (UASBN). ”Ini makin membebani sekolah. Jadi, menurut saya, rencana Mas Nadiem untuk mengubah UN sudah tepat,” tuturnya.
Namun, Doni berharap evaluasi terhadap UN dilakukan menyeluruh. Tidak hanya pada kegiatan beberapa hari yang disebut UN. UN sendiri, terang Doni, sebenarnya adalah serangkaian sistem yang digunakan pemerintah untuk mengevaluasi dan menetapkan standar kualitas pendidikan Indonesia.
Dalam proses evaluasi itu ada tiga hal penilaian standar. Pertama, dilakukan para guru lewat ulangan harian di kelas. Kedua, penilaian dari sekolah untuk menentukan lulus atau tidaknya siswa. Ketiga, UN untuk memastikan anak-anak SD, SMP, maupun SMA memenuhi kualitas yang diinginkan. ”Selain itu, ada dimensi UN yang juga terkait seleksi masuk perguruan tinggi (PT),” ucapnya.
Sejauh ini, lanjut Doni, signifikansi UN patut dipertanyakan. Selain tidak bisa menjadi penentu kelulusan, UN tak dapat dijadikan patokan untuk masuk PT. Sebab, PT lebih memilih melaksanakan tes ujian tulis berbasis komputer (UTBK) sendiri. ”Dengan biaya UN yang awalnya setengah triliun, lalu berkurang jadi Rp 300 miliar dengan UNBK ini, tentu pemborosan,” tegas dia.
Seharusnya, imbuh Doni, anak-anak Indonesia tidak perlu lagi mengikuti tes seleksi masuk PT yang kerap menarik iuran hingga ratusan ribu rupiah. Sistem UN yang baru nanti bisa diposisikan sebagai ujian negara untuk menentukan apakah siswa layak masuk PT atau tidak. Sebab, untuk masuk PT, harus memenuhi standar kualitas nasional. Sedangkan ujian sekolah tetap menentukan kelulusan sesuai standar sekolah.
”Jadi, di sekolah tetap lulus, tapi kalau mau masuk PT, harus ikut UN,” ujar Doni. Meski demikian, tambah dia, UN harus tetap ada. Namun, format, tujuan, dan bentuknya bisa dievaluasi lagi.
0 komentar :
Posting Komentar