BERAU, JMI - Kedok PT. Tanjung Redeb Hutani ( PT. TRH ), diketahui warga masyarakat Sambarata Desa Tasuk dan Birang , yang selama ini Diduga berbuat curang meresahkan warga setempat. Dimanana masyarakat Sambarata Desa Tasuk dan Birang melakukan kegiatan aktivitasnya dalam hutan, salah satu diantaranya seperti, manyensaow bahan rumah bahan baku diduga dari ulin dengan ukuran 10 x 10 = P 4. M3 ± 75 batang dan kayu meranti dengan ukuran 2 x 20 = P 4/ Papan, selalu diburu dan di tangkap dengan alasan ilegal tidak memiliki ijin/dokumen yang sah dari penjabat yang berwenang oleh PT.TRH. diduga PT. TRH melangar HAM, apakah dari kementrian kehutanan dan kementrian pertanian tau atau memang pura-pura tidak tau selama ini PT. TRH beroperasi di wilayah Kaltim ? dan hampir seluruh warga masyarakat Sambarata Desa Tasuk dan Birang saat di konfirmasi 20/04/2018 menyampaikan keluhan,
Menurut warga masyarakat menegaskan yang engan namanya ditulis , memohon kepada Bapak presiden RI, Ir Joko Widodo dan Komisi Peberantasan Korupsi ( KPK ) segera turun langsung dan mengkroscek, karenanya selama ini kami berkerja banting tulang untuk sesuap nasi selalu di batasi tuturnya, dan sendainya kami masyarakat 2 kampung ini pernah merasa waktu jaman pejajahan ya ini lah sudah pungkas kepada Jurnal Media Indonesia ( JMI ).
Diduga tingginya permintaan pasar menimbulkan dalil dan celah hingga menyebabkan penebangan secara ilegal terhadap kayu ulin. Akibatnya adalah keberadaannya di alam sudah semakin sedikit. Bahwa makin banyak ulin yang ditebang baik yang legal maupun illegal mengakibatkan jenis ini terancam punah jika tidak mendapat perhatian yang serius (Abduracman dan A. Saridan, 2006, Potensi Ulin (Eusideroxylon zwageri Teijsm. & Binn) di Hutan Alam Labanan, Kabupaten Berau Kalimantan Timur, Prosiding Seminar Bersama Hasil-Hasil Penelitian 3 UPT Badan Litbang Kehutanan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam, Bogor, buka di Halaman 225 – 237).
Sudah sejak lama pemerintah telah mengeluarkan beberapa kebijakan yang terkait dengan upaya konservasi jenis ulin dan untuk membatasi penebangan kayu ulin yaitu dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 54/Kpts/Um/2/1972 tentang Pohon-Pohon Di Dalam Kawasan Hutan Yang Dilindungi. Kemudian, Surat Dirjen Pengusahaan Hutan No 3627/IVBPH/1996 tanggal 9 Desember 1996 perihal Penanaman Kembali Jenis Kayu Ulin. Sesuai Dasar Hukum di duga PT. TRH bertentangan dengan perturan menteri Pertanian.
Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan Pasal 50 Ayat (2): Setiap orang yang diberikan izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta izin pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu, dilarang melakukan kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan. Pasal 60 Ayat (2): Masyarakat dan atau perorangan berperan serta dalam pengawasan kehutanan. Pasal 71 Ayat (1): Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan dan atau melaporkan ke penegak hukum terhadap kerusakan hutan yang merugikan kehidupan masyarakat.
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pasal 1 Angka (2): Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan dan penegakan hukum.
Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan Pasal 12: Setiap orang dilarang: melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan yang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan hutan, melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan tanpa memiliki izin yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang, melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan secara tidak sah, memuat, membongkar, mengeluarkan, mengangkut, menguasai, dan/atau memiliki hasil penebangan di kawasan hutan tanpa izin, mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan kayu yang tidak dilengkapi secara bersama surat keterangan sahnya hasil hutan, membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk menebang, memotong, atau membelah pohon di dalam kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang, membawa alat-alat berat dan/atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk mengangkut hasil hutan di dalam kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang, memanfaatkan hasil hutan kayu yang diduga berasal dari hasil pembalakan liar, mengedarkan kayu hasil pembalakan liar melalui darat, perairan, atau udara, menyelundupkan kayu yang berasal dari atau masuk ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui sungai, darat, laut, atau udara, menerima, membeli, menjual, menerima tukar, menerima titipan, dan/atau memiliki hasil hutan yang diketahui berasal dari pembalakan liar, membeli, memasarkan, dan/atau mengolah hasil hutan kayu yang berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah, dan/atau menerima, menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan, dan/atau memiliki hasil hutan kayu yang berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah. Diduga PT. Tanjung Redeb Hutani ( TRH ) bertentangan denangan UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ( PPLH ) dan UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan ( PPPH ).
