WWW.JURNAL MEDIA INDONESIA.COM

Tahun Politik, Pemerintah Dinilai Bermuka Dua Soal Lingkungan


Jakarta, JMI.Com - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menilai Pemerintah akan bermuka dua dalam urusan lingkungan hidup di tahun politik, 2018 dan 2019.

Direktur Eksekutif Walhi, Nur Hidayati, mengkhawatirkan pemerintah akan semakin sering menelurkan program kerakyatan di tahun politik, juga melakukan kebijakan yang merugikan rakyat.

"Di satu sisi menampilkan wajah reformis, ramah lingkungan. Di sisi lain semakin represif, seperti pengusiran warga dari lahannya sendiri," kata perempuan yang akrab disapa Yaya itu dalam diskusi terkait keadilan ekologi menjelang tahun politik, di Jakarta, Rabu (17/1).

Indikasi ini, kata Yaya, bisa dilihat dari rekam jejak Pemerintahan Jokowi selama tiga tahun menjabat. Pemerintah selalu menelurkan program lingkungan kerakyatan setiap awal tahun.

Beberapa program prolingkungan disebutkan Yaya seperti pada 2016 silam soal restorasi gambut setelah kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di tahun sebelumnya. Lalu 2017, ada rencana reforma agraria, dengan membagikan lahan ke masyarakat. Dan di awal tahun ini, Citarum dan daerah aliran sungai (DAS) lainnya jadi sorotan lewat rapat terbatas di Bandung, Jawa Barat.

Di sisi berseberangan, Yaya pun menyebutkan sisi buruk pemerintahan dalam menghadapi persoalan lingkungan. Salah satunya penguasaan tata ruang yang masih dikuasai korporasi.

"Hanya 12,7 hektare hutan sosial dan 9 hektare lahan untuk reformasi agraria. Minim sekali. Ini pun pencapaiannya sulit," imbuhnya.

Belum lagi masalah dan konflik lingkungan hidup dan sumber daya alam.

Kasus-kasus Lingkungan Hidup

Berdasarkan data yang dimiliki Walhi, sepanjang 2017 setidaknya ada 220 kasus lingkungan hidup di 13 provinsi seperti alih fungsi perkebunan sawit, hutan tanaman industri, reklamasi, dan pencemaran lingkungan.

Walhi juga mencatat ada 152 orang yang menerima kekerasan dalam perjuangan terkait lingkungan hidup. Selain itu LSM yang aktif di bidang advokasi lingkungan sejak dekade 1980 silam itu mencatat adanya keterlibatan aparat keamanan dan korporasi besar dalam konflik-konflik tersebut.

Yaya menyebut Walhi melihat kecenderungan pengulangan pola muka dua karena akan digelarnya kontestasi politik Pilkada Serentak 2018 di 171 daerah dan persiapan Pemilu 2019.

"Kemungkinan besar terjadi transaski politik, kita tahu ada 171 Pilkada langsung," katanya.

Walhi, kata Yaya, mewanti-wanti untuk mewaspadai terjadinya tranksaksi politik antara para pasangan calon dengan korporasi. Yaya mengatakan, korporasi berada di atas angin karena memiliki sumber daya pendanaan dan kekuasaan yang dibutuhkan para pasangan calon.

Atas dasar itu, Yaya berharap rakyat harus turut serta melawan kebijakan lingkungan hidup yang merugikan.

Ia pun menyanjung beberapa perlawanan rakyat menuntut hak hidup mereka dan atas lahan di beberapa daerah seperti di Kendeng, Teluk Benoa, dan Teluk Jakarta. Kini rakyat harus terus mengedepankan politik substansial, jangan terjebak politik identitas dan sejenisnya.

"Rakyat harus fokus pada substansi perubahan yang ingin kita capai untuk kesejahteraan," ungkapnya.

JMI/red
Share on Google Plus

0 komentar :

Posting Komentar

Berita Terkini

POLSEK CIPEUNDEUY POLRES SUBANG LAKUKAN PENYEKATAN MENGANTISIPASI MASA YANG MAU MENYAKSIKAN PELANTIKAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN TERPILIH 2024

Subang JMI - Polres Subang melaksanakan kegiatan  penyekatan dalam rangka mengantisifasi massa yang terindikasi akan berangkat ...