JAKARTA, JMI -- Polda Metro Jaya kembali menolak permohonan tahanan kota tersangka penyebaran hoaks, Ratna Sarumpaet. Polisi menyatakan ibu dari aktris Atiqah Hasiholan itu juga tidak memiliki penyakit seperti depresi.
Penolakan permohonan tahanan kota tersebut merupakan kali kedua yang dilakukan oleh polisi. Sebelumnya, polisi juga menolak tahanan kota untuk Ratna yang diajukan dengan alasan kesehatan.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Argo Yuwono enggan menjelaskan secara rinci soal penolakan permohonan tahanan kota yang diajukan oleh keluarga Ratna. Menurut dia, kewenangan penolakan itu merupakan subjektivitas penyidik.
"Untuk tahanan kota tidak dikabulkan alasannya jadi masih dilakukan penahanan adalah subjektivitas penyidik, artinya penyidik masih melakukan penahanan," ujarnya di Mapolda Metro Jaya, Kamis (8/11).
Sebelumnya, tahanan kota itu diajukan karena kondisi Ratna yang disebut pihak keluarga semakin turun. Hal itu disampaikan Atiqah Hasiholan saat menjenguk Ratna di Rutan Polda Metro Jaya, kemarin.
Namun, Argo mengatakan penanganan kesehatan setiap tahanan di rutan akan diberikan. Jika penanganan kesehatan dinilai kurang, kata dia, maka polisi dapat merujuk untuk dilakukan perawatan di rumah sakit.
"Kan Polda punya dokter, punya poliklinik, punya biddokkes ya jadi kalo ada keluhan tahanan semua tahanan pun dokter akan memeriksa. Seandainya perawatan kurang pun bisa kita rujuk ke Rumah Sakit Polri Kramatjati," tuturnya.
Atiqah Hasiholan mengaku selama satu tahun terakhir ibunya tengah menjalani pengobatan dengan psikiater. Menurut dia, Ratna depresi selama setahun terakhir.
Atas keluhan itu, Argo membantahnya. Dari hasil pemeriksaan kesehatan yang dilakukan, Ratna justru dinyatakan dalam kondisi normal.
"Normal ya normal," tuturnya.
Hari ini polisi juga telah mengirimkan berkas perkara milik Ratna ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Nantinya Kejati akan menentukan apakah berkas perkara tersebut telah lengkap atau belum.
Ratna telah ditahan sejak 5 Oktober lalu usai ditetapkan sebagai tersangka penyebaran hoaks soal penganiayaan. Dia dijerat Pasal 14 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan Pasal 28 juncto Pasal 45 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Penolakan permohonan tahanan kota tersebut merupakan kali kedua yang dilakukan oleh polisi. Sebelumnya, polisi juga menolak tahanan kota untuk Ratna yang diajukan dengan alasan kesehatan.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Argo Yuwono enggan menjelaskan secara rinci soal penolakan permohonan tahanan kota yang diajukan oleh keluarga Ratna. Menurut dia, kewenangan penolakan itu merupakan subjektivitas penyidik.
"Untuk tahanan kota tidak dikabulkan alasannya jadi masih dilakukan penahanan adalah subjektivitas penyidik, artinya penyidik masih melakukan penahanan," ujarnya di Mapolda Metro Jaya, Kamis (8/11).
Sebelumnya, tahanan kota itu diajukan karena kondisi Ratna yang disebut pihak keluarga semakin turun. Hal itu disampaikan Atiqah Hasiholan saat menjenguk Ratna di Rutan Polda Metro Jaya, kemarin.
Namun, Argo mengatakan penanganan kesehatan setiap tahanan di rutan akan diberikan. Jika penanganan kesehatan dinilai kurang, kata dia, maka polisi dapat merujuk untuk dilakukan perawatan di rumah sakit.
"Kan Polda punya dokter, punya poliklinik, punya biddokkes ya jadi kalo ada keluhan tahanan semua tahanan pun dokter akan memeriksa. Seandainya perawatan kurang pun bisa kita rujuk ke Rumah Sakit Polri Kramatjati," tuturnya.
Atiqah Hasiholan mengaku selama satu tahun terakhir ibunya tengah menjalani pengobatan dengan psikiater. Menurut dia, Ratna depresi selama setahun terakhir.
Atas keluhan itu, Argo membantahnya. Dari hasil pemeriksaan kesehatan yang dilakukan, Ratna justru dinyatakan dalam kondisi normal.
"Normal ya normal," tuturnya.
Hari ini polisi juga telah mengirimkan berkas perkara milik Ratna ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Nantinya Kejati akan menentukan apakah berkas perkara tersebut telah lengkap atau belum.
Ratna telah ditahan sejak 5 Oktober lalu usai ditetapkan sebagai tersangka penyebaran hoaks soal penganiayaan. Dia dijerat Pasal 14 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan Pasal 28 juncto Pasal 45 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
0 komentar :
Posting Komentar