JAKARTA, JMI -- Kehidupan warga di Kalijodo Jakarta Utara tak melulu soal prostitusi dan minuman keras. Nyatanya, di Minggu ketiga pengajian rutin jama'ah pelangi Kalijodo digelar kembali, diadakan Oleh ketua Garda Bintang Timur, Daeng Jamal, Kamis (31/01/19).
Pengajian yang kembali diadakan di aula Kalijodo itu dimulai habis maghrib di sekitar aula, menurut Daeng Jamal,"ini pengajian rutin setiap bulan, akan menjadi rutinitas tambahan di RTH, yang akan dihadiri oeh seluruh masyarakat wilayah sekitar Kalijodo.
Siraman Rohani perdana ke dua dibuka dengan shalat maghrib berjamaah serta shalat isya, kemudian akan diadakan pengajian bersama seperti tahlil (doa bersama) yang dimana doa bersama ini di pimpin oleh Ustadz dan Ustadzah dari wilayah setempat untuk memimpin doa.
Selain doa bersama, Siraman Rohani akan disampaikan oleh Ustadz dan Ustadzah untuk membuat jama'ah yang hadir dapat pembelajaran penting dalam menitih hidup.
Di dalam pengajian terdapat manfaat yang begitu besar positifnya, dalam pengajian manfaat yang dapat diambil yaitu salah satu orang yang biasanya berbuat negatif dengan mendengarkan siraman rohani bisa memanfaatkannya menjadi positif. Hal seperti ini pada masyarakat muslim pada umumnya dapat memanfaatkan pengajian untuk mengubah diri atau memperbaiki diri dari perbuatan yang keji dan mungkar." Ucapnya.
Dalam pengajian ke dua di Minggu ke tiga ini Ustadzah Erni mengangkat ceramah dengan tema ‘istri Salihah’
Sebaris kisah ini dapat menjadi inspirasi bagi seorang istri yang ingin menjadi perhiasan terindah dunia dan bidadari akhirat yaitu wanita salihah. Semoga melalui kisah ini dapat menjadi inspirasi bagi seseorang yang mendambakan keluarga sakinah mawaddah wa rahmah yang diridhai oleh Allah Azza wa jalla.
Ia menceritakan pengalamannya: Ketika aku menikahi Zainab binti Hudair aku berkata dalam hati, Aku telah menikah dengan seorang wanita Arab yang paling keras dan paling kaku tabiatnya. Aku teringat tabiat wanita-wanita Bani Tamim dan kerasnya hati mereka. Aku berkeinginan untuk menceraikannya. Kemudian aku berkata (dalam hati): “Aku pergauli dulu (yaitu menikah dan berhubungan dengannya), jika aku dapati apa yang aku suka, aku tahan ia. Dan jika tidak, aku ceraikan ia.”
Kemudian datanglah wanita-wanita Bani Tamim mengantarkannya. Dan setelah ditempatkan dalam rumah, aku berkata, “Wahai fulanah, sesungguhnya menurut sunnah apabila seorang wanita masuk menemui suaminya hendaklah si suami shalat dua rakaat dan si istri juga shalat dua rakaat.”
Akupun bangkit mengerjakan shalat kemudian aku menoleh ke belakang ternyata ia ikut shalat di belakangku. Seusai shalat para budak-budak wanita pengiringnya datang dan mengambil pakaianku dan memakaikan padaku pakaian tidur yang telah dicelup dengan za’faran.
Dan tatkala rumah sudah kosong, aku mendekatinya dan aku ulurkan tanganku kepadanya. Ia berkata, “Tahan dulu (sabar dulu).”
Aku berkata dalam hati, “Satu malapetaka telah menimpa diriku.” (yakni musibah telah menimpa dirinya).
Lalu ia memuji Allah kemudian memanjatkan shalawat atas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata, “Aku adalah seorang wanita Arab. Demi Allah, aku tidak pernah melangkah kecuali kepada perkara yang diridhai Allah. Dan engkau adalah lelaki asing, aku tidak mengenali perilakumu (yakni aku belum mengenal tabiatmu).
Beritahulah kepadaku apa saja yang engkau suka hingga aku akan melakukannya dan apa saja yang engkau benci hingga aku bisa menghindarinya.”
Aku berkata kepadanya, “Aku suka begini dan begini (Syuraih menyebutkan satu persatu perkataan, perbuatan, makanan dan segala sesuatu yang disukainya) dan aku benci begini dan begini (Syuraih menyebutkan semua perkara yang ia benci).”
Ia berkata lagi, “Beritahukan kepadaku siapa saja anggota keluargaku yang engkau suka bila ia mengunjungimu?”
Aku (Syuraih) berkata, “Aku adalah seorang qadhi, aku tidak suka mereka (anggota keluargamu) membuatku bosan.”
Maka akupun melewati malam yang paling indah, dan aku tidur tiga malam bersamanya. Kemudian aku keluar menuju majelis qadha’, dan aku tidak melewati satu hari melainkan hari itu lebih baik daripada hari sebelumnya.
Tibalah waktu kunjungan mertua.
Yaitu genap satu tahun (setelah berumah tangga).
Aku masuk ke dalam rumahku. Aku dapati seorang wanita tua sedang menyuruh dan melarang.
Aku bertanya, “Hai Zainab, siapakah wanita ini?”
Istriku menjawab, “Ia adalah ibuku.”
“Marhaban”, sahutku.
Ia (ibu mertua) berkata, “Bagaimana keadaanmu hai Abu Umayyah?”
“Alhamdulillah baik-baik saja”, jawabku.
“Bagaimana keadaan istrimu?” Tanyanya.
