WWW.JURNAL MEDIA INDONESIA.COM

Politik Islam dalam Berdemokrasi di Zaman Now menurut Jimly Asshiddiqie

JAKARTA, JMI -- Jimly Asshiddiqie adakan diskusi publik bersama, PPLI, Jimly School, IKA PMII ICMI pusat, Lakpesdam PBNU. Sambil membahas politik cara Islam di era modern, Sabtu  (12/01/2019) pukul 08.00 - 12.00 WIB.

Acara yang diadakan di Hariston Hotel and Suite, Jl. Terusan Bandengan No. 1, Kalijodo, Penjaringan Pluit, Kota Jakarta Utara 14450, Islam Politik dalam Pemilu di Negara Demokrasi Jaman Now.

Dalam acara tersebut turut hadir Dr. H. Rumadi Ahmad sebagai moderator, Narasumber, Prof. H. Jimly Asshiddiqie, K.H. Nadirsyah Hosein, Ph.D, Dr. H. Juri Ardiantoro.

Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) Jimly Asshiddiqie bersama Akademisi dan aktivis Nahdlatul Ulama Nadirsyah Hosen mantan Ketua KPU Juri Ardiantoro, dan Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan SDM (Lakpesdam) PBNU Rumadi Ahmad menjadi pembicara dalam diskusi tentang Islam politik Diskusi tersebut mengusung tema "Islam Politik Dalam Pemilu di Negara Demokrasi Zaman Now".

"Kita akan membahas tentang berpolitik di negara demokrasi dengan cara Islam yang penuh kedamaian," Katanya Jimly.

Demokrasi sebagai konsep ketatanegaraan dalam penggunaanya sebagai ideologi negara mempunyai banyak makna dan nama, hal ini disebabkan karena banyaknya implementasi nilai-nilai demokrasi yang seolah-olah menjadi obsesi masyarakat di dunia.
Istilah demokrasi menurut asal kata berarti rakyat berkuasa
atau government by the people (kata yunani demos berarti rakyat, kratos/kratein berarti kekuasaan/berkuasa) dan demokrasi hanyalah menjadi slogan pemerintah untuk menarik simpati rakyat saja.
Secara etimologis, istilah “demokrasi” berarti pemerintahan oleh rakyat” (demos berarti rakyat, kratos berarti pemerintahan).

Demokrasi juga dijelaskan sebagai bentuk pemerintahan dimana warga negara menggunakan hak yang sama tidak secara pribadi tetapi melalui para wakil yang duduk dilembaga Dewan Perwakilan Rakyat. Demokrasi pertama-tama merupakan gagasan yang mengandaikan bahwa kekuasaan itu adalah dari, oleh dan untuk rakyat.

Dalam pengertian yang lebih partisipatif demokrasi itu bahkan disebut sebagai konsep kekuasaan dari, oleh, untuk dan bersama rakyat. "Artinya, kekuasaan itu pada pokoknya diakui berasal dari rakyat, dan karena itu rakyatlah yang sebenarnya," katanya.

Kembali menjelaskan, "Menentukan dan memberi arah serta yang sesungguhnya menyelenggarakan kehidupan kenegaraan. Tujuan demokrasi menurutnya mewujudkan cita-cita membangun Indonesia baru dimasa depan.

Dan berbeda halnya dengan demokrasi berdasarkan Fiqh Siyasah yaitu suatu kekuasaan tertinggi yang pada pokoknya berasal dari Tuhan kedaulatannya adalah ditangan syara," bukan ditangan rakyat dan yang menentukan arah itu adalah Tuhan.

Mengakui bahwasanya hanya Tuhan yang membuat aturan-aturan hukum tersebut. Dalam keyakinan umat Islam, tidak masuk akal untuk mengakui bahwa kekuasaan itu berasal dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat, dan bersama rakyat. Rumusan Masalah dalam penelitian ini," Tutupnya.

CUN-CUN
Share on Google Plus

0 komentar :

Posting Komentar

Berita Terkini

KPU Subang Menggelar Debat Publik Kedua, Diikuti Tiga Paslon Pilkada Subang 2024

Subang, JMI - Komisi pemilihan umum (KPU) kabupaten Subang menyelenggarakan Debat publik kedua calon Bupati dan wakil bupati Subang tahun 2...