WWW.JURNAL MEDIA INDONESIA.COM

Rupiah Terus Melemah, BI: Kebijakan Moneter Sudah Tepat

Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo 
JAKARTA, JMI -- Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat terus melemah meski Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan BI 7 Days Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin menjadi 4,5 persen. Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) nilai tukar rupiah pada Senin (21/5) berada di posisi Rp 14.176 per dolar AS.

Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo menilai, kebijakan moneter yang diambil sudah tepat. "Kita melihat sekarang ini dengan menaikkan 25 basis poin dan didukung oleh bauran kebijakan yang lain, ini konsisten untuk menjaga stabilitas sistem keuangan Indonesia di tengah situasi dunia yang sedang penuh ketidakpastian. Namun tentu kita tidak bisa lepas dari kondisi nilai tukar terhadap mata uang dunia lainnya khususnya dengan dolar AS," ujar Agus di kantor Kemenkeu pada Senin (21/5).

Agus menjelaskan, pelemahan rupiah diakibatkan tekanan eksternal terutama kebijakan yang diambil oleh Amerika Serikat. Hal itu pun memberikan sentimen positif pada dolar AS dan menyebabkan mata uang negara lain melemah. Kondisi itu tak hanya berdampak pada rupiah tapi juga mata uang negara lain.

Agus juga menampik kondisi pelemahan rupiah serupa dengan kondisi ketika terjadi krisis pada 1998 maupun 2008. Ia mengaku, kondisi sistem keuangan Indonesia sudah lebih baik. "Lihat dari cadangan devisa, lihat dari bahwa sekarang sudah ada perbankan yang sehat, yang punya permodalan 22 persen lebih, NPL di bawah 3 persen, kita juga lihat sudah ada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang menjamin deposit. Kalau seandainya mau dibandingkan dengan kondisi 10 atau 20 tahun yang lalu, kondisi kita sekarang baik dan tidak perlu dikhawatirkan," ujar Agus.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudistira mengatakan, pelemahan kurs pekan ini bisa sampai ke level Rp 14.300 per dolar AS

Bhima menambahkan, pemerintah bisa melakukan bauran kebijakan antara stimulus fiskal maupun moneter.

Dari sisi fiskal kinerja ekspor memang perlu didorong melalui berbagai insentif seperti tax holiday bagi perusahaan yang berorientasi ekspor. Sedangkan dari sisi moneter bisa diterbitkan aturan tentang kewajiban devisa hasil ekspor ditahan di bank dalam negeri dalam kurun waktu minimal 6-9 bulan seperti yang dilakukan Thailand.

Karena cukup mendesak, lanjutnya, bentuk paling tepat dengan Perppu UU No.24/1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar. "Sejak awal tahun Thailand berhasil mengalami apresiasi 1,6 persen (ytd)," ungkapnya.

Menurut Bhima, langkah jangka pendek selain menaikkan suku bunga acuan yakni dengan bunga kupon surat utang Pemerintah buat menahan keluarnya dana asing. Beberapa seri surat utang tidak laku karena kuponnya kecil. Jika dinaikan maka investor masih melihat SBN instrumen yang menarik.

Di sisi lain, efek kenaikan bunga acuan BI bisa berdampak ke naiknya bunga kredit perbankan dalam 2-3 bulan ke depan. Rata rata bunga kredit 11,20 persen per Maret 2018. Jika BI 7-day reserve repo rate naik 25 bps maka bunga kredit bisa naik jadi 11,45 persen. "Selain itu tidak menutup kemungkinan BI akan naikan bunga acuan hingga 50 bps pada tahun ini," imbuhnya.
Share on Google Plus

0 komentar :

Posting Komentar

Berita Terkini

KABIRO JMI Kuningan, Mengutuk Keras Oknum Wartawan Yang Diduga Lakukan Pemerasan Atas Kasus Yang di Ketahuinya

KUNINGAN, JMI - Adanya kabar pemberitaan di sejumlah media di kabupaten Kuningan tentang kasus dugaan asusila di desa bungur be...