Edisi bersambung………( Bst/Tem/Red )
Menurut warga masyarakat menegaskan yang engan namanya ditulis , memohon kepada Bapak presiden RI, Ir Joko Widodo dan Komisi Peberantasan Korupsi ( KPK ) segera turun langsung dan mengkroscek, karenanya selama ini kami berkerja banting tulang untuk sesuap nasi selalu di batasi tuturnya, dan sendainya kami masyarakat 2 kampung ini pernah merasa waktu jaman pejajahan ya ini lah sudah pungkas kepada Jurnal Media Indonesia ( JMI ).
Diduga tingginya permintaan pasar menimbulkan dalil dan celah hingga menyebabkan penebangan secara ilegal terhadap kayu ulin. Akibatnya adalah keberadaannya di alam sudah semakin sedikit. Bahwa makin banyak ulin yang ditebang baik yang legal maupun illegal mengakibatkan jenis ini terancam punah jika tidak mendapat perhatian yang serius (Abduracman dan A. Saridan, 2006, Potensi Ulin (Eusideroxylon zwageri Teijsm. & Binn) di Hutan Alam Labanan, Kabupaten Berau Kalimantan Timur, Prosiding Seminar Bersama Hasil-Hasil Penelitian 3 UPT Badan Litbang Kehutanan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam, Bogor, buka di Halaman 225 – 237).
Sudah sejak lama pemerintah telah mengeluarkan beberapa kebijakan yang terkait dengan upaya konservasi jenis ulin dan untuk membatasi penebangan kayu ulin yaitu dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 54/Kpts/Um/2/1972 tentang Pohon-Pohon Di Dalam Kawasan Hutan Yang Dilindungi. Kemudian, Surat Dirjen Pengusahaan Hutan No 3627/IVBPH/1996 tanggal 9 Desember 1996 perihal Penanaman Kembali Jenis Kayu Ulin. Sesuai Dasar Hukum di duga PT. TRH bertentangan dengan perturan menteri Pertanian.
Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan Pasal 50 Ayat (2): Setiap orang yang diberikan izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta izin pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu, dilarang melakukan kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan. Pasal 60 Ayat (2): Masyarakat dan atau perorangan berperan serta dalam pengawasan kehutanan. Pasal 71 Ayat (1): Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan dan atau melaporkan ke penegak hukum terhadap kerusakan hutan yang merugikan kehidupan masyarakat.
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pasal 1 Angka (2): Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan dan penegakan hukum.
Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan Pasal 12: Setiap orang dilarang: melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan yang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan hutan, melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan tanpa memiliki izin yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang, melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan secara tidak sah, memuat, membongkar, mengeluarkan, mengangkut, menguasai, dan/atau memiliki hasil penebangan di kawasan hutan tanpa izin, mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan kayu yang tidak dilengkapi secara bersama surat keterangan sahnya hasil hutan, membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk menebang, memotong, atau membelah pohon di dalam kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang, membawa alat-alat berat dan/atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk mengangkut hasil hutan di dalam kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang, memanfaatkan hasil hutan kayu yang diduga berasal dari hasil pembalakan liar, mengedarkan kayu hasil pembalakan liar melalui darat, perairan, atau udara, menyelundupkan kayu yang berasal dari atau masuk ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui sungai, darat, laut, atau udara, menerima, membeli, menjual, menerima tukar, menerima titipan, dan/atau memiliki hasil hutan yang diketahui berasal dari pembalakan liar, membeli, memasarkan, dan/atau mengolah hasil hutan kayu yang berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah, dan/atau menerima, menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan, dan/atau memiliki hasil hutan kayu yang berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah. Diduga PT. Tanjung Redeb Hutani ( TRH ) bertentangan denangan UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ( PPLH ) dan UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan ( PPPH ).
Edisi bersambung………( Bst/Tem/Red )
0 komentar :
Posting Komentar