Said Aqil Siroj |
"Sebaiknya khatib itu harus mengerti agama, tidak, jangan sembarang. Kalau yang tidak (mengerti agama), jangan coba-coba jadi khatib Jumat," ujar Said usai Acara Pengukuhan Pimpinan Ikatan Sarjana NU (ISNU), di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, Minggu (25/11).
Bagi Said, khatib dengan ilmu agama yang 'cetek' sering kali kekurangan bahan untuk khotbah. Khotbahnya pun, lanjut dia, hanya tentang radikalisme.
"Karena mereka khotbah, khotib-khotibnya tidak berilmu. Tidak mumpuni, jadi apa yang akan disampaikan adalah yang paling gampang, radikalisme," kata dia.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum PP ISNU Ali Masykur Musa mengatakan terdapat dua solusi untuk mencegah peredaran radikalisme di masjid.
Pertama, ia mengatakan Kementerian Agama (Kemenag) bisa melakukan dialog dengan para dai dam khatib terkait konten khotbah yang akan dibawakan di masjid.
"Pembicaraan antara dai-dai yang cukup punya nama tapi pengetahuan nya belum mendalam, maka konteks itu Kemenag bisa ajak dialog sehingga ketika dakwah itu kontennya bisa sangat dalam," ujar Ali.
Kedua, Ali mengatakan masyarakat juga harus aktif dalam penangkalan konten radikalisme di masjid ini. Ia mengatakan masyarakat bisa menyaring konten-konten atau ajakan apa yang bisa berdampak positif bagi kehidupannya.
"Yang kedua masyrakat sendiri menginginkan ada siraman rohani, dengan demikian kami berharap masyraakat luas juga bisa memilah-memilah mana ajaraan ajakan dari dai yang betul-betul bisa menenangkan jiwa," kata Ali.
Sebelumnya, Juru Bicara Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Wawan Hari Purwanto sebelumnya mengatakan pihaknya mendapat laporan dari Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) NU bahwa ada 50 penceramah di 41 masjid lingkungan pemerintah terpapar radikal.
Dari 41 masjid tersebut, 17 di antaranya masuk dalam kategori radikal tinggi, 17 lainnya radikal sedang dan tujuh masjid berkategori radikal rendah.
0 komentar :
Posting Komentar