WWW.JURNAL MEDIA INDONESIA.COM

Ilmuwan Dunia Ingatkan Tetap Waspada Tsunami Selat Sunda

Petugas mengevakuasi jenazah korban bencana Tsunami di Pantai Tanjung Lesung, Banten, Jawa Barat, Minggu (23/12)
JAKARTA, JMI -- Peristiwa tsunami Selat Sunda yang menerjang kawasan pantai di Kabupaten Pandeglang, Banten dan Lampung Selatan, Lampung pada Sabtu (22/12) mengagetkan publik. Tsunami diduga terjadi akibat peningkatan aktivitas Gunung Anak Krakatau.

Sejumlah ilmuwan dunia memperingatkan bahwa tsunami lain dapat melanda Indonesia, khususnya di Selat Sunda. Peringatan itu muncul pada Minggu (23/12), setelah lebih dari 200 orang menjadi korban tewas tsunami.

Peringatan itu muncul merujuk pada peningkatan aktivitas Gunung Anak Krakatau yang disebut bakal terus memicu longsor di bawah permukaan air laut.

"Kemungkinan tsunami lebih lanjut di Selat Sunda akan tetap tinggi karena Gunung Anak Krakatau sedang memasuki fase aktif saat ini," ujar ilmuwan Richard Teeuw dari Portsmouth University, Inggris, mengutip AFP.

Para ilmuwan mengingatkan untuk tetap waspada mengingat Gunung Anak Krakatau yang telah bergejolak dan tidak stabil.

Menurut Teeuw, saat ini survei sonar diperlukan untuk memetakan dasar laut di sekitar gunung berapi. Namun, lanjut dia, sayangnya survei semacam itu biasanya membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk dilakukan.

Meski relatif jarang terjadi, letusan gunung berapi laut dapat menghasilkan gangguan impulsif yang meningkatkan volume air dan menghasilkan gelombang tsunami.

Menyitat laman International Tsunami Information Center UNESCO, pada mekanisme ini, gelombang tinggi dapat dihasilkan oleh perpindahan air secara mendadak yang disebabkan oleh ledakan gunung berapi.

Tercatat, salah satu tsunami akibat letusan gunung api laut terbesar pernah terjadi pada Gunung Krakatau. Peristiwa yang tercatat dalam sejarah itu terjadi pada 26 Agustus 1883 silam. Ledakan ini menghasilkan gelombang yang mencapai 135 kaki atau 41 meter, menghancurkan kota-kota di wilayah pesisir pantai dan desa-desa di sepanjang Selat Sunda serta menewaskan 36.417 jiwa.

Aktivitas Gunung Anak Krakatau dipantau telah meningkat sejak Juni 2018. Selama periode Oktober-November 2018 telah terjadi erupsi yang lebih besar dan status ditingkatkan menjadi Waspada.

Gunung Anak Krakatau sendiri masih berada dalam fase pertumbuhan. Tubuhnya bertambah tinggi hingga 4-6 meter per tahun.

Indonesia sendiri memiliki 127 gunung api aktif dan berada di zona 'Cincin Api'. Dengan kondisi demikian, aktivitas gempa dan letusan gunung berapi kerap melanda Indonesia.

Sebagaimana diketahui, gelombang tinggi tsunami menerjang kawasan pantai Kabupaten Pandeglang, Banten dan Lampung Selatan, Lampung pada Sabtu (22/12). Gelombang tinggi ini dipicu oleh longsoran Gunung Anak Krakatau dan gelombang laut tinggi di wilayah tersebut.

Namun, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengatakan tidak ada potensi tsunami susulan di sekitar perairan Banten.

Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Rahmat Triyono mengatakan, sensor BMKG tidak mendeteksi adanya perubahan air laut yang signifikan di Selat Sunda.

"Semua (kabar tsunami susulan) itu masih simpang siur. Yang pasti dari kami tidak mencatat atau melihat hal serius yang signifikan terkait potensi tsunami susulan," ujar Rachmat di Jakarta, Minggu (23/12).

Hingga Minggu (23/12), jumlah korban tewas tercatat sebanyak 222 orang, 843 korban luka-luka, dan 28 di antaranya belum ditemukan.
Share on Google Plus

0 komentar :

Posting Komentar

Berita Terkini

Biayai Energi Hijau di RI, Hashim Tarik Negara-Negara Raksasa

  JAKARTA, JMI - Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menargetkan peningkatan kapasitas listrik nasional sebesar lebih dari 100 gigawat...