JAKARTA, JMI -- Pakar hidrometeorologi Institut Teknologi Bandung (ITB) Armi Susandi mengingatkan waspada hujan lebat di Jakarta pada awal Februari yang bisa memicu banjir. Curah hujan yang tinggi itu, kata dia, juga berpotensi mengakibatkan banjir di Jakarta terutama Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan.
"Waspadai curah hujan lebat pada saat bulan purnama di Jakarta kawasan utara yang dapat menjadi potensi genangan lebih lama," kata Armi di Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, Kamis (31/1).
Armi mengatakan, potensi banjir luas bisa terjadi jika curah hujan 10 milimeter dalam jangka waktu enam jam sepekan berturut-turut. Terlebih, infrastruktur di ibu kota tergolong tidak memadai jika harus menghadapi hujan lebat sampai tujuh hari beriringan.
Armi menyontohkan, fasilitas pompa air untuk memindahkan genangan hujan di Jakarta akan bekerja sangat berat dan tidak seimbang dengan debit air yang ada. Banjir yang parah, kata dia, dapat terjadi di ibu kota jika hujan deras diikuti dengan banjir kiriman, hujan kiriman, dan terjadi rob dari utara.
"Infrastruktur kita tidak bagus penyerapan airnya. Pompa kita tidak sebaik di Seoul, Korea Selatan. Karakteristik Jakarta itu mirip Seoul, di sana bagus pompanya," kata dia. Armi mengingatkan, Jakarta berpotensi diguyur hujan deras pada 10 hari pertama bulan Februari 2019.
Badan Meterologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebutkan ancaman bencana hidrometeorologi akan terjadi sepanjang tahun di Indonesia. Ancaman tersebut akan terjadi dengan jenis yang berbeda.
"Ancaman bencana hidrometeorologi sangat faktual di Indonesia. Sering terjadi, kadang dengan skala kecil, kadang dengan skala besar," kata Kepala Subbidang Prediksi Cuaca BMKG, Agie Wandala Putra dalam salah satu sesi Disaster Outlook 2019 yang diadakan di Jakarta, Kamis (31/1).
Data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mneyebutkan, sepanjang 2018, bencana yang paling banyak terjadi adalah bencana hidrometeorologi, yaitu 95 persen. "Tahun lalu kita terhenyak dengan gempa dan tsunami yang menyebabkan banyak korban meninggal. Namun, yang paling banyak terjadi sebenarnya banjir, puting beliung, kekeringan serta kebakaran hutan dan lahan," jelasnya.
Agie mengatakan Indonesia terbentang dari Sabang sampai Merauke dengan kondisi geografis yang berbeda-beda. Karena itu, masyarakat Indonesia harus menaruh perhatian kepada perbedaan iklim yang terjadi di masing-masing wilayah.
Agie mencontohkan beberapa daerah di Jawa akan mengalami curah hujan yang tinggi sehingga menyebabkan banjir. Pada saat yang sama. beberapa wilayah di Maluku mengalami kekeringan.
"Itu adalah kekayaan Indonesia. Pendidikan tentang kebencanaan setiap wilayah harus dilakukan sesuai dengan kondisi yang berbeda-beda itu," tuturnya.
ANT/JMI/RED
"Waspadai curah hujan lebat pada saat bulan purnama di Jakarta kawasan utara yang dapat menjadi potensi genangan lebih lama," kata Armi di Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, Kamis (31/1).
Armi mengatakan, potensi banjir luas bisa terjadi jika curah hujan 10 milimeter dalam jangka waktu enam jam sepekan berturut-turut. Terlebih, infrastruktur di ibu kota tergolong tidak memadai jika harus menghadapi hujan lebat sampai tujuh hari beriringan.
Armi menyontohkan, fasilitas pompa air untuk memindahkan genangan hujan di Jakarta akan bekerja sangat berat dan tidak seimbang dengan debit air yang ada. Banjir yang parah, kata dia, dapat terjadi di ibu kota jika hujan deras diikuti dengan banjir kiriman, hujan kiriman, dan terjadi rob dari utara.
"Infrastruktur kita tidak bagus penyerapan airnya. Pompa kita tidak sebaik di Seoul, Korea Selatan. Karakteristik Jakarta itu mirip Seoul, di sana bagus pompanya," kata dia. Armi mengingatkan, Jakarta berpotensi diguyur hujan deras pada 10 hari pertama bulan Februari 2019.
Badan Meterologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebutkan ancaman bencana hidrometeorologi akan terjadi sepanjang tahun di Indonesia. Ancaman tersebut akan terjadi dengan jenis yang berbeda.
"Ancaman bencana hidrometeorologi sangat faktual di Indonesia. Sering terjadi, kadang dengan skala kecil, kadang dengan skala besar," kata Kepala Subbidang Prediksi Cuaca BMKG, Agie Wandala Putra dalam salah satu sesi Disaster Outlook 2019 yang diadakan di Jakarta, Kamis (31/1).
Data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mneyebutkan, sepanjang 2018, bencana yang paling banyak terjadi adalah bencana hidrometeorologi, yaitu 95 persen. "Tahun lalu kita terhenyak dengan gempa dan tsunami yang menyebabkan banyak korban meninggal. Namun, yang paling banyak terjadi sebenarnya banjir, puting beliung, kekeringan serta kebakaran hutan dan lahan," jelasnya.
Agie mengatakan Indonesia terbentang dari Sabang sampai Merauke dengan kondisi geografis yang berbeda-beda. Karena itu, masyarakat Indonesia harus menaruh perhatian kepada perbedaan iklim yang terjadi di masing-masing wilayah.
Agie mencontohkan beberapa daerah di Jawa akan mengalami curah hujan yang tinggi sehingga menyebabkan banjir. Pada saat yang sama. beberapa wilayah di Maluku mengalami kekeringan.
"Itu adalah kekayaan Indonesia. Pendidikan tentang kebencanaan setiap wilayah harus dilakukan sesuai dengan kondisi yang berbeda-beda itu," tuturnya.
ANT/JMI/RED
0 komentar :
Posting Komentar