JAKARTA, JMI -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengimbau kepada umat Islam untuk tidak mempertentangkan perbedaan pelaksanaan hari raya Idul Adha 1439 H. MUI mengharapkan kepada umat Islam agar bisa menerima perbedaan Idul Adha ini dengan dewasa, sikap tasamuh, toleran, saling menghargai dan menghormati.
"MUI di dalam menentukan awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah tetap berpedoman pada Fatwa MUI Nomor 2 Tahun 2004 yaitu dengan menggunakan methode rukyatul hilal dan hisab," kata Wakil Ketua Umum MUI, Zainut Tauhid Sa'adi, Selasa (21/8).
Zainut mengatakan, di Sidang Istbat yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama pada 11 Agustus 2018, kemudian mendengarkan laporan dari tim pemantau hilal di 92 titik pengamatan hilal di seluruh Indonesia. Hasilnya menunjukkan bahwa posisi hilal masih di bawah ufuk atau minus satu derajat 43 menit sehingga hilal tidak mungkin untuk dilihat (imkanur ru'yah).
Dengan alasan itu, maka Sidang Isbat menetapkan bulan Dzulkaidah 1439 H disempurnakan dengan cara istikmal. Artinya digenapkan 30 hari sehingga 1 Dzulhijjah diputuskan jatuh pada Senin (13/8/) dan hari raya Idul Adha jatuh pada 10 Dzul Hijjah 1439 H bertepatan dengan 8 Agustus 2018.
"Adapun terjadinya perbedaan penetapan jatuhnya Idul Adha antara Arab Saudi dengan Indonesia pada tahun 2018 ini karena ada perbedaan mathla' atau lokasi terbitnya hilal," ujarnya.
Zainut menjelaskan, meski Indonesia lebih awal dari sisi waktu karena perhitungan matahari tapi karena hilal yang terlihat di mathla' berbeda maka menyebabkan perbedaan menentukan 1 Dzulhijjah. Bagi sebagian umat Islam yang mengikuti penetapan isbatnya sesuai dengan negara Arab Saudi hari ini sudah berlebaran karena 1 Dzulhijjah mereka jatuh pada Ahad 12 Agustus 2018.
Sementara sebagian umat Islam yang lain di Indonesia sekarang masih melaksanakan ibadah puasa Arofah dan baru berlebaran esok hari. Karena penetapan 1 Dzulhijjahnya jatuh pada Senin 13 Agustus 2018.
"Untuk hal tersebut kami mengharapkan kepada umat Islam untuk bisa menerima perbedaan Idul Adha 1439 H dengan sikap dewasa, tasamuh, toleran dan saling menghargai pendapat masing-masing," jelasnya.
"MUI di dalam menentukan awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah tetap berpedoman pada Fatwa MUI Nomor 2 Tahun 2004 yaitu dengan menggunakan methode rukyatul hilal dan hisab," kata Wakil Ketua Umum MUI, Zainut Tauhid Sa'adi, Selasa (21/8).
Zainut mengatakan, di Sidang Istbat yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama pada 11 Agustus 2018, kemudian mendengarkan laporan dari tim pemantau hilal di 92 titik pengamatan hilal di seluruh Indonesia. Hasilnya menunjukkan bahwa posisi hilal masih di bawah ufuk atau minus satu derajat 43 menit sehingga hilal tidak mungkin untuk dilihat (imkanur ru'yah).
Dengan alasan itu, maka Sidang Isbat menetapkan bulan Dzulkaidah 1439 H disempurnakan dengan cara istikmal. Artinya digenapkan 30 hari sehingga 1 Dzulhijjah diputuskan jatuh pada Senin (13/8/) dan hari raya Idul Adha jatuh pada 10 Dzul Hijjah 1439 H bertepatan dengan 8 Agustus 2018.
"Adapun terjadinya perbedaan penetapan jatuhnya Idul Adha antara Arab Saudi dengan Indonesia pada tahun 2018 ini karena ada perbedaan mathla' atau lokasi terbitnya hilal," ujarnya.
Zainut menjelaskan, meski Indonesia lebih awal dari sisi waktu karena perhitungan matahari tapi karena hilal yang terlihat di mathla' berbeda maka menyebabkan perbedaan menentukan 1 Dzulhijjah. Bagi sebagian umat Islam yang mengikuti penetapan isbatnya sesuai dengan negara Arab Saudi hari ini sudah berlebaran karena 1 Dzulhijjah mereka jatuh pada Ahad 12 Agustus 2018.
Sementara sebagian umat Islam yang lain di Indonesia sekarang masih melaksanakan ibadah puasa Arofah dan baru berlebaran esok hari. Karena penetapan 1 Dzulhijjahnya jatuh pada Senin 13 Agustus 2018.
"Untuk hal tersebut kami mengharapkan kepada umat Islam untuk bisa menerima perbedaan Idul Adha 1439 H dengan sikap dewasa, tasamuh, toleran dan saling menghargai pendapat masing-masing," jelasnya.
0 komentar :
Posting Komentar