WWW.JURNAL MEDIA INDONESIA.COM

Dari Pegawai Hingga Culturepreneur, Dari Kecintaan Hingga Sumber Penghasilan

Syahroel, Ethnic Vibes
JURNAL MEDIA Indonesia - Indonesia adalah Negara dengan beragam budaya, mulai dari Sabang hingga Marauke. Kekayaan budaya dari setiap daerah memiliki keunikan tersendiri dan menjadi identitas dari masyarakat daerah setempat. Salah satu dari sekian banyak ciri khas yang dapat dijadikan identitas suatu daerah adalah seni kerajinan tangan seperti kain tenun.

Kain tenun merupakan kerajinan tangan suatu daerah yang biasanya digunakan untuk hiasan atau pakaian resmi. Namun kini, tenun etnik sudah banyak dimodifikasi serta dapat dijadikan fashion item untuk sehari-hari. Saat ini tenun sudah masuk dalam tren fashion kekinian. Adalah Ahmad Syahroel (29), pemuda asal Pamulang, Tangerang Selatan, pendiri sekaligus pengelola Ethnic Vibes, berinovasi menjadikan kain tenun lebih dari sekadar kain biasa. Ia memodifikasi kain tenun menjadi barang yang ready to wear. Seperti tas selempang, ransel, ikat kepala (headband), rompi, kaos, jaket, dan gelang, sehingga tenun bisa dapat lebih dikenal luas oleh masyarakat Indonesia sebagai budaya milik mereka sendiri. Dapat dilihat fashion item berbahan dasar tenun sudah banyak dijumpai dan masyarakat menjadikannya untuk berpakaian sehari-hari.

Sekarang, banyak anak muda yang gemar memadupadankan style mereka dengan nuansa etnik yang kental dengan kebudayaan Indonesia. Saat ini sering kita lihat anak anak muda Indonesia sudah dengan bangganya menggunakan kain kain etnic sehari hari. Di ikatkan di tas misalnya atau dijadikan gelang. Tenun bukan lagi dipandang sebagai sesuatu yang kuno malah menjadi suatu barang kekinian yang wajib kita miliki. Bukan hanya dari kalangan pencinta alam atau hobi petualangan, namun mereka yang berasal dari golongan urban pun kini telah tertarik akan motif etnik tersebut.

Syahroel, pemilik usaha kain tenun yang ia beri nama Ethnic Vibes, menceritakan bagaimana ia memulai bisnisnya yang kini sudah dikenal cukup luas dan mendapat tempat tersendiri dihati para pencinta tenun Indonesia. Semuanya bermula dari hobinya akan travelling. Ia bertualang dari satu tempat ke tempat lain. Mempelajari setiap budaya yang ada di setiap daerah yang ia singgahi.

“Saya hobi jalan, atau menyinggahi tempat-tempat yang memang punya nilai budaya atau sejarah di suatu daerah. Saat melakukan pendakian ke Lombok, itu asal mulanya saya jatuh cinta dengan kain nusantara. Teman perjalanan saya waktu itu, traveler juga, pakai aksesoris etnik gitu. Dan saya liat kain yang dia pakai adalah tenun Lombok. Wah, keren juga, pikir saya. Mulai saat itulah tertarik dan ingin mengoleksi (kain tenun).” Kata Syahroel, pemilik usaha Ethnic Vibes, Senin (23/04/18) di Rumah Kopi, Kembangan Utara, Jakarta Barat.

Tenun Lombok rupanya mampu membuat Syahroel jatuh cinta dengan kain tenun Nusantara. Tahun 2014 ia mulai mengoleksi tenun dari berbagai daerah. Satu tahun berselang, Syahroel mulai mencoba menjual kain koleksi pribadinya via Blackberry Massenger. Setelah melihat respon yang baik, Syahroel melihat bahwa kain tenun mampu menjadi peluang bisnis yang dapat ia tekuni.

Pemuda dengan latar belakang pendidikan Teknik Informatika ini memang memiliki impian untuk membuka distro atau usaha clothing sejak masih di bangku sekolah. Untuk sampai dapat menggeluti dunia bisnis, ia menempuh proses yang terbilang tidak instan. Syahroel harus bekerja regular menjadi pegawai di salah satu bank swasta Indonesia selama beberapa tahun guna mengumpulkan modal untuk memulai bisnis kainnya tersebut. Setelah kemudian ia memutuskan untuk resign dari pekerjaannya dan fokus mengelola usaha bersama dua saudaranya.

