WWW.JURNAL MEDIA INDONESIA.COM

Pakar Hukum Pidana Soroti Penetapan Tersangka Dugaan Korupsi Berjamaah Puluhan Wakil Rakyat Kota Malang

H. Kaspudin Nor SH, M.Si Bersama Pemred JM Drs. Erde Isma A
JAKARTA, JMI -- Belakangan ini muncul suatu peristiwa yang sangat melukai rasa keadilan dan kepercayaan rakyat.

Pasalnya, ada dugaan kasus mega korupsi terjadi di Tanah Air ini, yaitu bermula dengan ditetapkannya 41 anggota DPRD Kota Malang, Jawa Timur, sebagai tersangka dugaan korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI.

Dalam kasus itu, juga diduga terlibat Walikota Malang non aktif dan pejabat Dinas Pekerjaan Umum (PU) di Pemerintahan Kota Malang.

Peristiwa yang sangat vulgar dipertontonkan kepada rakyat itu, sangat membuat geram dan kecewa banyak tokoh di Indonesia ini.

Salah satu tokoh itu adalah H. Kaspudin Nor SH, M.Si, selaku salah seorang Pakar Hukum Pidana, di Negeri tercinta ini.

Pakar Hukum Pidana yang sempat digadang oleh banyak elemen dan tokoh bangsa untuk maju sebagai Cawapres 2019 ini, melontarkan kekecewaannya atas fakta yang terjadi, yaitu penetapan puluhan anggota DPRD kota Malang, sebagai tersangka dugaan korupsi oleh KPK RI.

Menurutnya, kejadian itu bisa memicu semakin bertambahnya ketidak percayaan publik, terhadap para wakil rakyat.

Karenanya, dia berpendapat, kejadian dugaan korupsi secara berjamaah ini, merupakan kegagalan partai politik dalam melahirkan kader pemimpin bangsa, di negeri ini.

Dengan fakta tersebut, mestinya partai politik merasa malu dan prihatin, serta ikut bertanggung jawab atas prilaku para oknum kader dari banyak parpol itu.

Seharusnya, kata Kaspudin, parpol yang kadernya terlibat korupsi, harus meminta maaf kepada masyarakat di seluruh Indonesia, karena telah mengendors para kadernya untuk di sodorkan pada masyarakat dalam pileg, sehingga rakyat tidak lagi mampu memilih wakil rakyat yang benar benar terjamin integritasnya dan profesionalnya, yaitu wakil rakyat yang benar benar bisa memperjuangkan nasib rakyat, bangsa dan negara ini.

Dikatakan Kaspudin, hendaknya kedepan, bagi partai dalam mengusung calon wakil rakyat, perlu melakukan seleksi yang ketat dan bila perlu melakukan penelitian khusus atau Litsus.

"Selain itu, terjadinya korupsi juga karena lemahnya peran lembaga pengawasan formal yang ada, baik itu pengawasan internal dan ekternal, di posisi kebijakan dan pengambilan keputusan di bidang legeslatif, yudikatif dan eksekutif, sehingga bocornya kerugian keuangan negara, serta adanya dugaan jual beli putusan hukum di lembaga peradilan," beber Kaspudin.

Menurut Kaspudin, perbuatan korupsi di Indonesia ini, sudah dalam tatanan yang sangat memprihatinkan, maka jika dibiarkan dan tidak mampu lagi di cegah, maka negeri ini akan menghadapi jurang kehancuran.

Karena itu, peran KPK selain berwenang dalam penindakan, kiranya juga perlu memiliki kewenangan dalam bidang pengawasan.

Sebab, dengan berhasilnya KPK membongkar kasus dugaan korupsi masal, oleh para oknum anggota DPRD, walikota dan pejabat PU, di Kota Malang, tentunya harus mendapat apresiasi yang tinggi dari berbagai elemen di Negeri ini.

Namun dalam hal ini, institusi KPK perlu juga meningkatkan fungsi pengawasan dan edukasi atas moral Bangsa, untuk bisa malu terhadap perbuatan korupsi.

"Sebab, perbuatan korupsi telah dilakukan secara terus menerus, bahkan dilakukan juga oleh banyak oknum pejabat tinggi negara, serta terus saja terjadi tak henti, termasuk yang baru baru ini kejadian di Lapas Sukamiskin Bandung," ucap Kaspudin.

Selain itu, telah terjadi juga Tindakan Operasi Tangkap Tangan (OTT) hakim di Medan, beberapa waktu lalu.

Kaspudin menjelaskan, memang dalam sistem demokrasi sekarang ini, memilih pemimpin dalam pemberantasan korupsi, juga dibutuhkan peran partai politik dan peran masyarakat. Karena tugas pemimpin yang paling pokok itu, selain diberikan wewenang memerintah dan melayani masyarakat, juga melakukan pengawasan, agar bisa dan mampu juga untuk mengambil keputusan.

Oleh karena itu, menurut Kaspudin, masyarakat saat ini, mestinya bisa cerdas dan teliti dalam memilih pemimpinnya.

"Korupsi adalah suatu kejahatan yang sangat luar biasa, makanya dikatakan sebagai 'Extra Ordonary Crime' yang dapat merusak tatanan sendi sendi berbangsa dan bernegara, karena rusaknya sistem dan moral masyarakat, yang bisa berdampak pada kemiskinan dan terganggunya stabilitas kenyaman sosial, serta hilangnya kepercayaan publik kepada para pejabat di negeri ini," tegas Kaspudin.

Kaspudin menambahkan, sebaiknya sebagai efek jera bagi partai yang kadernya paling bnyak korupsi, mesti dilakukan diskualifikasi untuk tidak ikut pileg, tidak bisa ikut pilkada dan pilpres.

TEAM/JMI/RED
Share on Google Plus

0 komentar :

Posting Komentar

Berita Terkini

Terkait Pergantian Calon Terpilih Anggota DPRD, "Ketua Bersama Empat Anggota KPU Kabupaten Grobogan Di Periksa DKPP

SEMARANG, JMI - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyeleng...