WWW.JURNAL MEDIA INDONESIA.COM

DPR Harap Pemerintah Tak Kebablasan Naikkan Tarif Cukai Rokok

Pekerja Menyelasaikan Pembuatan Rokok Sigaret Kretek Tangan (SKT) Di Kudus, Jawa Tengah, Selasa (24/10). Pemerintah Menetapkan Untuk Menaikkan Tarif Cukai Rokok Mulai 1 Januari 2018 Mendatang Sebesar 10.04 Persen Mendatang Dengan Pertimbangan Untuk Mencegah Peredaran Rokok Ilegal Serta Mengendalikan Konsumsi Rokok. | ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho/Pras/17.
JMI - Anggota Komisi XI DPR RI Andreas Eddy Susetyo, meminta pemerintah tidak menaikkan cukai rokok terlalu tinggi pada 2019 mendatang.

"Kita tahu bahwa dalam 2 tahun ini, industrinya menurun. Karena itu, jangan sampai ada kenaikan cukai yang berlebihan sehingga kontraproduktif," kata Andreas di Jakarta, Senin (28/5).

Menurut Andreas, pemerintah jangan hanya memikirkan soal penerimaan negara saja, tapi harus memperhatikan nasib tenaga kerja yang terlibat di dalam industri tembakau.

"Karena industri ini melibatkan tenaga kerja yang sangat besar. Ada sekitar 6 juta orang yang terlibat di dalam rantai industri tembakau," kata politikus dari Fraksi PDI Perjuangan ini.

Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman (FSP RTMM-SPSI) Sudarto, sependapat dengan Andreas.

Kenaikan cukai yang terlampau tinggi dapat menyebabkan industri melemah, yang berujung pada buruh-buruh yang kehilangan mata pencahariannya.

"Sebaiknya pemerintah berhati-hati dalam menentukan kenaikan cukai. Hal ini mengingat dampak langsungnya adalah menurunnya kesejahteraan pekerja, dan bahkan kehilangan pekerjaan," ujarnya.

Dengan penerapan cukai yang tinggi, ia menjelaskan, pendapatan pabrikan-pabrikan rokok bisa terganggu.

Kondisi tersebut dapat memicu para pabrikan rokok untuk melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).

"Kalau omzet turun, pengusaha yang pasti PHK para pekerjanya. Buruh rokok hanya dipandang sebagai alat, bukan aset oleh pemerintah," tegasnya.

Dalam 5 sampai 8 tahun terakhir ini, Sudarto melanjutkan anggota RPMM yang terkena PHK lebih dari 55 ribu anggota.

Angka itu belum termasuk dari buruh rokok di luar anggota RPMM. Sudarto pun pernah menyampaikan permasalahan ini kepada Presiden Joko Widodo.

"Berbagai kebijakan atau regulasi pemerintah yang berdampak langsung maupun tidak langsung kepada Industri Hasil Tembakau (IHT), efek dominonya pasti ke buruh rokok," tutur dia.
Share on Google Plus

0 komentar :

Posting Komentar

Berita Terkini

Rapat Paripurna DPRD Subang Tetapkan Dua Raperda Tentang Penyelenggaraan Pendidikan dan Penyusunan Produk Hukum

Subang, JMI - Penjabat (Pj.) Bupati Subang Dr. Drs. Imran, M.Si., MA.cd Menghadiri Rapat Paripurna DPRD  yang bertempat di Ruan...