Ditjen Bimas
Islam Kemenag meluncurkan Aplikasi Sistem Informasi Manajemen Nikah (SIMKAH)
berbasis Web dan Kartu Nikah. Peluncuran dilakukan oleh Menag, Lukman Hakim
Saifuddin di Kantor Kemenag.
|
Hal ini berbeda dengan skema pembiayaan untuk penerbitan kartu nikah secara terbatas (piloting) saat ini yang menggunakan dana kementerian dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018.
Lukman menjelaskan penerbitan kartu nikah sebanyak 1 juta kartu untuk 500 ribu peristiwa pernikahan pada tahun ini akan menggunakan anggaran kementerian karena bersifat piloting. Asumsinya, besaran anggaran akan mencapai Rp680 juta karena harga per kartu sebesar Rp680,-.
Namun, tegasnya, mulai tahun depan penerbitan kartu nikah akan menggunakan pos anggaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Kementerian Agama yang didapat dari biaya administrasi pernikahan di luar Kantor Urusan Agama (KUA).
Biasanya, bila calon pasutri menikah di luar KUA, misalnya dengan menggundang penghulu ke tempat akad, maka masing-masing calon pasutri perlu membayar biaya administrasi sebesar Rp600 ribu.
"Dari Rp600 ribu itu akan digunakan untuk biaya transportasi penghulu, administrasi, dan sebagain lain masuk ke kas negara sebagai PNBP. Maka dari situ, setiap peristiwa nikah akan disisihkan Rp680 untuk kartu nikah," kata Lukman, Kamis (22/11).
Menurut Lukman mengatakan nanti ditanggung calon pasutri, biaya penerbitan kartu nikah ini tidak memberatkan. Sebab, ia menegaskan harga yang dibebankan untuk pembuatan kartu sudah relatif murah. Apalagi, sambungnya, jika melihat dari manfaat yang akan diperoleh pemegangnya dan negara.
Mulai dari mudah dibawa, digunakan, hingga terintegrasi dengan sistem kependudukan dan catatan sipil (Dukcapil) di Kementerian Dalam Negeri.
"Ini sudah ada QR Code atau barcode, yang dengan begitu seluruh data warga negara Indonesia terkait status perkawinan, bisa segera diketahui," jelasnya.
Kendati begitu, Lukman belum bisa memperkirakan berapa banyak penerbitan kartu nikah pada tahun depan. Sebab, pertumbuhan pernikahan di Indonesia memang kerap meningkat.
"Untuk tahun 2019, nanti kami lihat dari hasil pelaksanaan dan evaluasi di 2018 ini," ucapnya.
Siap Diusut KPK
Sampai saat ini, rencana penerbitan kartu nikah sejatinya masih mendapat pro-kontra dari berbagai kalangan. Salah satunya dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sempat meminta Lukman untuk meninjau kembali rencana pengadaan kartu nikah tersebut.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan permintaan peninjauan kembali itu perlu dilakukan karena KPK khawatir proyek pengadaan kartu nikah tidak efisien, tidak sesuai rencana, hingga berpotensi dikorupsi.
"Itu sebabnya dikaji lagi saja, philosophy hingga itu (kartu nikah) mau buat apa?" ujarnya beberapa waktu lalu.
Kendati begitu, Lukman justru mempertanyakan maksud peninjauan kembali dari KPK. Sebab, menurut Lukman, seharusnya KPK mengajukan permintaan itu bila sudah ada indikasi korupsi pada pengadaan kartu nikah, bukan ketika kebijakan ini sedang disosialisasikan.
"Apakah KPK punya indikasi kuat terjadinya korupsi dalam kartu nikah? Kalau iya, maka itu domain mereka. Tapi, kalau tidak, pertanyaan saya kepada publik, etiskah sebuah instansi negara tidak hanya mengomentari, tapi menunjukkan ketidaksetujuannya terhadap program yang sedang gencar-gencarnya kami lakukan di Kementerian Agama?" tekannya.
Lebih lanjut, Lukman bilang, kalau pun ada indikasi korupsi pada kebijakan yang dikeluarkan kementeriannya, maka pihaknya dengan senang hati akan berkoordinasi dengan KPK untuk turut mengungkap aksi korupsi tersebut.
"Lain soal kalau dengan hal pengadaan ihwal kartu nikah ada indikasi kuat terjadinya korupsi. Maka silakan usut kami, kami sangat terbuka. Bahkan kami berkepentingan untuk bersihkan seluruh ASN kami di kementerian. Itu tugas kami sebagai Menteri Agama," pungkasnya.
0 komentar :
Posting Komentar