“Saya sebelumnya kerja di bank swasta. Untuk mulai berbisnis sebetulnya juga dari uang kerja saya selama jadi pegawai di sana. Alhamdulillah setelah Ethnic Vibes ini mulai besar, saya memutuskan untuk fokus mengelola usaha.”

Barang-barang yang dipasok untuk memenuhi kebutuhan usaha Syahroel berasal dari berbagai daerah di Indonesia seperti ; Samosir, Kalimantan, Toraja, Lombok, Nusa Tenggara Timur, Jepara dan masih banyak lagi. Kemudian untuk mengolah kain menjadi barang jadi seperti kaos, tas dan sebagainya, Syahroel mendesain sendiri untuk setiap item, kemudian menyerahkannya ke penjahit.

Harga yang ditawarkan untuk setiap produk variatif. Untuk kain tenun kisaran harganya mulai dari Rp. 30.000,- hingga Rp. 1.750.000,-. Untuk tas Rp. 80.000,- hingga Rp. 300.000,-. Gelang atau aksesoris mulai dari Rp.10.000/pcs. Semua koleksi dapat dilihat dari katalog di akun resmi instagram (ethnicvibes.id).

Sejauh ini, Syahroel masih menekuni usahanya lewat dunia online. Berbagai platform seperti sosial media instagram, website, dan market place atau situs jual beli online ia sambar untuk mempromosikan produknya. Untuk penjualan offline, Syahroel memasarkan produknya lewat festival outdoor atau festival para pencinta alam.

Lewat penjualan offline seperti pameran di berbagai festival, Syahroel dapat meraup keuntungan 70 juta hingga 100 juta dalam empat hari dengan modal awal 40 jutaan. Ia juga menuturkan selain panen keuntungan yang cukup besar, promosi lewat pameran di festival semacam itu efektif untuk menaikkan brand usaha yang ia geluti. Sebab untuk dapat masuk dalam pameran dan berjajar dengan brand-brand ternama yang sudah mendahului usahanya, tidaklah mudah.

“Lewat pameran seperti festival-festival outdoor, jadi peluang buat menaikkan brand. Apalagi bisa sejajar dengan brand ternama, tentu itu pencapaian yang boleh dibilang nggak mudah. Selain itu juga keuntungan yang dihasilkan lumayan. Selama empat hari bisa 70 sampai 100an lah,” tutur Syahroel.

Sedangkan untuk penjualan lewat online, omset yang dihasilkan berada di kisaran 12 jutaan perbulan. Sejauh ini ia belum pernah menemukan kesulitan yang berarti atau musibah seperti rugi. Grafik penjualannya naik cenderung stabil. Meskipun ia sempat mengeluhkan perputaran uang yang terkadang lambat. Sehingga ia mesti terus menyiasati dan berinovasi mengingat kompetitor yang juga menggeluti bidang yang sama dengannya terus mulai menjamur dimana-mana
.
“Kalau untuk penjualan, rugi sih nggak ya. Tapi mungkin soal perputaran uangnya. yang semakin ke sini makin lambat. Karena produk yang saya jual ini kan bukan jenis barang yang bisa basi, barang awet lah, jadi mungkin ya masalahnya di perputaran uangnya aja. Kemudian sekaran sudah banyak juga pesaing dengan bidang usaha yang sama, gak seperti di medio 2016 masih belum terlalu banyak. Mungkin saya akan menyiasatinya dengan membuat sesuatu yang baru yang belum dibuat oleh kompetitor lain,” pungkasnya.

DICKY/RINA/JMI/RED
Share on Google Plus

0 komentar :

Posting Komentar

Berita Terkini

Launching Hari Ini, Ayo Datang Berkunjung ke Wahana Baru Kolam Renang D'Castello Subang, 3 Hari di Gratiskan Bagi Pengunjung se-Indonesia

Subang, JMI - Wahana Baru kolam renang air panas D, Castello Subang tempatnya nyaman dan indah, Wahana kolam renang ini melengkapi wahana -w...