Pasar Tanah Abang |
Asisten Perekonomian dan Keuangan Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta Sri Hayati menjelaskan kenaikan pendapatan ke depan akan berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi ibu kota. Hanya saja, ia belum bisa menyebut berapa persen potensi kenaikannya.
"Ya harusnya iya (menaikkan konsumsi masyarakat). Daya beli masyarakat harusnya juga menaikkan pertumbuhan ekonomi," ujarnya di Jakarta, Rabu (6/2).
Mengutip Badan Pusat Statistik (BPS), ekonomi DKI Jakarta tumbuh 6,17 persen. Realisasi itu turun dari posisi 2017 yang menyentuh angka 6,2 persen.
Kontribusi utamanya masih sama seperti tahun-tahun sebelumnya, yakni konsumsi rumah tangga yang mencapai 60,52 persen dengan pertumbuhan 6,03 persen. Bila dirinci, tingkat konsumsi rumah tangga sepanjang 2018 naik 6,03 persen, lebih tinggi dari 2016 yang sebesar 5,54 persen dan 2017 sebesar 5,68 persen.
"Kami juga kan mengejar keadilan sosial, sehingga kaum marginal kami intervensi dengan subsidi transportasi dan pangan," imbuh Sri.
Dengan demikian, Pemprov DKI Jakarta berharap masyarakat bisa memiliki dana lebih untuk disimpan atau ditabung. Walhasil, kemampuan masyarakat ibu kota untuk membeli rumah bisa bertambah.
"Dana yang disimpan bisa untuk ke sektor perumahan dan lain-lain, nah arahnya memang ke sana," jelasnya.
Sekadar informasi, BPS mencatat pendapatan per kapita orang Indonesia 2018 sebesar Rp56 juta atau US$3.927 per tahun. Angka itu naik 7,92 persen dari posisi 2017 lalu sebesar Rp51,89 juta atau US$3.876,8 per tahun.
Bank Dunia membagi negara dalam empat kategori, yaitu kelompok negara berpendapatan rendah dengan pendapatan per kapita per tahun sebesar US$995 ke bawah, negara berpendapatan menengah ke bawah di kisaran US$996-3.895, negara berpendapatan menengah ke atas US$3.896-12.055, dan negara pendapatan tinggi atau maju yakni di atas US$12.056.
CNN/JMI/RED
0 komentar :
Posting Komentar