JAKARTA, JMI -- Pengamat militer Universitas Padjajaran (Unpad) Muradi menilai permintaan Kementerian Pertahanan (Kemhan) menaikan anggaran pertahanan masih dalam taraf wajar. Kenaikan anggaran memang dibutuhkan baik untuk Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista) dan peningkatan kualitas prajurit.
Muradi menjelaskan bila anggaran pertahanan seharusnya ada di kisaran 2 persen dari Gross Domestic Product (GDP) atau Produk Domestik Bruto (PDB). Namun pemerintah belum mampu menyanggupinya karena mesti mengimbangi dengan alokasi lain.
"Saya kira pengajuan tambahan anggaran sebesar 17,5 triliun itu masih dalam ambang batas normal jika dikaitkan dengan anggaran pertahanan Indonesia yang masih di bawah 2 persen dari GDP," katanya, Kamis (20/6).
Muradi menyebut rencana pengalokasian anggaran itu nantinya sudah tepat sesuai kebutuhan pertahahan. Yaitu pada alutsista dan prajurit sebagai penggunanya.
"Penekanan kebutuhannya kan sudah tegas yakni untuk pengadaan alutsista dan peningkatan SDM," ujarnya.
Ia menganggap Program Bela Negara (PBN) sebaiknya menjadi prioritas dalam peningkatan SDM. Kemhan, kata dia, wajib memimpin jalannya PBN dengan berkoordinasi bersama lembaga terkait.
"Program tersebut tidak semata-mata menjadi program Kemhan tapi menjadi program yang melibatkan kementerian dan badan terkait yang mana Kemhan diharapkan mampu menjadi bagian utama dalam program tersebut," ucapnya.
Kemudian, peningkatan kualitas alutsista merupakan harga mati demi menjaga NKRI dari ancaman.
"Dengan penambahan anggaran tersebut, sebenarnya lebih menegaskan bahwa tidak ada pilihan lain bagi Indonesia selain memodernisasi alutsista Indonesia agar tetap kompetitif setidaknya di kawasan," tegasnya.
Sebelumnya, Kemhan mengajukan usulan penambahan anggaran untuk tahun 2020 sebesar Rp 17,5 Triliun ke DPR. Usulan tambahan tersebut di luar pagu indikatif tahun 2020 untuk Kementerian Pertahanan yang memperoleh alokasi anggaran terbesar, yakni sebesar Rp 126,9 triliun.
RPB/JMI/RED
Muradi menjelaskan bila anggaran pertahanan seharusnya ada di kisaran 2 persen dari Gross Domestic Product (GDP) atau Produk Domestik Bruto (PDB). Namun pemerintah belum mampu menyanggupinya karena mesti mengimbangi dengan alokasi lain.
"Saya kira pengajuan tambahan anggaran sebesar 17,5 triliun itu masih dalam ambang batas normal jika dikaitkan dengan anggaran pertahanan Indonesia yang masih di bawah 2 persen dari GDP," katanya, Kamis (20/6).
Muradi menyebut rencana pengalokasian anggaran itu nantinya sudah tepat sesuai kebutuhan pertahahan. Yaitu pada alutsista dan prajurit sebagai penggunanya.
"Penekanan kebutuhannya kan sudah tegas yakni untuk pengadaan alutsista dan peningkatan SDM," ujarnya.
Ia menganggap Program Bela Negara (PBN) sebaiknya menjadi prioritas dalam peningkatan SDM. Kemhan, kata dia, wajib memimpin jalannya PBN dengan berkoordinasi bersama lembaga terkait.
"Program tersebut tidak semata-mata menjadi program Kemhan tapi menjadi program yang melibatkan kementerian dan badan terkait yang mana Kemhan diharapkan mampu menjadi bagian utama dalam program tersebut," ucapnya.
Kemudian, peningkatan kualitas alutsista merupakan harga mati demi menjaga NKRI dari ancaman.
"Dengan penambahan anggaran tersebut, sebenarnya lebih menegaskan bahwa tidak ada pilihan lain bagi Indonesia selain memodernisasi alutsista Indonesia agar tetap kompetitif setidaknya di kawasan," tegasnya.
Sebelumnya, Kemhan mengajukan usulan penambahan anggaran untuk tahun 2020 sebesar Rp 17,5 Triliun ke DPR. Usulan tambahan tersebut di luar pagu indikatif tahun 2020 untuk Kementerian Pertahanan yang memperoleh alokasi anggaran terbesar, yakni sebesar Rp 126,9 triliun.
RPB/JMI/RED
0 komentar :
Posting Komentar