JAKARTA, JMI -- PT Pertamina (Persero) bakal menyewakan dua kapal penyimpanan terapung (floating storage) kepada produsen bahan bakar nabati (BBN) di Balikpapan mulai 1 Januari 2019.
Penyewaan dilakukan untuk memperlancar penyaluran bahan baku biodiesel (fatty acid methyl ester/FAME) yang akan dicampur pada minyak Solar dalam program B20, khususnya di wilayah Indonesia Bagian Timur.
"Floating storage punya Pertamina karena kalau kita urus (kapal) dari luar itu perlu izin lingkungan lagi, perlu izin macam-macam," ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution usai menghadiri rapat koordinasi di kantornya, Senin (19/11).
Selain tak perlu lagi mengurus perizinan, penggunaan kapal Pertamina juga akan menghemat waktu karena kapal sudah dilengkapi koordinat lokasi yang dibutuhkan. Nantinya, skema penyewaan akan dilakukan antar badan usaha (business to business/BtoB).
"Jadi itu tidak sekedar menaruh (FAME) di kapal," ujar Darmin.
Setelah menerima pasokan fame, kilang atau TBBM akan melakukan pencampuran dengan minyak Solar untuk menghasilkan produk B20. Setelah itu distribusi ke SPBU akan dilakukan oleh Pertamina.
Ketua Asosiasi Produsen Biofuels Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan mengungkapkan, tadinya, produsen ingin menggunakan floating storage untuk pengiriman mulai 1 Desember 2018 di mana pengadaan sewa kapal dilakukan oleh produsen biodiesel. Namun, dalam rapat koordinasi mengemuka bahwa kapal yang digunakan tidak boleh sembarang kapal karena harus memenuhi persyaratan dan sertifikat perizinan tertentu.
"Harus ada sertifikat dari Pertamina, tangkinya. Pada saat itu, belum terpikir,"ujarnya.
Senior Vice President of Shipping Pertamina Alfian Nasution menyatakan kesiapan perseroan untuk menyediakan floating storage.
"Kami siap menyediakan. Biaya sewanya belum diputuskan tetapi BtoB. 1 Januari 2019 mudah-mudahan bisa jalan," ujarnya.
Secara terpisah, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Rida Mulyana mengungkapkan pemerintah, Pertamina, dan badan usaha produsen BBN telah menyepakati jumlah titik penyaluran BBN dipangkas dari 112 titik menjadi 25 titik mulai 1 Januari 2019. Sebanyak 22 sisanya merupakan Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) dan tiga sisanya merupakan kilang pengolahan.
"Pertimbangannya dengan melihat efektifitas, kemampuan, efisiensi, serta mempertimbangkan ketersediaan kapal," ujarnya.
Penyewaan dilakukan untuk memperlancar penyaluran bahan baku biodiesel (fatty acid methyl ester/FAME) yang akan dicampur pada minyak Solar dalam program B20, khususnya di wilayah Indonesia Bagian Timur.
"Floating storage punya Pertamina karena kalau kita urus (kapal) dari luar itu perlu izin lingkungan lagi, perlu izin macam-macam," ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution usai menghadiri rapat koordinasi di kantornya, Senin (19/11).
Selain tak perlu lagi mengurus perizinan, penggunaan kapal Pertamina juga akan menghemat waktu karena kapal sudah dilengkapi koordinat lokasi yang dibutuhkan. Nantinya, skema penyewaan akan dilakukan antar badan usaha (business to business/BtoB).
"Jadi itu tidak sekedar menaruh (FAME) di kapal," ujar Darmin.
Setelah menerima pasokan fame, kilang atau TBBM akan melakukan pencampuran dengan minyak Solar untuk menghasilkan produk B20. Setelah itu distribusi ke SPBU akan dilakukan oleh Pertamina.
Ketua Asosiasi Produsen Biofuels Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan mengungkapkan, tadinya, produsen ingin menggunakan floating storage untuk pengiriman mulai 1 Desember 2018 di mana pengadaan sewa kapal dilakukan oleh produsen biodiesel. Namun, dalam rapat koordinasi mengemuka bahwa kapal yang digunakan tidak boleh sembarang kapal karena harus memenuhi persyaratan dan sertifikat perizinan tertentu.
"Harus ada sertifikat dari Pertamina, tangkinya. Pada saat itu, belum terpikir,"ujarnya.
Senior Vice President of Shipping Pertamina Alfian Nasution menyatakan kesiapan perseroan untuk menyediakan floating storage.
"Kami siap menyediakan. Biaya sewanya belum diputuskan tetapi BtoB. 1 Januari 2019 mudah-mudahan bisa jalan," ujarnya.
Secara terpisah, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Rida Mulyana mengungkapkan pemerintah, Pertamina, dan badan usaha produsen BBN telah menyepakati jumlah titik penyaluran BBN dipangkas dari 112 titik menjadi 25 titik mulai 1 Januari 2019. Sebanyak 22 sisanya merupakan Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) dan tiga sisanya merupakan kilang pengolahan.
"Pertimbangannya dengan melihat efektifitas, kemampuan, efisiensi, serta mempertimbangkan ketersediaan kapal," ujarnya.
0 komentar :
Posting Komentar