WWW.JURNAL MEDIA INDONESIA.COM

Tanggapi Wiranto, BPN: Kami Juga Sering Jadi Korban Hoaks

Menko Polhukam Wiranto (tengah) didampingi Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto (kiri) dan Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian memimpin rapat koordinasi kesiapan pengamanan tahapan masa rapat umum (kampanye terbuka) tahapan penghitungan suara di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu (20/3/2019).
JAKARTA, JMI -- Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno memberikan tanggapan terkait wacana penggunaan Undang-undang Terorisme untuk menjerat pelaku hoaks. BPN menilai wacana tersebut sangat tidak tepat dan tidak sesuai dengan definisi terorisme.

"Statement Menko Polkam Wiranto benar-benar tidak nyambung dan ngawur ya. Terlalu lebay jika Undang-undang Terorisme diterapkan pada oknum-oknum yang diduga pembuat berita hoaks," ungkap juru bicara BPN Prabowo-Sandiaga, Suhendra melalui pesan singkatnya, Kamis (21/3).

Menurut Suhendra, sebaiknya pemerintah menyikapi fenomena hoaks ini secara bijak dengan koridor peraturan hukum yang sesuai. Sebagai contoh, kata Suhendra, Undang-undang tentang ITE atau tindak pidana/perdata umum saja. Korban hoaks tidak hanya pihak pemerintah tapi juga oposisi. Hanya saja pihaknya tidak berlebihan dalam menyikapinya.

"Toh juga kami merasa, Prabowo Sandi, kami BPN juga sering menjadi korban dan objek hoaks. Kan kami tidak langsung reaktif menyebut pembuat hoaks bisa dikenakan pasal dalam UU Terorisme atau dengan kata lain masa pembuat hoaks adalah teroris?” ucap politikus Partai Gerindra itu.

Suhendra melanjutkan, definisi terorisme menurut Undang-undang nomor 5 Tahun 2018 Tentang Terorisme adalah "terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, Iingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan."

Maka dari definisi di atas, kata Suhendra, pertanyaan sederhananya adalah, di mana letak tindakan kekerasan atau ancaman kekerasannya atas berita-berita hoaks tersebut? Kemudian di mana letak suasasan teror yang berakibat ancaman dan rasa takut atas berita-berita hoaks tersebut?

"Terus objek vital apa yang rusak dan hancur akibat berita hoaks," tanya Suhendra dengan heran.

Wiranto kemarin menegaskan, bahwa penyebaran berita bohong atau hoaks dalam pelaksanaan pemilu serentak 2019 merupakan tindakan teror. Wiranto pun mewacanakan gunakan UU Terorisme untuk menangani teror hoaks.

"Saya kira (hoaks) ini teror, meneror psikologi masyarakat. Oleh karena itu, ya kita hadapi sebagai ancaman teror. Segera kita atasi dengan cara-cara tegas, tapi bertumpu kepada hukum," ujar Wiranto usai Rakor Kesiapan Pengamanan Pemilu 2019, di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Rabu (20/3).

Hoaks yang meneror masyarakat dan menimbulkan ketakutan di masyarakat, kata dia, sama saja seperti terorisme. "Kalau masyarakat diancam dengan hoaks agar mereka takut datang ke TPS, itu sudah ancaman dan merupakan tindakan terorisme. Oleh karena itu kita gunakan UU Terorisme," tegas Wiranto.
Share on Google Plus

0 komentar :

Posting Komentar

BERITA TERKINI

Pemdes Mulyasari Gelar Ruwat Bumi, Rasa Syukur Kepada Sang Pencipta, Berharap Perekonomian Maju Diberikan Keberkahan dan Dijauhkan dari Segala Bencana

SUBANG, JMI - Pemerintah Desa Mulyasari ,Kecamatan Pamanukan, kabupaten Subang Jawa Barat menggelar acara Ruwat Bumi sebagai bentuk rasa sy...