JAKARTA, JMI -- Wakil Presiden Jusuf Kalla mengaku telah mengantongi daftar masjid diduga terpapar paham radikalisme. JK yang juga Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) berencana membawa persoalan itu dalam rapat internal.
"Saya sudah bicara dengan Kepala BIN (Badan Intelijen Negara), Pak Budi Gunawan, tentang hal ini. Saya diberikan daftarnya. Ada yang ringan, ada yang menengah, ada yang berat," kata Wapres Jusuf Kalla kepada wartawan di Istana Wakil Presiden Jakarta, Jumat (24/11).
Rapat internal DMI itu, kata JK, berupaya menemukan solusi bahwa pengendaliannya saat ini ialah dengan melakukan pendekatan terhadap para penceramah di masjid.
"(penceramah) Jangan membikin hoaks, jangan bicara tanpa data," tegas Wapres.
Selain pendekatan terhadap para penceramah dan ulama, kata JK, dirinya akan menjelaskan batasan yang diberikan tersebut antara lain berupa pembuatan kurikulum ceramah oleh DMI. Kurikulum tersebut nantinya tidak perlu menyeragamkan konten khotbah, melainkan dengan menetapkan tema ceramah tertentu setiap bulannya.
"DMI selalu minta dibuatkan kurikulum dan juga penilaian kepada penceramah. Kita tidak melarang penceramah, tetapi batasan-batasannya mereka harus taati," jelasnya.
Sementara itu, sebelumnya, Juru Bicara Kepala BIN Wawan Hari Purwanto sebelumnya mengatakan pihaknya mendapat laporan dari Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) NU bahwa ada 50 penceramah di 41 masjid lingkungan pemerintah terpapar radikal.
Hasil survei yang dilakukan oleh P3M NU sebagai peringatan dini dan ditindaklanjuti dengan pendalaman serta penelitian lanjutan oleh BIN. "Masjidnya tidak radikal, tapi ada penceramahnya di masjid di lingkungan pemerintah semua di Jakarta," kata Wawan di Jakarta Selasa (20/11).
BIN memberikan peringatan dini, sambungnya, dalam rangka meningkatkan kewaspadaan, tetap menjaga sikap toleran dan menghargai kebhinekaan. Survei mengungkapkan sedikitnya 41 dari 100 masjid milik kantor pemerintah terindikasi radikal yang disebarkan melalui setiap ceramahnya.
Dari 41 masjid tersebut, 17 di antaranya masuk dalam kategori radikal tinggi, 17 lainnya radikal sedang dan tujuh masjid berkategori radikal rendah.
"Saya sudah bicara dengan Kepala BIN (Badan Intelijen Negara), Pak Budi Gunawan, tentang hal ini. Saya diberikan daftarnya. Ada yang ringan, ada yang menengah, ada yang berat," kata Wapres Jusuf Kalla kepada wartawan di Istana Wakil Presiden Jakarta, Jumat (24/11).
Rapat internal DMI itu, kata JK, berupaya menemukan solusi bahwa pengendaliannya saat ini ialah dengan melakukan pendekatan terhadap para penceramah di masjid.
"(penceramah) Jangan membikin hoaks, jangan bicara tanpa data," tegas Wapres.
Selain pendekatan terhadap para penceramah dan ulama, kata JK, dirinya akan menjelaskan batasan yang diberikan tersebut antara lain berupa pembuatan kurikulum ceramah oleh DMI. Kurikulum tersebut nantinya tidak perlu menyeragamkan konten khotbah, melainkan dengan menetapkan tema ceramah tertentu setiap bulannya.
"DMI selalu minta dibuatkan kurikulum dan juga penilaian kepada penceramah. Kita tidak melarang penceramah, tetapi batasan-batasannya mereka harus taati," jelasnya.
Sementara itu, sebelumnya, Juru Bicara Kepala BIN Wawan Hari Purwanto sebelumnya mengatakan pihaknya mendapat laporan dari Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) NU bahwa ada 50 penceramah di 41 masjid lingkungan pemerintah terpapar radikal.
Hasil survei yang dilakukan oleh P3M NU sebagai peringatan dini dan ditindaklanjuti dengan pendalaman serta penelitian lanjutan oleh BIN. "Masjidnya tidak radikal, tapi ada penceramahnya di masjid di lingkungan pemerintah semua di Jakarta," kata Wawan di Jakarta Selasa (20/11).
BIN memberikan peringatan dini, sambungnya, dalam rangka meningkatkan kewaspadaan, tetap menjaga sikap toleran dan menghargai kebhinekaan. Survei mengungkapkan sedikitnya 41 dari 100 masjid milik kantor pemerintah terindikasi radikal yang disebarkan melalui setiap ceramahnya.
Dari 41 masjid tersebut, 17 di antaranya masuk dalam kategori radikal tinggi, 17 lainnya radikal sedang dan tujuh masjid berkategori radikal rendah.
0 komentar :
Posting Komentar