Aku menjawab, “Istri yang paling baik dan teman yang paling cocok. Ia mendidik dengan baik dan membimbing adab dengan baik pula.”
REDAKSI/CUN-CUN/JMI/RED
Pengajian yang kembali diadakan di aula Kalijodo itu dimulai habis maghrib di sekitar aula, menurut Daeng Jamal,"ini pengajian rutin setiap bulan, akan menjadi rutinitas tambahan di RTH, yang akan dihadiri oeh seluruh masyarakat wilayah sekitar Kalijodo.
Siraman Rohani perdana ke dua dibuka dengan shalat maghrib berjamaah serta shalat isya, kemudian akan diadakan pengajian bersama seperti tahlil (doa bersama) yang dimana doa bersama ini di pimpin oleh Ustadz dan Ustadzah dari wilayah setempat untuk memimpin doa.
Selain doa bersama, Siraman Rohani akan disampaikan oleh Ustadz dan Ustadzah untuk membuat jama'ah yang hadir dapat pembelajaran penting dalam menitih hidup.
Di dalam pengajian terdapat manfaat yang begitu besar positifnya, dalam pengajian manfaat yang dapat diambil yaitu salah satu orang yang biasanya berbuat negatif dengan mendengarkan siraman rohani bisa memanfaatkannya menjadi positif. Hal seperti ini pada masyarakat muslim pada umumnya dapat memanfaatkan pengajian untuk mengubah diri atau memperbaiki diri dari perbuatan yang keji dan mungkar." Ucapnya.
Dalam pengajian ke dua di Minggu ke tiga ini Ustadzah Erni mengangkat ceramah dengan tema ‘istri Salihah’
Sebaris kisah ini dapat menjadi inspirasi bagi seorang istri yang ingin menjadi perhiasan terindah dunia dan bidadari akhirat yaitu wanita salihah. Semoga melalui kisah ini dapat menjadi inspirasi bagi seseorang yang mendambakan keluarga sakinah mawaddah wa rahmah yang diridhai oleh Allah Azza wa jalla.
Ia menceritakan pengalamannya: Ketika aku menikahi Zainab binti Hudair aku berkata dalam hati, Aku telah menikah dengan seorang wanita Arab yang paling keras dan paling kaku tabiatnya. Aku teringat tabiat wanita-wanita Bani Tamim dan kerasnya hati mereka. Aku berkeinginan untuk menceraikannya. Kemudian aku berkata (dalam hati): “Aku pergauli dulu (yaitu menikah dan berhubungan dengannya), jika aku dapati apa yang aku suka, aku tahan ia. Dan jika tidak, aku ceraikan ia.”
Kemudian datanglah wanita-wanita Bani Tamim mengantarkannya. Dan setelah ditempatkan dalam rumah, aku berkata, “Wahai fulanah, sesungguhnya menurut sunnah apabila seorang wanita masuk menemui suaminya hendaklah si suami shalat dua rakaat dan si istri juga shalat dua rakaat.”
Akupun bangkit mengerjakan shalat kemudian aku menoleh ke belakang ternyata ia ikut shalat di belakangku. Seusai shalat para budak-budak wanita pengiringnya datang dan mengambil pakaianku dan memakaikan padaku pakaian tidur yang telah dicelup dengan za’faran.
Dan tatkala rumah sudah kosong, aku mendekatinya dan aku ulurkan tanganku kepadanya. Ia berkata, “Tahan dulu (sabar dulu).”
Aku berkata dalam hati, “Satu malapetaka telah menimpa diriku.” (yakni musibah telah menimpa dirinya).
Lalu ia memuji Allah kemudian memanjatkan shalawat atas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata, “Aku adalah seorang wanita Arab. Demi Allah, aku tidak pernah melangkah kecuali kepada perkara yang diridhai Allah. Dan engkau adalah lelaki asing, aku tidak mengenali perilakumu (yakni aku belum mengenal tabiatmu).
Beritahulah kepadaku apa saja yang engkau suka hingga aku akan melakukannya dan apa saja yang engkau benci hingga aku bisa menghindarinya.”
Aku berkata kepadanya, “Aku suka begini dan begini (Syuraih menyebutkan satu persatu perkataan, perbuatan, makanan dan segala sesuatu yang disukainya) dan aku benci begini dan begini (Syuraih menyebutkan semua perkara yang ia benci).”
Ia berkata lagi, “Beritahukan kepadaku siapa saja anggota keluargaku yang engkau suka bila ia mengunjungimu?”
Aku (Syuraih) berkata, “Aku adalah seorang qadhi, aku tidak suka mereka (anggota keluargamu) membuatku bosan.”
Maka akupun melewati malam yang paling indah, dan aku tidur tiga malam bersamanya. Kemudian aku keluar menuju majelis qadha’, dan aku tidak melewati satu hari melainkan hari itu lebih baik daripada hari sebelumnya.
Tibalah waktu kunjungan mertua.
Yaitu genap satu tahun (setelah berumah tangga).
Aku masuk ke dalam rumahku. Aku dapati seorang wanita tua sedang menyuruh dan melarang.
Aku bertanya, “Hai Zainab, siapakah wanita ini?”
Istriku menjawab, “Ia adalah ibuku.”
“Marhaban”, sahutku.
Ia (ibu mertua) berkata, “Bagaimana keadaanmu hai Abu Umayyah?”
“Alhamdulillah baik-baik saja”, jawabku.
“Bagaimana keadaan istrimu?” Tanyanya.
Aku menjawab, “Istri yang paling baik dan teman yang paling cocok. Ia mendidik dengan baik dan membimbing adab dengan baik pula.”
REDAKSI/CUN-CUN/JMI/RED
0 komentar :
Posting Komentar