Ilustrasi Petani jagung |
Namun demikian, Sekretaris Jenderal Kementan Syukur Iwantoro mengklaim pihaknya segera duduk bersama petani dan pelaku usaha pakan ternak untuk mencari solusi. Ia juga menyebut melakukan terobosan yang berhasil membuat pasokan jagung berlimpah. Harga pun disebutnya mulai turun.
"Mereka (petani dan peternak) tidak tahu informasi jagung sebenarnya ada. Ini masalah komunikasi dan distribusi saja. Harga mulai turun, jagung mulai ada. Jagungnya memang ada, tapi masalah komunikasi dan distribusi," katannya, Rabu (24/10).
Mengacu data Kementan, produksi jagung sampai akhir tahun diperkirakan mencapai 30,43 juta ton. Sementara, konsumsinya diproyeksi hanya sebanyak 15,56 juta ton. Ini berarti, ada surplus sekitar 15 juta ton.
Lazimnya, apabila pasokan lebih tinggi daripada permintaan, maka harga akan landai. Namun, data memperlihatkan harga jagung di kisaran Rp5 ribu per kilogram (kg) pada Oktober 2018 atau jauh di atas harga jagung internasional yang sekitar Rp2 ribu/kg.
Ketua Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (GOPAN) Herry Darmawan bilang harga jagung di Jawa Timur mencapai Rp5.100 per kg. Sementara, di Jawa Tengah dan Jawa Barat, harga jagung dipatok sebesar Rp5 ribu per kg.
Harga itu jauh dari acuan dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 27/M-DAG/PER/5/2017 tentang Penetapan Harga Acuan Pembelian di Petani dan Harga Acuan Penjualan di Konsumen, yaitu Rp4 ribu per kg.
"Ketika harga ayam tinggi, pemerintah mengadakan operasi pasar. Ketika harga telur ayam tinggi, pemerintah juga mengadakan operasi pasar. Sekarang harga jagung tinggi, kok pemerintah tidak mengadakan operasi pasar," ujarnya, Kamis (25/10).
Kondisi tersebut, sambung Herry, sudah berlangsung dalam dua bulan terakhir ini. Ia menduga kenaikan harga jagung akibat kelangkaan pasokan di pasar. Hal ini juga ditengarai yang membuat harga ayam dan telur beberapa waktu belakangan sempat selangit.
Hal senada juga disampaikan Ketua Perhimpungan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) Parjuni. Bahkan, ia mempertanyakan kebenaran data Kementan yang mengklaim bahwa produksi jagung di Indonesia surplus.
"Anehnya, pemerintah mengatakan surplus. Kalau kita ngomong surplus, otomatis harga turun. Ini lucu, surplus tapi harganya tinggi. Jadi, data di lapangan dengan di pemerintah kok beda," tegas dia.
0 komentar :
Posting Komentar